CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Forum Tingkat Tinggi ASEAN membahas tiga poin atau intervensi omnibus pemenuhan hak disabilitas di Makassar, Rabu (11/10/2023). Rumusan ini memperkuat komitmen dan kolaborasi antarnegara dalam mendukung pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas serta menciptakan lingkungan yang inklusif.
Tiga poin penting ini menjadi pembahasan dalam Forum Tingkat Tinggi ASEAN tentang Pembangunan Inklusif Disabilitas dan Kemitraan Pasca Tahun 2025 atau The ASEAN High Level Forum (AHLF) on Enabling Disability-Inclusive Development and Partnership beyond 2025.
Kegiatan internasional yang berlangsung 10-12 Oktober ini diikuti sekitar 200 peserta dari 13 negara, yakni negara anggota ASEAN, Amerika Serikat, Australia dan Inggris.
Para peserta forum ini terdiri dari menteri dan pejabat senior ASEAN yang bertanggung jawab atas kesejahteraan sosial, entitas terafiliasi ASEAN dan mitra serta para akademisi.
Menteri Sosial RI Tri Rismaharini mengapresiasi antusiasme negara-negara yang hadir untuk mewujudkan disabilitas inklusif.
"Saya bangga dengan semangat dan energi di ruangan ini yang membawa kita bersama-sama memastikan gerakan pembangunan inklusif disabilitas ASEAN, dari negara-negara anggota ASEAN, mitra ASEAN, serta organisasi dari dan untuk penyandang disabilitas," ujar Risma.
Tiga poin utama yang dirumuskan di antaranya, pertama, adanya kesamaan tujuan dan penegasan kuat dari negara-negara anggota ASEAN untuk memajukan hak-hak penyandang disabilitas, melalui langkah-langkah nasional dan regional ditengah berbagai tantangan dan keterbatasan, seperti dampak pandemi COVID-19.
Kedua, pentingnya kolaborasi dan kemitraan yang erat, tidak hanya di dalam negara anggota ASEAN, namun juga di luar ASEAN. Terutama untuk memastikan ASEAN Enabling Masterplan 2025: Pengarusutamaan Hak Penyandang Disabilitas pada ketiga pilar dilaksanakan secara konsisten.
"Ketiga, komitmen untuk meningkatkan peran dan memastikan partisipasi penuh penyandang disabilitas," tambahnya.
Rumusan di atas diintisarikan dari berbagai implementasi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yang telah dilakukan oleh berbagai negara anggota ASEAN di antaranya Kamboja, Laos, Brunei Darussalam, Filipina, Singapura dan Timor Leste.
Negara-negara tersebut menunjukkan bahwa disabilitas inklusif merupakan hal prioritas dalam penyelenggaraan negara.
Infrastruktur yang inklusif
Dalam forum internasional tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, Norman Yulian mengatakan, disabilitas tertinggal antara lain karena infrastruktur yang tak memadai. Oleh karena itu, forum ini menandai komitmen bersama untuk membangun infrastruktur yang lebih inklusif bagi disabilitas.
“Pemerintah Indonesia kami rasakan sangat serius mewujudkan Indonesia yang inklusif. Dilibatkannya organisasi disabilitas dalam forum ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia mau mendengar aspirasi penyandang disabilitas dan kemudian bersama-sama berbicara tentang Indonesia yang ramah disabilitas," lanjut Norman.
Norman berharap, selain pemerintah yang telah berupaya mewujudkan Indonesia yang inklusif, sektor lain termasuk dunia kerja juga bersama-sama mewujudkan Indonesia yang inklusif. Bentuknya antara lain memberi kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk bekerja, berkarya dan mengakutualisasikan diri.
Selama ini untuk memenuhi hak-hak disabilitas, Kementerian Sosial telah membuat berberapa kebijakan di antaranya layanan rehabilitasi sosial berbasis komunitas, keluarga dan residensial, berbagai intervensi terintegrasi seperti bantuan kewirausahaan, serta penyediaan alat bantu untuk disabilitas.
Per September 2023, Kementerian Sosial telah menyalurkan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) bagi Penyandang Disabilitas senilai Rp147,7 Miliar kepada 49.088 Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Selain itu juga literasi khusus bagi penyandang disabilitas senilai Rp2,2 miliar kepada 33.950 PPKS dan alat bantu aksesibilitas penyandang disabilitas senilai Rp54,7 miliar yang dilaksanakan di 31 satuan kerja di bawah Kementerian Sosial.
Laporan : Mardianto Lahamid