KOLOM ANDI SURUJI : Menggoyang Akar 'Pohon Beringin' Golkar Sulsel

Partai Golkar - (int)

TOKOH senior Partai Golkar Nurdin Halid, dalam acara Ngobrol Politik (Ngopi) Tribun Timur, kembali mengungkapkan hasrat politiknya menghadapi Pemilihan Gubernur mendatang.

Masih lama sebenarnya. Tetapi ia sudah men-starter mesin politik Golkar. Istilah millenial, check sound. 

Ia menyebut Erwin Aksa, Wakil Ketua Umum partai berlambang pohon beringin itu, sebagai figur yang dia andalkan menjadi calon gubernur Sulsel. Alasannya, EA yang juga putra daerah, anak pengusaha daerah dan tokoh setia Golkar, Aksa Mahmud, sangat layak karena memiliki kapasitas dan kompetensi yang mumpuni karena ditempa dengan pengalaman panjang.

Jangankan jaringan nasional, network internasional pun digenggamnya. Leadership EA, singkatan namanya, sudah teruji. Berbagai tantangan bisnis telah ia lalui, sebagai CEO, yang membawa Bosowa Group tetap eksis dan terus berkembang. 

Bahkan NH, singkatan nama Nurdin Halid, sudah mengajukan kalkulasi eksak. "Saya bilang ke Erwin, kalau kamu maju kerjakan 40 persen, saya kerjakan 60 persen," ujarnya.

EA yang semakin matang dalam politik nasional dengan teknik permainan canggih, merespon NH dengan pernyataan netral. Tidak menunjukkan keinginan yang "ngebet banget", namun tidak juga menampik dorongan dan dukungan NH. Ia memberi respon yang bijaksana. 

"heheheheh... yayaya... Sebagai kader Golkar kita akan merebut kejayaan partai Golkar di Sulsel. Kalau nanti penugasannya kepada Pak NH, maka Pak NH yang wajib memenangkan pilkada Sulsel. Demikian juga sebaliknya," ujarnya merespon pesan WhatsApp saya. 

Selain EA, NH juga menyebut tokoh muda Adnan Purichta, yang kini Bupati Gowa, sebagai kader partai potensial. Bahkan ia menyebut bahwa bisa saja dirinya maju kembali bertarung untuk kursi nomor satu Sulsel. Pilkada sebelumnya, NH kalah dari pasangan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman.

Bagaimana dengan Ketua Golkar Sulsel Taufan Pawe, yang kini Walikota Pare-pare?. Tidak ada hukum tertulis di pohon beringin bahwa ketua partai otomatis jadi calon pemimpin daerah di levelnya masing-masing. Bupati atau walikota, gubernur.

Diibaratkan korporasi, Golkar adalah perusahaan terbuka atau Tbk. Pemegang sahamnya banyak. Dalam catatan sejarahnya, ada faksi-faksi yang sejak awal menanam andil. Sebut saja Kosgoro, MKGR, dan sebagainya. Pemegang saham Golkar tidak tunggal, sehingga ketua tidak lantas otomatis calon gubernur (dalam konteks level provinsi).

Seriuskah NH? Bisa ya bisa tidak. NH adalah sosok yang setia pada Golkar. Ia tidak pernah meninggalkan Golkar. Tidak pula datang ujug-ujug. Ia melalui jenjang panjang pengkaderan Golkar. 

Jawaban bisa ya. Artinya NH kembali maju bertarung, jika memang tidak ada figur yang fit and prover. Kuat sebagai pemersatu warga partai. Tidak ada calon yang memiliki kapasitas, elektabilitas, dan isi tas yang memadai. Apa boleh buat, kepartaian di Indonesia bukan saja menjual visi dan misi, tetapi harus ada gizi yang memadai. Cara demokrasi terjebak dengan ongkos yang mahal. 

Bisa juga tidak, jika NH sebenarnya hanya gregetan melihat kinerja TP selama ini. Eksistensinya sebagai Golkar-1 Sulsel dinilai kurang greget. Sejak terpilih dengan diskresi Ketua Umum, belum terlihat milestone kinerja Golkar yang spektakuler. 

Mesin Golkar seolah batuk-batuk tak ubahnya mesin yang mengalami gangguan karburator, kotor tersumbat banyak residu. 

Sangat boleh jadi, NH sebenarnya memberi sinyal kuat kepada TP, agar Golkar Sulsel tidak tidur dan terpecah-pecah, tetapi bersatu membangun kekuatan untuk memenangkan pemilihan Gubernur mendatang. Akar pohon beringin ini harus digoyang-goyang agar ada ruang longgar bernafas untuk menjadi besar dan kuat. 

Saya teringat pesan tokoh pers nasional, pendiri Kompas, almarhum Jakob Oetama. "Politik itu bukan matematis. Tidak linier satu tambah satu sama dengan dua. Bisa tiga, bisa empat," katanya.

Jadi membaca manuver NH dan EA, dua tokoh di percaturan politik nasional, yang tidak diragukan kecintaannya pada Golkar dan Sulsel, haruslah dengan jalan pikiran dan hati warga yang bernaung di bawah pohon beringin Golkar sendiri.

Waktu yang tersisa masih panjang untuk berbuat banyak, tetapi bakal terasa singkat jika tidak ada gerakan dan pergerakan, di tengah konsolidasi kencang yang digencarkan partai-partai lain.