CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Gencatan senjata antara Hamas dan Isrsel mendekati kesepakatan. Hamas dengan tegas menyatakan gencatan senjata dan pertukaran sandera mungkin terjadi jika Israel berhenti memberlakukan persyaratan-persyaratan baru.
Menyikapi hal tersebut, warga Gaza pun mulai bersuara. Salah satunya Bahaa al-Laqta. Pria 29 tahun itu keinginannya tak muluk-muluk. Ia hanya berharap hidup normal dan damai.
"Semua yang terjadi di Gaza menunjukkan bahwa kami tidak akan bisa hidup dengan damai, namun kami juga tidak memiliki kesempatan untuk mengubah keadaan, kami semua adalah warga sipil yang tidak bersalah," ujar Laqta yang dikutip dari Antara, Kamis (19/12).
Saat ini Laqta mengungsi di tenda darurat di Kota Deir al-Balah, Gaza tengah. Ia menegaskan akibat perang tersebut warga Gaza harus menanggung banyak kerugian
"Kami harus membayar mahal untuk perang ini meski kami tidak terlibat dalam aktivitas militer apa pun melawan Israel. Kami berharap dapat hidup damai dengan warga Israel tanpa harus terlibat dalam perang apa pun," tambahnya.
Seorang pria Palestina yang mengungsi ke Deir al-Balah, Mohammed al-Habib mengatakan ia menantikan kabar baik mengenai gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
"Terlepas dari perang berdarah dan situasi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan di Gaza, saya masih menyimpan harapan untuk menyaksikan gencatan senjata segera dan kembali menjalani kehidupan normal pada 2025," katanya
Ayah enam anak berusia 46 tahun ini terpaksa meninggalkan rumahnya di Kota Rafah, Gaza selatan, pada Mei lalu, saat tentara Israel menyerbu kota tersebut. Namun demikian, dia tetap optimistis dengan masa depan keluarganya.
"Ketika kami selamat dari serangan Israel, saya merasa kami sangat beruntung, dan itulah yang membuat saya optimistis bahwa kami akan selamat dari perang mengerikan saat ini," tuturnya.
"Saya hanya berharap dapat melanjutkan hidup saya ketika saya kembali ke Rafah. Bahkan seandainya tentara telah menghancurkannya, kami dapat membangunnya kembali," ujarnya.
Dia berharap perundingan akan menghasilkan gencatan senjata, sehingga memungkinkan warga Gaza untuk melanjutkan kehidupan mereka.
"Saya kehilangan segalanya, rumah saya, pekerjaan saya, hidup saya, dan tiga anak saya. Namun saya ingin kembali ke kampung halaman saya dan hidup dengan damai," tandasnya.
Israel melancarkan serangan berskala besar terhadap Hamas di Jalur Gaza untuk membalas serangan Hamas di perbatasan Israel selatan pada 7 Oktober 2023.
Dalam beberapa pekan terakhir, negosiasi tidak langsung mengenai gencatan senjata di Gaza meraih momentum. Pada Selasa, Hamas menyebut perundingan gencatan senjata di Doha, Qatar, sebagai sesuatu yang "serius dan positif".
Perundingan perdamaian tidak langsung antara Israel dan Hamas mengalami pasang surut dalam beberapa bulan terakhir, dengan Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat bertindak sebagai mediator utama.
Otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza, Rabu (19/12) saat ini jumlah korban tewas di Gaza mencapai 45.097 orang.
Sekitar 80,5 persen wilayah Jalur Gaza berada di bawah perintah evakuasi yang masih aktif, tidak termasuk yang kemudian dibatalkan, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa.
Sumber: Antara