CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Dugong adalah sejenis mamalia laut dengan ukuran yang sangat besar dan cenderung berwarna abu-abu.
Menurut informasi yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, dugong memiliki nama ilmiah Dugong dugon.
Dalam sebuah tulisan berjudul "Dugong Bukan Putri Duyung" yang diterbitkan oleh Oseanografi LIPI, International Union for the Conservation of Nature (IUCN) telah mengklasifikasikan dugong sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan.
Dugong juga dilindungi oleh undang-undang, seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1999 tentang Konservasi Flora dan Fauna.
Sebagai spesies yang langka, menurut KKP RI, dugong tersebar di perairan Indo Pasifik, Afrika Timur, bahkan hingga Kepulauan Solomon.
Dugong memiliki ukuran yang besar, dengan panjang tubuh berkisar antara 2,4 hingga 3 meter dan berat antara 230 hingga 930 kilogram.
Ketika dilahirkan, dugong memiliki warna tubuh yang berwarna krem pucat. Namun, seiring bertambahnya usia, warna mamalia laut ini akan cenderung menjadi lebih gelap, bahkan hingga berwarna abu-abu gelap di bagian punggungnya.
Selain perubahan warna, dugong memiliki ciri-ciri lain, yaitu adanya sirip dengan panjang sekitar 35 hingga 45 cm.
Pada dugong yang masih muda, sirip berfungsi sebagai pendorong, sementara pada dugong dewasa, sirip berperan sebagai kemudi.
Selain itu, ekor dugong berfungsi sebagai pendorong dan memiliki bentuk yang disebut homo cercal.
Hewan ini memiliki umur yang sangat panjang, yaitu berkisar antara 40 hingga 70 tahun.
Dugong memiliki sistem pencernaan yang sangat lambat dan merupakan hewan herbivora.
Mereka mencari makanan di padang lamun yang tumbuh di perairan dangkal dan terlindung oleh dasar pasir atau lumpur.
Di Indonesia, jenis lamun yang umumnya dikonsumsi oleh dugong adalah yang berasal dari genus halodule dan halophila.
Kedua jenis lamun ini memiliki tingkat nitrogen yang tinggi dan rendah serat, sehingga merupakan makanan yang cocok untuk dugong.
Menurut KKP, dalam sehari, dugong atau duyung mampu mengonsumsi lamun sebanyak 25 hingga 30 kilogram.
Oleh karena itu, keberadaan padang lamun sangat penting bagi kelangsungan hidup dugong.
Sebagai spesies yang rawan punah, dugong betina hanya melahirkan satu ekor bayi dugong dalam satu proses reproduksi.
Bayi dugong ini akan disusui oleh ibunya selama 1 hingga 2 tahun. Jarak antara proses reproduksi seekor dugong betina memiliki rentang waktu antara 2,5 hingga 7 tahun.
Dugong jantan dan betina memiliki penampilan yang serupa (monomorfik), dan satu-satunya perbedaan adalah posisi celah kelamin, yang lebih dekat pada dugong betina.
Mengutip dari WWF Indonesia, dugong menghadapi berbagai ancaman, termasuk perburuan lokal untuk daging, taring, dan air matanya.
Mereka juga rentan terjebak dalam jaring nelayan dan terluka akibat tabrakan dengan kapal wisatawan dan nelayan.
Air mata dugong sering menjadi target berdasarkan kepercayaan masyarakat, meskipun sebenarnya hanya merupakan lendir alami yang dikeluarkan ketika dugong berada di luar air.
Selain itu, penurunan populasi padang lamun juga mengancam kelangsungan hidup dugong.***