CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Orangtua adalah madrasah pertama bagi anaknya. Ungkapan singkat ini memiliki makna dalam yang berarti peran orangtua sangat berpengaruh terhadap anaknya sendiri.
Orangtua merupakan wajah-wajah yang pertama kali dilihat oleh sang buah hati saat lahir kedunia. Suara ibu dan suara ayah itulah yang pertamakali mereka dengarkan. Orangtua pun hadir membersamai pertumbuhan anaknya.
Maka tak heran, jika orangtua menjadi role model atau contoh bagi anak-anaknya. karena merekalah yang selalu ada di sisi anaknya setiap hari.
Jika orangtua berperilaku buruk itulah yang akan anak lihat dan menjadi contoh bagi anaknya. Begitu pun sebaliknya, jika berperilaku baik, maka itu pulalah yang akan menjadi contoh.
Karena itu para orangtua harus mengetahui dampak dari pola asuh yang diterapkannya.
Praktisi Pendidikan dalam Seminar Parenting yang menjadi rangkaian HUT ke-51 Bosowa menjelaskan 3 pola asuh dan dampaknya terhadap perilaku anak.
1. Pola Asuh Permissive
Pola asuh permissive, kata Tjutju Herawati merupakan jenis pola asuh kerap kali ditemukan pada orangtua yang dulunya tak pernah mendapatkan apa yang ia inginkan diwaktu kecil. Sehingga ketika memiliki anak ia akan berperilaku sebaliknya. Ia akan mengerahkan kemampuannya untuk menuruti semua keinginan anaknya, bahkan dalam pola asuh ini kadangkala tak ada aturan dan batasan bagi si anak.
Hal ini akan berdampak pada perilaku anak yamg manka dan sulit mengontrol diri.
"Dampaknya apa? karena anak merasa segala hal bisa dimiliki, maka ini akan membentuk mental anak menjadi apa-apa harus dilakukan oleh orangtuanya, bersifat manja, tidak bisa diandalkan, tidak bisa mengontrol diri, dan sulit menemukan jati dirinya sendiri," jelas Tjutju Herawati dalam seminar parenting rangkaian kegiatan HUT ke-51 Bosowa di Balai Sidang 45 Makassar, Jumat (23/2).
"Karena mereka melihat orang dewasa adalah tempat untuk mendapatkan keuntungan dan kenyamanan," lanjutnya.
2. Pola Asuh Demokratis
Menurut Tjutju Herawati pola asuh demokratis menjadi hal yang diimpikan seluruh anak di dunia. Jenis pola asuh ini punya aturan yang jelas, mana yang boleh dan mana yang tidak, punya tuntutan tinggi terhadap anak namun tak lupa akan respon yang diberikan kepada anak pun harus berimbang dengan tuntutan yang diberikan, selalu mengapresiasi, dan menerapkan komunikasi dua arah.
" Dampak dari pola asuh ini, membentuk self esteem anak menjadi baik, mereka akan selalu merasa aman, mudah menerima apapun yang terjadi pada dirinya, mampu hidup mandiri, bisa dan mampu bertanggungjawab, dapat dipercaya dan diandalkan," jelasnya.
3. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh yang terakhir ialah pola asuh Otoriter. Punya tuntutan yang tinggi, tapi respon dan apresiasi yang diberikan nihil kepada anak.
Tjutju Herawati menjelaskan orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter membuat anak harus menuruti apa yang orangtuanya inginkan, tidak ada ruang yang sekiranya anak bisa merasa bebas dari tuntutan dan bisa mendapatkan apresiasi. Hal ini alan berdampak pada kondisi mental anak.
"Ini akan membentuk mental yang buruk pada anak. Anak cenderung haus akan kesempurnaan, namun tak pernah puas diri dengan apa yang ia capai, dampaknya ia akan merasa tidak berharga jika tak mampu memenuhi ekspektasi dan standar yang orangtua berikan pada dirinya," tutupnya.
Laporan: Riski