Putusan MK : Ubah Nama Panwaslu Jadi Bawaslu

Ilustrasi : Kantor Bawaslu RI di Jakarta - (foto by int)

CELEBESMEDIA.ID, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan mengubah nama lembaga Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten/Kota.

Keputusan tersebut ditetapkan dalam putusan terhadap gugatan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, di MK, Jakarta, Rabu (29/1/2020) kemarin. Diketahui, perubahan terakhir UU Pilkada adalah Nomor 10 Tahun 2016.

"Menyatakan frasa 'Panwas Kabupaten/Kota' dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Bawaslu Kabupaten/Kota'," kata Ketua MK Anwar Usman, dikutip CELEBESMEDIA.ID dari CNNIndonesia.

MK berpendapat akan ada ketidakseragaman pengaturan dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan, terutama dalam pilkada, jika nomenklatur pengawas pemilu tingkat kabupaten/kota tidak diubah.

Ketidakseragaman tersebut dapat berdampak terhadap munculnya dua institusi pengawas penyelenggaraan pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, di tingkat kabupaten/kota, dengan pemilihan kepala daerah.

Sementara, dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengadopsi substansi UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota sudah diubah menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota ditetapkan sebagai lembaga yang bersifat tetap (permanen), dengan keanggotaan selama lima tahun.

"Menyatakan frasa 'masing-masing beranggotakan 3 (tiga) orang' dalam Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 ... Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sama dengan jumlah anggota Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," ujar Anwar melanjutkan. 

Dalam putusan ini, perubahan juga terjadi terkait dengan mekanisme pengisian anggota Bawaslu Kabupaten/Kota.

Dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UU 1/2015 disebutkan, Panwas dibentuk paling lambat sebulan sebelum tahapan persiapan penyelenggaraan pemilu dan dibubarkan dua bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu selesai. Panwas Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi. "Menyatakan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Anwar.

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan terdapat tiga poin penting dalam putusan MK tersebut. Pertama, frasa 'Panwas Kabupaten/Kota' dalam UU Pilkada menjadi inkonstitusional kecuali dimaknai sebagai 'Bawaslu Kabupaten/Kota'.

Kemudian yang kedua, jumlah keanggotaan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota harus disesuaikan dengan UU 7/2017. Ketiga, Bawaslu Provinsi tidak lagi dapat membentuk Panwas karena telah dibentuk oleh Bawaslu pusat. "Menurut kami, Bawaslu, ini memberikan kepastian hukum bagi teman-teman yang di bawah, Kabupaten/Kota, di dalam melaksanakan fungsi Pilkada tahun 2020," kata Fritz di MK, Jakarta.