CELEBESMEDIA.ID, Makassar - 17 Agustus, menjadi tanggal yang dinantikan segenap rakyat Indonesia tiap tahunnya. Ditanggal itu, momen Hari Kemerdekaan diperingati. Banyak pesta rakyat kerap menghiasi perayaan hari dimana Indonesia diproklamirkan sebagai bangsa dan negara.
Namun, kadang ada yang terluput dihari yang berbahagia itu. Yaitu, jasa para pahlawan yang berjuang dan mempertahankan kemerdekaan. Terutama para veteran yang tinggal di pelosok desa.
Tanpa perjuangan para pejuang dahulu, sulit rasanya bangsa Indonesia akan merasakan nikmatnya kemerdekaan seperti saat ini.
Disebuah perkampungan di pelosok Bulukumba, tepatnya di Dusun Tujuang, Desa Mattirowalie, Kecamatan Kindang, hidup seorang veteran perempuan yang ikut mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Penjajahan Belanda.
Dia adalah Hajjah Taju'. Perempuan berusia 92 tahun yang ikut bergerilya membantu para gerilyawan pria mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dimasa agresi militer Belanda yang kedua.
Meski usianya yang sudah senja, namun ia begitu semangat menceritakan perjuangannya kala itu.
Bergerilya diusia 15 tahun
Saat bergerilya, Hajjah Taju' masih sangat belia. Usianya baru menginjak 15 tahunan. Semangatnya untuk melihat Indonesia bebas dari penjajahan negara lain begitu kuat.
"Kira-kira saya sudah 15 tahun waktu itu. Ikut jadi gerilyawan, bergabung dengan para pejuang untuk mempertahankan republik," ujarnya dalam bahasa Makassar dialek Konjo, lewat sambungan telepon.
Wanita suku Bugis ini tak ingat pasti tanggal berapa tentara Belanda masuk ke daerah tempat tinggalnya.
Yang jelas dalam ingatannya, warga yang menolak kedatangan tentara Kerajaan Belanda, sebagian besar memilih mengungsi ke hutan untuk menghindari penyiksaan.
Dalam pengungsian itulah, suaminya bergabung dengan gerombolan atau istilahnya Tentara Rakyat Pejuang Kemerdekaan. Ia juga lupa nama pimpinannya saat itu.
Taju' mengaku tak punya pilihan. Ia harus masuk hutan untuk ikut suami. Selama bergerilya bersama gerilyawan pria, Taju' tak angkat senjata. Tugasnya sebatas sebagai juru masak. Namun demikian, tugas itu memiliki perang yang luar biasa. Memberi 'amunisi' asupan untuk para pejuang.
Ia pernah hampir menyerah bergerilya dan hidup nomaden di hutan belantara. Tak main-main, Taju' bersama para 'gerombolan' bergerilya selama sembilan tahun lamanya di dalam hutan di wilayah Bulukumba.
"Selama sembilan tahun saya ikut ke dalam hutan. Tugas saya jadi juru masak. Kemana gerombolan pergi, saya ikut. Saya yang masak untuk mereka," kisahnya.
Taju' mengaku ikhlas menjalankan setiap tugasnya. Kendati untuk makan, hanya seadanya. Kadang hanya sayur pemberian warga yang sengaja datang untuk membantu para Tentara Keamanan Rakyat (Indonesia).
"Saya masak apa yang ada. Kadang juga hanya makan nasi dan garam," katanya.
Sempat ditembak Tentara Belanda
Suatu hari, Taju' pernah hampir mati di tangan Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) atau tentara Kerajaan Hindia Belanda.
Ia ketahuan saat sedang memberi kode terkait kedatangan Tentara Kerajaan Belanda ke lokasi dimana Tentara Keamanan Rakyat bersembunyi saat hendak meledakkan jembatan atau jalanan.
Tentara Belanda lantas mengejarnya dan memberondongnya dengan tembakan. Bersyukur, Taju' bisa berlari dan selamat setelah menemukan batu besar untuk bersembunyi.
"Saya pikir sudah ajalku saat itu. Saat dikejar, saya juga ditembak, tapi Alhamdulillah selamat. Saat itu tinggal pakaian dalam yang ada di badan. Karena baju dan rok merah saya robek semua saat lari," katanya.
Selama sembilan tahun di hutan, mereka tak pernah menetap lama. Para gerilyawan harus berpindah-pindah berulang kali.
"Untuk menghindari kejaran Belanda jadi pindah-pindah. Saya ikut terus dengan mereka (Tentara Keamanan Rakyat) dan jadi juru masaknya," ungkapnya.
Saat Indonesia dinyatakan bebas dari penjajahan Belanda, mereka kemudian dijemput oleh Tentara Kota. Saat ini dikenal dengan TNI.
"Kita dijemput sama tentara kota untuk hidup normal. Karena waktu itu kondisi sudah dibilang aman," ungkapnya.
Di usia yang sudah tua, Taju' kini hanya bisa mengenang masa-masa perjuangannya ketika itu. Ia dan suaminya terdaftar sebagai anggota Legiun Veteran Kabupaten Bulukumba.
Kadang ia terharu menjelang hari kemerdekaan RI, yang diperingati setiap 17 Agustus. Taju' mengaku selalu mengingat momentum ketika mereka harus kejar-kejaran dengan tentara Belanda di hutan.
Untuk mengapresiasi perjuangannya, pemerintah tiap bulan memberikan tunjangan ke mereka sebesar Rp1,5 juta.
"Saya menerima gaji veteran Rp1,5 per bulan. Kalau santunan di hari kemerdekaan tidak ada. Hanya gaji veteran saja," ujarnya.
Laporan: Mardianto