CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Selebriti dan mentalist, Deddy Corbuzier terinfeksi virus Covid-19 dan terkena badai sitokin. Lewat akun IG dan kanal YouTube miliknya Dedy mengungkapkan bahwa dirinya baru saja terkena Covid-19 sehingga sempat rehat dari media sosial dalam beberapa waktu terakhir.
Deddy menceritakan tanpa gejala apapun, ia mengalami badai sitokin dan paru-parunya rusak 60% dalam 2 hari. Selama 2 minggu setelah rehat dari media sosial, Deddy fokus untuk memulihkan kondisi yang mengalami 'badai sitokin' karena virus Corona.
"Saya sakit.. Kritis, hampir meninggal karena badai Cytokine, lucunya dengan keadaan sudah negatif. Yes it's COVID," katanya dilihat dari akun Instagram pribadi, Minggu (22/8/2021).
Ia juga bercerita di podcast YouTube-nya, Deddy menjelaskan bahwa dia mengalami demam hingga 40 derajat celcius dan vertigo setelah dua minggu saat sudah dinyatakan negatif.
"Something is wrong, saya CT toraks ke RSPAD pada saat itu. Ternyata ada kerusakan, hitungannya itu 30, saya nggak ngerti 30 persen atau apa,," jelas Deddy Corbuzier, dalam dari podcast di kanal YouTube-nya.
Tentang Badai Sitokin
Lalu apa itu badai sitokin? Menurut dr Eka Ginanjar, Sekjen Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi) Badai sitokin merupakan peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi virus yang menjalar di sel tubuh.
"Badai sitokin adalah lonjakan reaksi inflamasi atau peradangan di seluruh tubuh akibat serangan atau infeksi dari virus ke sel tubuh kita," seperti dalam penjelasannya pada kompas Senin (23/8/2021).
Badai sitokin ini adalah salah satu komplikasi yang bisa dialami oleh penderita COVID-19. Kondisi ini perlu diwaspadai dan perlu segera ditangani secara intensif. Bila dibiarkan tanpa penanganan, badai sitokin dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ hingga kematian.
Saat terkena badai sitokin, kondisi respons imun tubuh yang berlebihan, biasanya dipicu oleh infeksi. Sitokin adalah protein yang mengomunikasikan sinyal-sinyal di tubuh untuk merespons infeksi. Dalam kondisi normal, sitokin membantu mengkoordinasikan respons sistem kekebalan untuk menangani zat menular, seperti virus atau bakteri.
Penyebab Badai Sitokin
Hingga kini belum diketahui penyebab pasti dari badai sitokin. Namun, para ahli menduga sistem kekebalan sendirilah yang menyebabkan kondisi parah pada sebagian pasien.
"Biasanya, sitokin bekerja untuk membantu tubuh kita dalam jumlah sedang. Namun pada kondisi tertentu, di mana jumlahnya menjadi terlalu banyak, sistem kekebalan malah menyebabkan kerusakan pada tubuh pasien," papar profesor di divisi penyakit menular di University of Cincinnati College of Medicine, Carl Fichtenbaum, MD, dilansir dari Health.
Gejala Badai Sitokin
Dikutip dari situs Alodokter, dr Sienny Agustin menjelaskan Sebagian besar penderita COVID-19 yang mengalami badai sitokin mengalami demam dan sesak napas hingga membutuhkan alat batu napas atau ventilator. Kondisi ini biasanya terjadi sekitar 6–7 hari setelah gejala COVID-19 muncul.
Selain demam dan sesak napas, badai sitokin juga menyebabkan berbagai gejala, seperti:
- Kedinginan atau menggigil
- Kelelahan
- Pembengkakan di tungkai
- Mual dan muntah
- Nyeri otot dan persendian
- Sakit kepala
- Ruam kulit
- Batuk
- Napas cepat
- Kejang
- Sulit mengendalikan gerakan
- Tekanan darah sangat rendah
- Penggumpalan darah
Penanganan Badai Sitokin
Penderita COVID-19 yang mengalami badai sitokin memerlukan perawatan di unit perawatan intensif (ICU). Beberapa langkah penanganan yang akan dilakukan dokter, meliputi:
- Pemantauan tanda-tanda vital, yang meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh, secara intensif
- Pemasangan mesin ventilator
- Pemberian cairan melalui infus
- Pemantauan kadar elektrolit
- Cuci darah (hemodialisis)
- Pemberian obat anakinra atau tocilizumab (actemra) untuk menghambat aktivitas sitokin