CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum memutuskan apakah akan menerima atau
mengajukan banding atas vonis terhadap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif
Nurdin Abdullah dalam perkara penerimaan suap dan gratifikasi.
Dalam sidang yang
dilangsungkan di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (29/11/2021), majelis hakim
menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan
kurungan kepada Nurdin Abdullah. Ia juga
diwajibkan membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp2,187 miliar dan 350
ribu dolar Singapura serta hak politiknya dicabut selama tiga tahun.
"Kami menghormati
putusan majelis hakim dan saat ini tim jaksa menyatakan pikir-pikir dalam waktu
tujuh hari ke depan setelah putusan dibacakan," kata Plt Juru Bicara KPK,
Ali Fikri di Jakarta, Selasa (30/11), sebagaimana diberitakan Antara.
"Kami akan pelajari
secara utuh seluruh pertimbangan majelis hakim, setelah itu kami segera
menentukan sikap atas putusan dimaksud," ungkap Ali.
Terdapat sejumlah hal yang
berbeda dalam putusan majelis hakim terhadap Nurdin Abdullah dibanding tuntutan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Pertama, vonis Nurdin
Abdullah lebih ringan dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Nurdin
Abdullah divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider
enam bulan kurungan.
Kedua, JPU menyebut Nurdin
Abdullah menerima total Rp1 miliar dari Petrus Yalim, Thiawudy Wikarso dan
Direksi PT. Bank Sulselbar pada periode Desember 2020 - Februari 2021 untuk
pembelian tanah dan pembangunan masjid Kebun Raya Maros di kecamatan Tompobulu,
kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Namun majelis hakim tidak
menyetujui tuntutan tersebut. "Benar
pengurus Masjid Kebun Raya Maros menerima gratifikasi Rp1 miliar namun jauh
sebelum pemberian, terdakwa ingin mewakafkan tanahnya untuk masjid dan
ditindaklanjuti dengan pembuatan panitia. Terdakwa tidak ada keinginan untuk
menerima pemberian dan tidak ada kesadaran melakukan perbuatan jahat sehingga
tidak dapat dikualifikasi menerima gratifikasi untuk pembangunan Masjid Puncak
Maros," kata Ketua Majelis Hakim Ibrahim.
Majelis hakim menilai bahwa
dengan mempertimbangkan profil dan pendapatan Nurdin Abdullah yang sebelumnya
menjabat sebagai Bupati Bantaeng ditambah dengan pendapatan istrinya, maka
disimpulkan pembelian tanah tersebut masih sesuai dengan profil dan majelis
meyakini uang yang diperoleh untuk membeli tanah berasal dari pendapatan yang
sah dan legal.
Tanah tersebut adalah tanah
di area Pucak Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros seluas 13 hektare seharga
Rp2,2 miliar yang dibeli dari Andi Abdul Samad pada Agustus 2020.
Selanjutnya Nurdin membeli tanah milik
Aminuddin seluas 19 ribu meter persegi seharga Rp300 juta.
Nurdin juga membeli tanah
milik Muhammad Nusran seluas 3,2 hektare masih di kawasan yang sama seharga
Rp544 juta.
Kemudian atas inisiasi
Nurdin, dibangun masjid dan untuk pembangunan masjid dibentuk panitia
pembangunan masjid Puncak.
"Cukup beralasan hukum
bila tanah yang diuraikan tersebut dikembalikan kepada terdakwa dan bila sertifikat
diblokir maka beralasan hukum untuk memerintahkan penuntut umum membuka blokir
sertifikat tanah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," ungkap
hakim.
Perbedaan ketiga, majelis
hakim memerintahkan pembukaan blokir 24 rekening milik Nurdin Abdullah,
istrinya, dan anaknya, yaitu M Fathul Fauzi Nurdin.
"Sepanjang persidangan
berlangsung tidak dapat dibuktikan rekening-rekening tersebut terkait tindak
pidana yang dilakukan terdakwa sehingga beralasan bila blokir a quo dibuka dan
meminta penuntut umum untuk membuka blokir yang dimaksud," kata Ketua
Majelis Hakim Ibrahim.
(CELEBESMEDIA memiliki kerja sama dengan Antara)