Migrasi Siaran ke Digital, TV Lokal Harus Prioritas Utama - Celebesmedia

Migrasi Siaran ke Digital, TV Lokal Harus Prioritas Utama

Andi Suruji - 17 July 2021 07:58 WIB

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Lembaga penyelenggara siaran swasta lokal atau TV Lokal harus mendapat prioritas utama dalam proses migrasi siaran dari analog ke digital karena eksistensinya dijamin undang-undang (negara). 

Pemerintah pun menjamin sebanyak 700 lebih TV lokal di seluruh Indonesia pasti ikut bersiaran digital pada saat kebijakan itu diberlakukan.

Demikian benang merah yang terangkum dari acara talkshow bertajuk Gelap Terang Migrasi Siaran ke Digital yang digelar secara daring, Jumat 16 Juli 2021 oleh Celebes TV dalam rangka memperingati hari jadinya yang ke-10 tahun ini. 

Acara itu menampilkan pembicara Garyantika Kurnia, Direktur Penyiaran Kemenkominfo, Ketua Asosiasi Televisi Lokal Indonesia Bambang Santoso, Koordinator Bidang Isi Siaran Komisioner KPID Sulsel Irwan Ade Saputra, Direktur Operasional Matajang TV Faisal Raditya, Kepala Stasiun LPP TVRI Sulsel Jati Setyo Wahyu, Direktur Fajar TV Muhammad Yusuf AR, Pengamat Komunikasi Dr Alem Febri Sonni MSi, dan Kabid Humas Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Sulsel Amran Aminuddin. 

Garyantika menjelaskan sekitar 700 TV lokal yang bersiaran analog dijamin pasti ikut bersiaran digital sepanjang izinnya tidak bermasalah. Aturan main migrasi ini sudah sangat komprehensif. 

Pemerintah melalui undang-undang dan peraturan lainnya mewajibkan migrasi siaran dari analog ke digital paling lambat November 2022 yang dikenal dengan istilah ASO atau analog switch off. 

Namun proses migrasi dilakukan secara bertahap. Makassar misalnya masuk tahap ketiga. Siaran analog berakhir dan migrasi ke digital pada Maret 2022. 

Akan  tetapi bisa maju bersamaan tahap kedua yaitu Desember 2021. Rencananya, migrasi siaran itu akan dilaunching pada 17 Agustus 2021.

Menurut Ketua ATVLI, Bambang Santoso, TV lokal harus diprioritaskan ikut bersiaran digital karena keberadaannya dijamin negara, dilindungi Undang-undang. 

"TV lokal harus diberi previlege karena bertanggung jawab menyelamatkan kearifan lokal, bertanggung jawab menjaga kebudayaan lokal," katanya.

Senada dengan itu, Sonni menyatakan masyarakat lokal membutuhkan informasi lokal dari TV lokal, bukan TV yang bersiaran nasional. TV nasional itu hanya beberapa jam siaran lokalnya, sementara TV lokal hampir seluruh jam siarannya menayangkan konten lokal. "Nah lokalitas itulah yang menjadi kekuatan TV lokal," katanya. 

Sementara itu, Direktur Fajar TV Yusuf AR mengatakan, TV lokal mau tak mau harus menyiapkan diri untuk migrasi. Tapi persoalan bagi TV lokal adalah harga sewa mux kepada penyelenggara siaran digital itu dianggap mahal. 

"Ya 35 juta rupiah sebulan itu, murah bagi TV nasional tetapi mahal bagi TV lokal. Apalagi kondisi begini (bisnis di tengah pandemi) semua mengalami kontraksi," katanya. 

Karena itu ia menyarankan supaya ada intervensi negara bagi TV lokal, karena harga tersebut untuk Makassar, paling mahal di luar Jakarta. 

Selain sewa mux bulanan mahal, diperlukan juga investasi untuk peralatan baru. "Nah bagaimana peralatan itu, kelak ditimbang-timbang aja tuh.. (Jadi besi tua)," katanya. 

Dengan program ASO itu, TV lokal tidak bisa lagi menyelenggarakan siaran analog seperti sekarang. Frekuensi yang digunakan selama ini harus dikembalikan ke negara. Selanjutnya TV lokal harus menyewa kanal siaran kepada penyelenggara siaran digital atau dikenal pemegang mux (multi plexing). 

Persoalan migrasi bukan sekadar masalah penyelenggara siaran. Masyarakat juga harus mengganti pesawat televisinya atau menambah peralatannya berupa set top box (STB). 

"Belum ada tanda-tanda STB dibagikan gratis kepada masyarakat. Dalam kondisi susah begini masyarakat jangan lagi dibebani. Bisa terganggu program digitalisasi ini," kata Bambang. 

Menurut pengamatan Sonni, pemerintah seharusnya sejak lama menghentikan produksi pesawat televisi analog, dan menggenjot produksi pesawat televisi digital. "Ini (pesawat) TV analog masih dijual di pasaran. Harusnya distop supaya nanti tidak ada lagi biaya untuk beli STB," ujarnya. 

Bambang mengatakan, pemerintah masih kurang sosialisasi kepada masyarakat. Baru sebatas sosialisasi kepada lembaga penyiaran swasta. Padahal masyarakat juga perlu edukasi. 

Terkait itu, Garyantika mengatakan, TV lokal juga harusnya melakukan sosialisasi tentang mingrasi siaran ini.

Tag