CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Program vaksinasi COVID-19 semakin gencar dilakukan sebagai upaya untuk mencegah penularan virus Corona. Sejauh ini sudah ada dua jenis vaksin yang digunakan di Indonesia, yaitu vaksin Sinovac dan AstraZeneca.
Kedua vaksin tersebut sudah terbukti menunjukkan efektivitas dalam melawan infeksi virus Corona COVID-19. Selain itu, aspek keamanannya pun telah dibuktikan dalam uji klinis.
Lantas apa saja perbedaan dari vaksin Sinovac dan AstraZeneca? Nah, berikut ini perbedaan kedua vaksin tersebut yang CELEBESMEDIA.ID rangkum dari berbagai sumber.
- Efikasi vaksin
Berdasarkan penjelasan dr. Sugeng Ibrahim M, Biomed (AAM) dalam webinar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 26 Juni 2021 jika Astra Zeneca, Pfizer efikasinya 99%, antibodi 1- 1,5 tahun, tetapi ada resiko penggumpalan darah karena yang dimasukkan adalah virus hidup yang diubah RNAnya. Sehingga ada resiko penggumpalan darah.
Sementara Sinovac efikasinya 53%, antibodi baru akan dilihat pada bulan Juli ini, yaitu untuk penerima pertama di akhir bulan Januari yang lalu, akan tetapi lebih aman saat divaksin.
- Penyimpanan dan distribusi vaksin
Menurut pemaparan dr. Sugeng Ibrahim M, Biomed (AAM) dalam webinarnya untuk vaksin AstraZeneca, maksimal lamanya penyimpanan adalah 6 bulan di dalam lemari pendingin dengan suhu 2–8 derajat Celsius.
Jika dikeluarkan dari lemari pendingin, vaksin ini dapat bertahan pada suhu 2–25 derajat Celsius selama maksimal 6 jam. Vaksin ini tidak boleh dibekukan dan harus digunakan dalam waktu 6 jam setelah dibuka.
Sementara itu, vaksin Sinovac bisa disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2–8 derajat Celsius dan dapat bertahan hingga 3 tahun. Vaksin ini juga harus terhindar dari paparan sinar matahari langsung.
- Teknologi vaksin
Vaksin Corona buatan Sinovac menggunakan inactivated virus atau virus utuh yang sudah dimatikan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), metode ini sudah terbukti manjur dan telah digunakan dalam pengembangan vaksin lain, seperti flu dan polio.
"Hanya saja vaksin yang dibuat dengan cara ini membutuhkan fasilitas laboratorium khusus untuk mengembangkan virus atau bakteri dengan aman, waktu produksinya relatif lama, dan kemungkinan butuh dua atau tiga dosis suntikan," tulis WHO.
Berbeda dengan Sinovac, vaksin AstraZeneca tidak mengandung virus Corona yang dimatikan. Namun, vaksin ini menggunakan vektor adenovirus simpanse.
Maksudnya, para pengembang vaksin AstraZeneca mengambil virus yang biasa menginfeksi simpanse, kemudian dimodifikasi secara genetik untuk memicu respons imun (viral vector).
"Pada vaksin viral vector, virus yang tidak berbahaya ini akan masuk ke dalam sel di tubuh kita lalu mengirim instruksi pembuatan sebagian kecil virus penyebab COVID-19. Bagian tersebut merupakan protein mirip paku (spike protein) yang ditemukan pada permukaan virus COVID-19," tulis Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).
- Jeda suntikan
Penggunaan vaksin Sinovac dibedakan secara umurnya. Untuk usia 18-59 tahun vaksin disuntikan dua dosis dengan jeda 14 hari, sedangkan masyarakat berusia di atas 60 tahun diberikan 28 hari antara suntikan pertama dan kedua.
Sementara itu, jarak suntikan AstraZeneca pertama dan kedua jauh lebih lama dibandingkan Sinovac yakni 12 minggu.
- Efek samping
Dari hasil uji klinis di Bandung, ditemukan efek samping dari vaksin Sinovac adalah ringan hingga sedang. Efek samping lokal umum seperti nyeri, iritasi, kemerahan dan pembengkakan.
Sementara itu untuk efek samping sistemik adalah nyeri otot, kelelahan dan demam.
Sedangkan AstraZeneca dikatakan oleh Kepala Badan POM, Penny Lukito beberapa waktu lalu memiliki efek samping ringan dan sedang. Paling sering laporan adalah reaksi lokal nyeri saat ditekan, nyeri, kemerahan, gatal dan pembengkakan.
Namun sejumlah laporan juga menyebutkan adanya pembekuan darah pada para penerima vaksin AstraZeneca di sejumlah negara. Ini sempat membuat beberapa negara melakukan penundaan penggunaan untuk vaksin AstraZeneca.