APA yang terjadi? Ada apa Makassar? Lakke ko mae?
Baru saja sepertiga bulan pertama 2023 kita lalui. Begitu
kelam dan kecut perasaan kita mengikuti informasi peristiwa-peristiwa yang
terjadi di kota ini.
Peristiwa kelam pertama yang amat memilukan ialah penculikan
dan pembunuhan bocah berusia 11 tahun. Lebih mengenaskan lagi, mereka yang
diduga melakukan aksi kejahatan itu adalah anak-anak remaja.
Sejauh informasi yang diperoleh dari kepolisian, aksi brutal
penculikan dan pembunuhan anak itu, sungguh membuat kita tercengang. Hampir
tidak masuk akal.
Katanya, mereka melakukan itu karena tergiur bisnis organ
tubuh anak yang bernilai fantastis baginya. Info itu diperolehnya dari situs
internet.
Yang membuat kita nyaris tak percaya, dalam umur masih
belia, mereka sungguh nekat melakukan penculikan dan pembunuhan.
Kejadian pahit itu pun memicu amarah warga dan sanak saudara
korban. Rumah panggung orang tua terduga pelaku dibongkar dindingnya. Perabotan
diacak-acak.
Bisa dipahami emosi massa itu. Tetapi bagaimana pun, aksi
itu juga melanggar hukum. Kalau sudah
begini, suasana menjadi emosional dan ruwet. Kekacauan sosial. Berantakan.
Aparat keamanan harus bertindak secepat mungkin. Mencegah
keadaan menjadi lebih chaos.
Belum tuntas informasi soal ini kita dikejutkan lagi dengan
ditemukannya orang tewas tergantung di jembatan. Polisi menduga kemungkinan
besar memang bunuh diri.
Kuat dugaan korban bunuh diri karena alasan terkait sakit
yang dideritanya. Pada saat ditemukan, masih ada alat kateter yang melekat di
badannya.
Apa pun alasannya, diculik dan dibunuh lalu dibuang, bunuh
diri atau tewas tergantung, adalah peristiwa kemanusiaan yang memilukan. Tragis
dan mencabik-cabik perasaan, akal dan akhlak. Sedemikian putus asanyakah
manusia menghadapi problematika kehidupan ini.
Pada hari yang sama, walaupun bukan terkait langsung
hilangnya nyawa manusia, kita lebih tersentak lagi dengan penangkapan narkoba
43 kilogram. Hampir setengah kuintal beratnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol
Petrus Reinhard Golose menyebut Kota Makassar menjadi salah satu perhatian
dalam peredaran narkoba. Sejak 2021 hingga Agustus 2022 sebanyak 239,5 kilogram
sabu disita oleh BNN, (CELEBESMEDIA.ID, 30/08/2022).
Golose mengungkapkan 80 persen Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) di Sulawesi Selatan (Sulsel) dihuni oleh para pecandu narkotika.
Artinya 80 persen dari total penghuni pada 8 Lapas di Sulsel merupakan napi
narkoba.
Makassar darurat narkoba. Ada situasi dan kondisi narkoba
dapat dipergunakan, semisal untuk keperluan medis. Akan tetapi, narkoba juga
adalah mesin pembunuh manusia. Jika dipergunakan tidak sebagaimana mestinya.
Peredaran narkoba yang kian meluas, akan menjadi mesin
pembunuhan karakter kemanusiaan manusia. Merusak tubuh, merusak mental,
terutama generasi muda pemakai narkoba.
Penculikan anak, kasus bunuh diri atau pembunuhan, peredaran
narkoba, adalah penyakit masyarakat. Mengapa Makassar? Pasti ada yang salah
dalam pembangunan sumber daya manusia.
Diperlukan penanganan yang mendalam dan komprehensif dengan
aksi nyata lintas sektoral pemangku kepentingan. Bukan sekadar seremoni yang
berjibun jargon kosong.
Bangunlah Makassar dan sadarlah dari mimpi-mimpi. Katanya,
Makassar Kota Dunia dengan segala modernitas yang dimiliki. Ingin menjadi kota
metaverse.
Jalan mana yang akan dilalui menuju kota dunia ketika
kondisi masyarakat masih seperti zaman purba? Apakah kita akan berangkat dan
memulai perjalanan menuju kota dunia dari lorong-lorong yang disulap dengan
nama-nama kota dunia itu?
What a mess...