CELEBESMEDIA.ID, Makassar – Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) mengungkapkan bahwa saat ini produk mutiara asal China mulai muncul di Indonesia. Hal ini menjadi acaman yang cukup besar bagi industri penghasil mutiara di Indonesia.
Dirilis CELEBESMEDIA.ID dari kompas.com, Data International Trade Center menunjukkan bahwa Indonesia berada di posisi ke lima sebagai negara pengekspor mutiara dengan total transaksi 47,2 juta dollar AS.
Posisi ini berhasil dikalahkan oleh Hongkong China yang menempati urutan pertama sebanyak 483,2 dollar AS. Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia Antoni Tanios menyebutkan, di Lombok bermunculan mutiara-mutiara dengan harga yang murah. Mutiara itu disinyalir berasal dari China.
Hal ini jelas merugikan Indonesia karena market penjualan mutiara lokal bisa lesu. “Di Lombok mutiara banyak tapi harganya tidak masuk akal. Kami bikin Indonesian Pearl Festival supaya buat edukasi ke masyarakat. Ini ada mutiara Laut Selatan dan Air Tawar. Air Tawar yang sangat murah,” ungkap Antoni di Jakarta.
Kemunculan mutiara dari China inipun sekaligus menimbulkan kekhawatiran akan image mutiara di pasar dunia. Selain kualitasnya berbeda, Turis asing yang membeli mutiara lokal akan tidak percaya lagi dengan kualitas mutiara Indonesia. “Celakanya kalau turis beli, image-nya (mutiara) Indonesia enggak bagus. Masuknya dengan bentuk manik-manik. Karena harga murah, bisa beli berapa puluh kilo bahkan ton dan ini sangat merusak image kami,” jelas Antoni.
Antoni juga menjelaskan bahwa kualitas mutiara impor lebih jelek daripada mutiara asli. Ini mengingat bahwa proses pengiriman akan menggerus nilai jual mutiara dan menjadikannya mutiara low grade. Maksudnya, mutiara-mutiara tersebut tidak tampak alami, namun dipolis dan dilapisi sedemikian rupa.
Namun tetap saja yang palsu akan cepat pudar daripada mutiara asli. “Kami dapat kabar ada barang yang diselundupkan dengan memanipulasi data. Sampai saat ini kami belum tau siapa. Mutiara kalau dikirim pakai laut berisiko dan sangat reject,” ungkap Antoni.
Sementara itu, Ratna Zhuhri selaku ketua Divisi Marketing Asbumi menyebutkan bahwa di Indonesia mutiara dengan kualitas asli tergerus oleh pasar mutiara impor. Namun, untuk memitigasi persaingan tidak sehat ini, ia menghimbau agar pemerintah memberi regulasi terkait dengan kriteria mutiara impor yang masuk ke Indonesia. “Bukannya kita menghalangi mereka (mutiara) masuk ke Indonesia, tapi mereka harus masuk dengan kriteria. Dan kriteria itu belum terjadi saat ini. Seharusnya kita menjadi tuan rumah dari mutiara Laut Selatan yang kita hasilkan dan juga disebut Queen of Pearls,” ungkap Ratna.
Ia juga optimis ke depannya dengan dukungan dari pemerintah bukan tidak mungkin Indonesia bisa bersaing dan menggeser posisi ekspor China di pasar global untuk rector mutiara.
Agus Suherman selaku Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing KKP menyebutkan bahwa komoditas mutiara memiliki prospek untuk dikembangkan, karena menghasilkan potensi yang luar biasa sebagai income masyarakat dan negara. “Jadi kita sebagai penghasil komoditas kelautan yang bernilai tinggi dan memiliki prospek untuk dikembangkan. Maka harus dibranding dan diangkat sebagai sumber pemasukan masyarakat dan devisa negara,” ungkap Agus.