CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Zakat fithri atau zakat fitrah
adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim di bulan Ramadan.
Zakat fitrah wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang mampu
mengeluarkan zakat fitrah. Batasan mampu yang dimaksud adalah mempunyai
kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari
‘ied.
Takaran Zakat Fitrah
Bentuk zakat fitrah adalah berupa makanan pokok seperti
kurma, gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Para ulama sepakat bahwa
kadar wajib zakat fitrah adalah satu sho’ atau 2,5 kilogram dari semua bentuk
zakat fitrah kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan
dengan setengah sho’.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI juga telah menetapkan
besaran zakat fitrah tahun 2024 yang harus dibayarkan setiap individu umat
Muslim sebanyak 2,5 kilogram atau 3,5 liter beras premium. Baznas juga
membolehkan untuk membayar dalam bentuk uang sebesar Rp45.000 sampai Rp55.000.
“Berdasarkan kajian yang teliti dan pertimbangan yang
matang, BAZNAS RI telah memutuskan untuk menaikkan besaran zakat fitrah dari
Rp45 ribu sampaii Rp55 ribu per individu, mengikuti dinamika harga beras yang
terjadi,” ujar Ketua Baznas RI. KH. Noor Achmad yang dikutip dalam laman resmi
Baznas RI, Kamis (28/3).
Waktu Pembayaran Zakat Fitrah
Waktu pembayaran zakat fitah ada dua macam. Mengutip lama
Rumsyaho dua waktu tersbeut, yakni yang pertama mulai dari terbit fajar di hari
Idul Fitri sampai dekat wkatu pelaksanaan Salat Ied. Kedua yakni sehari atau
dua hari sebelum salat Ied. Masing – masing dari waktu tersbeut memiliki dalil
yang memperkuatnya.
1. Waktu utama (afdhol) yaitu mulai dari terbit fajar pada
hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied.
Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat
maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka
itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud
no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan).
2. Waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar. Dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari,