KOLOM ANDI SURUJI : Antara Covid-19, Pilkada, dan Tim Kreatif

Duta Sehat Appi-Rahman - (handover)

BERKAMPANYE di masa pandemi Covid-19 yang belum surut secara signifikan, tidaklah mudah bagi kontestan Pilkada 2020 ini. Berbagai aturan pembatasan yang memagari untuk berkampanye, memaksa mereka harus mendesain ulang cara-cara lama.

Tidak ada lagi rapat akbar, mengumpulkan massa yang berjumlah ribuan. Tidak ada lagi unjuk kekuatan di jalan-jalan dan lapangan terbuka. Tinggal kenangan semua itu. Kampanye pun mengalami disrupsi.

Pertemuan dialogis saja kini harus dilakukan dengan peserta dalam jumlah amat terbatas. Hanya 50 orang di dalam ruangan dan 100 orang di luar ruangan. Menemui banyak orang, harus dilakukan dengan frekuensi kunjungan yang tinggi dengan melibatkan banyak tim kampanye. Padahal, dengan pandemi Covid-19, ruang gerak terbatas dan adanya rasa takut masyarakat berkeliaran.

Di saat yang sama, dunia komunikasi, informasi, dan teknologi, termasuk media, juga sudah jauh berubah. Khusus media mainstream (televisi, surat kabar, radio, dan portal-portal berita), pembatasan ruang geraknya juga tak kalah ketatnya. Iklan misalnya, juga dikelola dan diatur penerbitannya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Apalagi ada aturan dan kode etik jurnalistik, kode etik penyiaran, kode etik periklanan yang membentengi media, dan kontestan, untuk berbuat semaunya. Padahal, di saat "pasukan infanteri" kontestan menghadapi berbagai rintangan, "pasukan tempur udara" (media) yang seharusnya digunakan untuk perang pencitraan, sosialisasi program kerja, sehingga masyarakat dapat teredukasi dengan baik sebelum menentukan pilihan.

Apa boleh buat. Dalam situasi dan kondisi demikian, serba terbatas, dilematis, maka tim sukses, tim pemenangan, memerlukan tim kreatif dan konten yang inovatif untuk menarik perhatian publik. 

Tentunya, semua upaya itu harus berujung dan berdampak elektoral di puncak kompetisi pada hari pesta demokrasi, yakni hari pencoblosan.

Khusus Pilkada 2020, Makassar bolehlah kita bicarakan. Ada empat kontestan yang bertarung. Semua memiliki tim kreatif dan konten yang andal. 

Akan tetapi sejauh ini boleh dikata, dan memang menjadi pembicaraan publik, karya-karya kreatif Tim Appi-Rahman (Munafri Arifuddin dan Abdul Rahman Bando) paling inovatif. Paling cerdas menyiasati situasi dan kondisi yang ada. Saya segaja mengulas Tim Kreatif Appi-Rahman karena secara obyektif bagi saya merekalah yang memang paling inovatif.

Berbagai pembatasan aturan, tidak lantas membuat mereka mati gaya, apalagi kehilangan akal. Bukan sekadar kreatif, tetapi secara subtansial konten-konten kampanye mereka juga sangat kuat dan cerdas menyesuaikan situasi dan kondisi, serta tuntutan perkembangan zaman. Ini era medsos, memang.

Sejauh ini kita belum pernah melihat, mendengar, membaca, cara dan konten kampanye negatif provokatif yang dilancarkan Tim Kreatif Appi-Rahman kepada lawannya. Mereka sangat santun menarik simpati masyarakat, dan efektif sesuai kebutuhan masyarakat. Itulah yang dipesankan Ketua Tim Pemenangan Appi-Rahman, Erwin Aksa kepada anggota timnya.

Ketika masyarakat ketakutan tertular Covid-19, Tim Appi-Rahman paling awal mengumumkan dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat bagi mereka yang diundang untuk bergabung. Konsisten dengan janjinya, Tim Appi-Rahman juga melaksanakan swab test bagi semua relawan sebelum dikukuhkan.

Mereka merekrut puluhan Duta Sehat yang setiap hari bertugas keliling kampung, keluar masuk lorong untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjalankan protokol kesehatan. Sekaligus membagikan masker dan handsanitizer kepada warga. Padahal ini tugas dan tanggung jawab pemerintah. 

Ada pula Satgas Kesehatan yang bertugas melakukan penyemprotan disinfektan ke rumah-rumah warga. Juga penyemprotan asap (fogging) di lorong-lorong sempit dan pemukiman padat.

Bahkan mereka juga menyediakan Wisma Isolasi Mandiri bagi relawan dan masyarakat yang positif terinfeksi Covid-19. 

Duta sehat dan Satgas Kesehatan tak perlu bicara berbusa-busa, setengah mati menghafal janji-janji dan propaganda politik untuk memilih Appi-Rahman. Tetapi dengan atribut Appi-Rahman yang dikenakan dalam melaksanakan tugasnya,  masyarakat otomatis tahu dan merasakan langsung arti kehadiran mereka. Tersambungnya pikiran dan rasa perasaan Appi-Rahman dengan masyarakat.

Di dunia maya, ketika kontestan lain cuma bisa bikin poster-poster yang seolah-olah seperti poster film, Tim Kreatif Appi-Rahman justru melahirkan, setidaknya dua film pendek, benar-benar film betulan, yang sangat menyentuh perasaan kemanusiaan. Film Yatim dan Perasaan Wanita, yang dapat ditonton di kanal youtube resmi Appi-Rahman.

Tidak berhenti sampai di situ. Simaklah vlog-vlog yang diluncurkan, "menguliti" Appi dan Rahman dengan cerita jenaka. Menampilkan sosok Appi dan Rahman apa adanya. 

Tim Kreatif Appi-Rahman benar-benar menjadikan pilkada sebagai pesta demokrasi. Rakyat harus bergembira dan riang di tengah kesulitan hidup yang mendera akibat Covid-19.

Sejumlah tik tok dara-dara muda yang membuat penonton bergoyang mengikuti irama lagu dan gerak. Sungguh sebuah penghiburan cerdas dan santun bagi masyarakat. Bukan video-video berkonten negatif dan horor yang menegasikan harkat kemanusiaan dan bersifat pembunuhan karakter. 

Inilah hakekat demokrasi bermartabat, yang sedang dibangun bersama (in the making process). Tim Kreatif Appi-Rahman memelopori dan terdepan dalam hal ini. Bukan hanya di Makassar, tetapi Indonesia. Saluut...!