SETIAP tanggal 12 November, warga diaspora Sulawesi Selatan yang berhimpun dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, memperingati hari jadi organisasi tersebut.
KKSS didirikan oleh tokoh-tokoh Sulsel perantauan 45 tahun silam. Tujuannya antara lain sebagai wadah berhimpun untuk bersilaturahmi. Merekat persaudaraan seperantauan, sembari memikirkan sumbangsih bagi daerah asal.
Kini, warga Sulsel perantauan sudah lebih banyak ketimbang jumlah penduduk Sulsel sendiri. Ada yang membilang 12 juta. Tersebar di seluruh penjuru nusantara. Bahkan sampai di luar negeri.
Para perantau itu tentu saja sudah beranak-pinak, kawin-mawin antar sesama asal, maupun melebarkan daun dan ranting keluarga dengan menikahi suku lain.
Banyak tantangan dan besar tanggung jawab yang diemban Pengurus KKSS di semua tingkatan. Pertama, mempererat tali persaudaraan sesama warga Sulsel, maupun dengan warga asal daerah lain. Terutama dengan warga asli daerah dimana warga KKSS berdomisili. Dengan demikian KKSS secara sadar turut menjaga dan memelihara persatuan bangsa dalam ikatan bhinneka tunggal ika.
Mengapa hal ini penting? Dengan sistem politik dan demokrasi yang berjalan atau dijalankan saat ini, perbedaan bahkan gesekan di antara kita dalam segala hal sangat mudah terjadi.
Masalahnya, kita acapkali lebih cepat mengasah perbedaan itu, ketimbang menajamkan persamaan. Padahal melemahkan perbedaan dan mengasah persamaan akan menimbulkan saling pengertian, saling memahami dan saling toleransi terhadap perbedaan. Karena banyak perbedaan yang menjadi takdir yang tidak dapat ditolak.
Kata orang perbedaan itu indah, tetapi persamaan jauh lebih indah. Perbedaan yang seharusnya menjadi berkah, rahmat, acapkali menjadi pemicu pertentangan, bahkan sampai gesekan dan memicu konflik.
Tak terkecuali di dalam tubuh KKSS sendiri. Maka dari itu, tugas pengurus adalah mengutamakan kerukunan sebagaimana nama organisasi ini. Tidak akan ada persatuan tanpa kerukunan. Kerukunan warga tidak bisa tercapai jika pengurusnya malah tidak rukun.
Ketidakrukunan pengurus bisa terjadi jika ada di antara personilnya berjalan atau menjalankan organisasi di luar trek yang semestinya. Antara lain karena adanya ambisi pribadi yang tidak sesuai garis kebijakan organisasi.
Selisih pendapat adalah biasa, tetapi musyawarah (tudang sipulung) untuk bermufakat adalah cara terhormat dan bermartabat menyelesaikan perselisihan.
Apalagi jika dilandasi semangat kultural sitanreang siri, saling menjaga harkat kemanusiaan Bugis-Makassar kita. Mali siparappe, rebba sipatokkong, malilu sipakainge" Jika kita belum dapat bersatu, setidaknya jangan bermusuhan.
Tanggung jawab kedua, KKSS senantiasa memikirkan kontribusinya dalam pembangunan daerah. Termasuk mengangkat derajat kemanusiaan dengan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh warga daerah.
Kini saatnya KKSS lebih mempertegas komitmen dan memperjelas bentuk kontribusinya ke daerah asal. Bukan berarti selama ini tidak ada kontribusi nyata. Ruang dan sektor untuk berkontribusi masih terbentang sangat luas.
Warga KKSS tidak harus kembali menjadi gubernur, wakil gubernur, walikota, bupati, dan sebagainya. Tetapi kalau jalan itu yang terbaik untuk daerah, mengapa tidak.
Mendukung putra terbaik di daerah domisili untuk menjadi pemimpin daerah, seperti halnya Zainal A Paliwangi di Kalimantan Utara, atau daerah lainnya, pun harus menjadi motivasi bersama.
Oleh karena itu, KKSS harus senantiasa menyiapkan putra-putra terbaiknya untuk maju sebagai pemimpin dalam pengabdian pada bangsa dan negara. KKSS menjadi alat utama untuk memperjuangkan tercapainya persatuan bangsa. Dalam tubuh organisasinya mengalir darah kedaerahan, tetapi semangat dan jiwanya tak boleh ditawar untuk urusan bangsa, nasionalisme.
Arus global kehidupan yang serba digitalisasi, merupakan tantangan yang harus direspon. Fenomenal itu memungkinkan aktivitas kita semakin mudah, transparan dan akuntabel. Teknologi koneksitas kian canggih sehingga komunikasi virtual semakin mudah dan dapat dilaksanakan serba seketika. Tanpa mereduksi esensi komunikasi dan koordinasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah bila ada, juga dalam menciptakan peluang.
Banyak hal dapat dilakukan dengan pilihan teknologi yang tersedia saat ini. Termasuk mendesain aplikasi yang memungkinkan para saudagar Bugis-Makassar membentuk jaringan bisnis yang luas, mudah dan efektif. Database warga yang lengkap dan akurat kuncinya.
Andai saja 10 persen dari 12 juta warga diaspora itu profesi wiraswasta, lalu membangun jaringan bisnis yang kuat, tentu akan melahirkan rantai investasi, perdagangan, perindustrian, dan distribusi yang luar biasa.
KKSS dapat pula mendirikan entitas bisnis (misal KKSS Venture Capital), khusus melakukan penyertaan modal pada start-up anak-anak Sulsel yang mulai bermunculan. Bahkan telah berkembang namun "mate colli" kehausan modal. Model bisnis ini juga sekaligus sebagai sarana pembinaan dini spirit dan skill kewirausahaan para saudagar muda tersebut. Kita tentu sangat berharap lahirnya grup-grup bisnis tangguh yang lain dan lebih banyak pada masa mendatang.
Andai saja ada separuh dari 12 juta warga perantauan, sederhananya ada 5 juta orang yang berkolaborasi membentuk KKSS Development Fund. Mereka menyisihkan penghasilannya satu juta rupiah per tahun untuk dana pembangunan. Dalam setahun saja KKSS punya dana 5 miliar.
Itu bukan nilai yang kecil untuk membangun sarana pendidikan, kesehatan, sarana kegiatan ekonomi daerah. Tentu saja nilai KKSS Development Fund tersebut bisa lebih besar karena kemampuan dan besaran keikhlasan berbeda. Banyak individu yang secara "close mouth silent operation" membelanjakan miliaran rupiah untuk aktivitas filantropisnya, walaupun tidak sepenuhnya tertuju kembali ke daerah Sulsel.
KKSS Ventures Capital maupun Development Fund tersebut bukan saja memberi manfaat kesejahteraan di dunia, tetapi warga KKSS telah menciptakan ladang investasi akhirat, berupa amal jariyah bagi warganya.
Upaya-upaya itu tentu saja menuntut kesadaran kolektif kita yang orkestratif sebagai warga. Dirigennya, tidak lain kecuali BPP KKSS yang visioner secara kolektif-kolegial.