Home > PSM

KOLOM ANDI SURUJI : Arti Sebuah Stadion...

Suporter menyalakan flare saat mendukung PSM melawan Sulut United di Stadion GBH, Senin (6/6) - (foto by Akbar)

AKHIRNYA PSM Makassar dapat menjamu tamu tanding di sebuah bangunan bernama stadion. Peristiwa itu terjadi Senin malam (6/6/2022) di Stadion Gelora BJ Habibie, Parepare, dalam momentum uji coba pra-musim Liga 1 antara PSM dan Sulut United.

Sulut United, kasta kedua sepakbola nasional. Malam itu tampil memukau, bersungguh-sungguh. Pasukan Ramang yang masih muda-muda, pun demikian. Mereka sedang mengikuti seleksi untuk masuk tim inti PSM. Namun mereka cukup kerepotan menembus pertahanan tamunya.

PSM bermain di sebuah stadion di kampungnya sendiri memang sebuah impian dan kerinduan panjang. Bahkan harapan besar. Bukan hanya bagi PSM sendiri, tetapi juga masyarakat secara umum. Terkhusus bagi suporter PSM.

Stadion bukanlah semata dan sekadar arena pertandingan olahraga. Di sana ada dinamika kehidupan, gairah, cinta, yang selalu ingin digerakkan, diungkapkan, dan diletupkan. Ada pula denyut ekonomi yang turut bergerak, mengiringinya. 

Ketika pertandingan di dalam stadion bermandi cahaya lampu sorot itu tiba waktunya, maka pemain sepak bola pun seolah berada di suatu arena pertarungan dan pertaruhan harga diri dan kehormatan.

Bagi suporter, membanjiri stadion Gelora BJ Habibie, datang dari segala penjuru, semata untuk merayakan sebuah pertemuan yang sudah amat lama dan sangat dirindukan. Juga ungkapan wujud cinta sejati kepada PSM. Tak ubahnya cinta sejati antara Ainun dan Habibie yang dilegendakan pada nama stadion. 

Perjalanan jauh dengan jarak berbilang ratus kilometer, tak menjadi halangan. Naik motor dan mobil bak terbuka pun jadi. Segala macam perlengkapan dan peralatan ritual musikalitas untuk bernyanyi dan menari, diangkut bersama rindu yang tak tertahankan lagi untuk diluapkan. 

Mereka bertemu. Mereka reuni. Suasana gempita, tarian dan nyanyian heroik suporter di Stadion Mattoanging dulu, yang terkubur bersama diruntuhkannya stadion legenda itu, kembali kita saksikan dan rasakan di Stadion GBH.

Ketika mereka mulai menabuh tambur, menggebrak drum, dan meniupkan trompet, seolah mereka mengisyaratkan sebuah perang untuk sebuah cinta, segera dimulai. 

Merinding kita mendengarkan suara yang membahana ke angkasa, menikam seluruh penjuru Kota Cinta itu. Tarian dan nyanyian penyemangat terus menggema sepanjang pertandingan dan perang berlangsung.

Dua tahun lebih suasana itu tak dirasakan. Stadion Mattoangin diruntuhkan. Katanya untuk dibangun kembali. Sudah tiga korban nyawa di area bekas stadion itu. Tapi entah kapan stadion itu berwujud. Baru sebatas gambar dan angan-angan.

Wacana pun mengudara setinggi langit. Menebar aroma politik yang menyengat. Disertai kasak-kusuk tak keruan. 

Berdebat, saling serang dan tangkis, lempar tanggung jawab, tentulah takkan menyelesaikan masalah, apalagi mempercepat pembangunan. Mengapa tidak duduk bersama, mencari solusi terbaik. Saling support, berbagi beban dan manfaat.

Kalau membangun stadion dianggap prestasi, landmark jejak eksistensi, mengapa tidak dijadikan prestasi dan landmark bersama. Dikotomi muncul karena ego politik praktis, antara saya dan kamu, antara kami dan kalian. Padahal memahat prestasi lebih indah dengan kebersamaan. Ke-kita-an bagai pelangi yang berwarna, indah dipandang semua, bukan oleh pelangi itu sendiri.

Ketika wacana Makassar dan Sulsel tak berujung, tidak pula meruncing pada solusi, Parepare mengambil inisiatif dan langkah. Dicibir, disepelekan. Pada akhirnya, benar kata pepatah, takkan sampai pada tujuan orang yang tak pernah mengambil langkah pertama. 

Parepare telah mebuktikan itu. Stadion yang dipakai PSM menjamu Sulut United, Senain lalu, pun jadi saksi. Bermandi cahaya, menyiram keringat para pemain, dan suporter yang tak lelah menari dan bernyanyi.

Masih banyak kekurangan. Tetapi kekurangan bisa disempurnakan manakala kemauan ada. Wacana tanpa langkah pertama memulai, hanyalah omong kosong. Hanya menambah panjang penantian dan kerinduan bola kita.

"Beri saya waktu, beri saya waktu. Semoga Stadion Gelora BJH dapat kita wujudkan menjadi home-base PSM," ujar Taufan Pawe, Walikota Parepare.

Wajah dan tubuhnya dibasahi peluh. Tetapi terus menebar senyum, pertanda senangnya telah berbuat sesuatu untuk menggembirakan komunitas sepakbola Sulawesi Selatan, pencinta PSM.