CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Kapolda Sulsel, Irjen Pol Merdisyam pimpin press release pengungkapan illegal fishing dengan menggunakan bahan peledak (bom ikan) di Mako Ditpolair Polda Sulsel, Jalan Ujung Pandang, Makassar, Rabu (23/6/2021).
Irjen Pol Merdisyam menjelaskan ada 8 lokasi penangkapan yakni di pesisir Pulau Kodingareng, perairan Karang Matelak dan Kepulauan Sembilan (Teluk Bone), pesisir Pulau Lambego Selayar, Pulau Butung-butungan Pangkep, di perairan Pulau Kalu-kalukuang, serta di pesisir Pantai Pancaitana, Bone.
“Ini hasil pengungkapan dari bulan Maret hingga Juni di berbagai lokasi perairan di wilayah hukum Polda Sulsel,” ungkapnya.
Petugas mengamankan 8 tersangka dalam kasus illegal fishing tersebut. Mereka diciduk berkat laporan dari masyarakat terkait penggunaan bom ikan, serta hasil patroli dari Tim Ditpolair Baharkam dan Tim Lidik Subdit Gakkum Ditpolairud Polda Sulsel.
“Kedelapan terangka tersebut kini dilakukan pemeriksaan dan ditahan di Mako Ditpolair Polda Sulsel. Mereka merupakan nelayan yang mencari ikan di perairan lokasi penangkapan, yakni HL (44) AG (50) SR (30) HR (39) MH (44) AR (42) MR (42) RS (33)," papar Merdisyam.
Polisi juga menyita barang bukti dari seluruh tersangka yakni 6 perahu, 3 unit kompresor, 7 roll selang, sepatu bebek 10 buah, regulator 10 unit , kacamata selam 11 buah, GPS 3 unit, 101 buah bom ikan yang sudah terangkai, dan detonator 100 batang.
Kapolda Sulsel menjelaskan asal usul beberapa bahan peledak yang berhasil disita diantaranya Pupuk Amonium Nitrate sebagian besar berasal dari Malaysia yang diselundupkan melalui jalur laut ke Kalimantan.
Sedangkan detonator sebagai pemicu ledakan berasal dari luar negeri yang diselundupkan masuk ke Indonesia melalui jalur laut.
Para tersangka dijerat Undang-Undang RI Pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 tahun 1951 dan / atau pasal 84 ayat (1) UU RI No 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan dengan ancaman pidana penjara hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun. Dan / atau pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1,2 Miliar.