CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Sejarah markas PSM Makassar, stadion
tua yang dikelola Yayasan Olahraga Sulawesi Selatan (YOSS) dibangun oleh 600
anggota TNI dalam jangka waktu enam bulan.
Stadion tersebut diberi nama Stadion Gelora Andi Mattalatta.
Stadion yang sebelumnya bernama Stadion Mattoanging itu berada di tengah kota Makassar,
jalan Mappanyukki, kelurahan Mariso, Kecamatan Mariso.
Stadion yang dibangun pada 17 April - 17 September 1957 merupakan
homebase Tim Juku Eja untuk menggelar pertandingan di kompetisi nasional maupun
internasional, dan mampu menampung belasan ribu penonton.
Kepada CELEBESMEDIA.ID, Wakil Ketua YOSS, DR H Baharuddin M
yang juga seorang pelaku sejarah Stadion Andi Mattalatta mengatakan bahwa
sebelum dibangunnya stadion itu, wilayah tersebut merupakan lahan peternakan
sapi untuk menghasilkan susu perah. Sapi didatangkan dari Belgia beserta
peternaknya di masa penjajahan Belanda.
Aktifitas peternakan berhenti setelah penjajah Jepang
memasuki ke Indonesia. Peternak Belgia kembali ke negaranya, dan sapi ternak
tersebut dikomsumsi oleh penjajah Jepang.
Setelahnya, laskar-laskar pejuang memberontak saat lahan
tersebut diduduki oleh kompeni Jepang. Tak butuh waktu lama untuk mengusir para
penjajah Jepang dari wilayah itu.
Akhirnya, lahan tersebut diduduki oleh laskar pejuang yang
tergabung dari berbagai daerah di Sulsel, yakni Jeneponto, Takalar, Gowa dan
beberapa daerah lainnya.
Pada tahun 1955, lanjut Baharuddin, Olimpiade Olahraga
Indonesia (OLI) akan dihelat, dan beberapa daerah menolak untuk menjadi tuan
rumah kala itu, seperti Medan dan Surabaya karena alasan tidak mempunyai tempat
untuk menggelar pertandingan.
Kebetulan, kata Baharuddin, OLI ditangani oleh Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), termasuk Mayjen (Purn) H. Andi
Mattalatta sebagai pengurus.
Karena mengemban budaya Bugis Makassar (Siri' na Pacce),
Andi Mattalatta tanpa berpikir panjang meminta kepada Presiden Soekarno agar
perhelatan OLI dilaksanakan di Sulsel.
Padahal, jika ingin melakukan perhelatan OLI ada ketentuan
dan syarat utama yang harus terpenuhi, yaitu harus memiliki stadion, kolam
renang dan gedung olahraga. Tapi, semua kategori tersebut belum dimiliki Pemerintah
Provinsi Sulsel saat itu.
Meski demikian, dengan kepiawaian sang Jenderal dalam
berfikir, dia langsung memilih lahan di jalan Mappanyukki. Akan tetapi,
keputusan itu sempat ditentang oleh laskar pejuang yang menduduki daerah tersebut.
Mendengar kabar penentangan, Andi Mattalatta langsung
meninjau lokasi. Setelah bertemu para laskar pejuang yang menduduki wilayah itu
dan menjelaskan intisari permasalahan, laskar pejuang langsung berujar “Ikatte
karaeng, Pammoporang nga, ka ikatteji kupilangeri”, kenang Baharuddin meniru
ucapan laskar pejuang saat bertemu dengan sang Jenderal.
Setelah negosiasi dilakukan, para laskar siap dipindahkan ke
jalan Baji Dakka dengan menggunakan 60 truk dan dibangunkan rumah.
Singkatnya, pembangunan gedung olahraga, stadion dan kolam
renang mulai dilakukan. Waktu itu Andi Mattalatta mengerahkan 600 anggota TNI
Bugis Makassar untuk bekerja siang dan malam.
"Siri na Pacce (karena merasa malu jika ditunjuk oleh pusat
menjadi tuan rumah dan tidak mampu menunaikannya, Red)," kata Baharuddin
mengenang ucapan sang Jenderal Andi Mattalatta kepada anak buahnya.
Alhasil, dengan semangat itu, tiga gedung berhasil
terselesaikan dalam jangka waktu enam bulan.
Baharuddin menjelaskan, bahwa saat membangun Stadion yang
dipelopori oleh Jend Andi Mattalatta tidak ada sepeser pun dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Sulsel yang ikut menyumbang kala
itu.
Stadion dan gedung olahraga yang diresmikan oleh Presiden RI
Soekarno pada tahun 1958 itu, pembangunannya menggunakan dana pribadi Jenderal Andi
Mattalatta tanpa bantuan dari pemerintah.
"Pernah Puang (sebutan Jend Andi
Mattalatta, Red) dikasih uang Rp 30 juta dari pemerintah pusat, saat
pembangunan selesai, tapi ditolak," kata Baharuddin kepada CELEBESMEDIA.ID,
di pelataran kantor YOSS, Rabu siang (13/3/2019).