SABTU malam tadi, saya mencari kaos Liverpool, klub
kesayangan saya. Terkenal dengan tagline penggemarnya YNWA-you'll never walk
alone.
Saya ingin memakai jersey itu sambil menanti pertandingan
Liverpool melawan Real Madrid di ajang Liga Champion Eropa. Pertandingan yang
boleh dibilang setara dengan mutu partai final Piala Dunia.
Liverpool kalah tipis satu gol. Padahal gempurannya ke arah
gawang Madrid cukup dahsyat. Real Madrid menang, dan juara. Mereka bikin
sejarah di Stadion Stade de France di Saint-Denis, Paris.
Gol satu-satunya persembahan Vinicius Junior itu mengantar
Madrid menjuarai Liga Champion, ajang tarung gengsi dan harga diri. Tentu juga
nilai finansial klub-klub benua Eropa.
Bukan sekadar memuncaki prestasi dan gengsi liga itu. Madrid
pun mencatatkan diri sebagai klub yang berhasil mengangkat tropi kehormatan itu
untuk ke-14 kalinya. Real Madrid benar-benar juara sejati. The Real Champion
dalam sejarah panjang sepak bola dan Liga Champion.
Penulis sejarah adalah Vinicius Junior yang berhasil
mencetak gol tunggal kemenangan Madrid. Tak kalah penting peran penjaga gawang
Thibaut Courtois yang tamping cemerlang.
Saya tidak ingin mengulas teknis pertandingan. Analisis
sesuai pemahaman dan interpretasi kita bisa berbeda. Panjang perdebatannya.
Pikiran liar mengganggu dan mendorong saya menulis catatan
ini. Bagaimana sebuah klub bisa mempertahankan tradisi panjang juara sejati
seperti sejatinya sejarah yang ditorehkan Real Madrid.
Saya yakin, sistem manajemen yang diterapkan klub ini faktor
kuncinya. Contoh kecil, bagaimana bisa Courtois yang dibuang Chelsea justru
tampil menjadi pahlawan kemenangan Madrid. Performa kiper asal Belgia itu
sangat gemilang menjaga gawangnya.
Sistem manajemen sebuah klub sepakbola dunia, tak ubahnya
sistem produksi global sebuah produk yang menerapkan brand to brand compliment.
Produsen mengakuisisi berbagai komponen yang dibutuhkan dari sejumlah produsen
spare part. Dirakit, disatukan menjadi satu unit produk yang unggul bersaing di
pasar.
Saya teringat dosen saya di Prasetia Mulya Business School.
Ia mencontohkan pesawat terbang. Airbus dikenal sebagai produk Eropa sementara
Boeing sebagai produk Amerika. Padahal isi dalamnya terdiri dari aneka macam
komponen yang dihasilkan oleh berbagai produsen di sejumlah penjuru dunia.
Demikian juga di tahun 1990-an. Industri otomotif hiruk
pikuk bicara sistem B to B Compliment. Sebuah mobil dirakit di Thailand.
Padahal aki baterainya dibuat perusahaan teman saya di Cikarang. Bannya
diproduksi di Taiwan, kabel-kabel elektriknya produksi Filipina, dan sebagian
komponen lainnya produksi perusahaan Malaysia. Mereknya Honda, dikenal sebagai
mobil Jepang.
Demikian juga sistem manajemen pembentukan sebuah tim sepak
bola. Pemain dari berbagai sumber direkrut. Diteliti jejak rekamnya, kelebihan
dan kekurangannya, sangat detail.
Seorang pemain memiliki catatan yang sangat detail, seperti
ketinggian dan kejauhan jarak tendangan, kecepatan lari, daya jelajah selama
durasi tanding, serta keterampilan menguasai bola dalam kondisi dikepung lawan.
Banyak lagi faktor lainnya, seperti endurance.
Kemampuan, keterampilan, keunggulan, kelebihan, dan
kekurangan secara individual itu diramu untuk menemukan satu formula tim yang
terdiri sebelas orang saat bertanding. Jago menyerang lawan, kuat
mempertahankan gawang, serta produktif menghasilkan gol.
Tetapi sistem manajemen klub dan tim sepak bola, saya yakin
jauh lebih rumit ketimbang sistem produksi BBC produk televisi atau mobil
tersebut. Pemain bola adalah manusia, bukan barang yang statis. Pemain bola
punya kondisi yang dinamis. Fisik yang bisa berubah-ubah, faktor mood yang
naik-turun, dan lingkungan (keluarga, teman, pacar).
Sebagai manusia, pemain bola erat terkait dengan unsur
psikis, biologis, dan psikologis. Unsur-unsur ini bergerak dinamis bekerja
secara kolaboratif dan sinergis menentukan performa seseorang dalam waktu yang
sama.
Bagaimana rumitnya unsur-unsur itu bekerja untuk menentukan
hasil hanya dalam 45 menit pertandingan.
Tidak mudah mengelola semua itu. Dibutuhkan sebuah sistem
manajerial yang terdiri sub-sub sistem yang didukung knowledge, science. Ilmu
olahraga, ilmu psikologi, ilmu anatomi, dan banyak lagi.
Tak kalah penting ialah dukungan teknologi yang menghasilkan
informasi detail berbagai unsur tadi pada diri seorang pemain, yang akan diolah
oleh tim pelatih dan manajemen klub dalam menentukan sebuah tim. Komplikasi
sekian banyak pemain dengan segala keruwetan karakteristiknya masing-masing.
Yang pasti Real Madrid tentu tak membayar dukun penjaga
gawang anti kebobolan. Tak perlu juga ilmu pawang dan kekuatan supranatural
untuk menahan salju tidak turun di musim dingin.
Real Madrid, the real champion, super team yang terus
berinovasi, meramu sistemya untuk tetap menjadi pemenang di pasar yang kian
kompetitif. Demikian juga seharusnya sebuah organisasi bisnis dalam skala apa
pun.