KOLOM ANDI SURUJI: Kampanye Jangan Racuni Rakyat

Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf (foto by aa.com.tr)

Hari ini, Minggu 24 Maret 2019, kampanye rapat umum Pemilihan Umum dimulai. Eskalasi suhu politik naik lagi satu tahap menuju titik didihnya, pada 17 April 2019.  

Saat itu, rakyat menentukan pilihan, pemimpin siapa yang akan dipercayakan memikul amanah bangsa dan negara. Rakyat akan memilah dan memilih. Para calon presiden dan legislatif serta senator menjemput dan menerima takdir demokrasinya, terpilih atau tersingkir.

Sekitar sebulan menuju hari pengadilan rakyat itu, tentu berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan elektabilitas para calon. Pengerahan massa dan pertunjukan kekuatan akan terjadi untuk menarik simpati pemilih.

Rapat umum menjadi salah satu upaya memperkuat iman para pendukung agar tidak goyah. Tentu juga sembari menarik minat swing voter (pemilih mengambang) berpihak padanya. Lebih baik lagi jika pendukung lawan dapat beralih dukungan dan pilihan.

Pada momentum ini, dalam situasi dan kondisi demikian, perjuangan menjadi amat keras. Gosokan dan gesekan bakal terjadi. Rakyat sebagai obyek demokrasi, hendaknya tidak dibenturkan antara satu kubu dan lainnya. Rakyat jangan diracuni dengan politik uang.

Hindarilah tindakan-tindakan maupun narasi-narasi kampanye provokatif  yang meracuni rakyat, yang bisa memicu rakyat bertindak anarkis. Tindakan anarkis hanya akan merusak tatanan demokrasi yang dibangun dengan uang rakyat yang sangat mahal pula.

Jangankan orang baik, semua calon pastilah orang-orang mulia. Kemuliaan itu setidaknya dapat dibaca dari visi, misi, dan program kerjanya. Tidak ada calon yang menulis narasi kampanyenya yang bertujuan merusak demokrasi, merusak keberagamaan dan keberagaman bangsa. 

Semua ingin mensejahterakan rakyat. Tujuan mereka berdemokrasi sama, hanya cara menyampaikannya, jalan mencapainya yang berbeda antara satu calon dan lainnya.

Rakyat harus dididik berbeda pilihan, diedukasi memahami makna hakiki demokrasi, sebagai jalan menuju kesejahteraan bangsa. Salah satunya memilih pemimpin yang memiliki kemampuan memimpin bangsa dan negara mencapai kesejajaran dan kesetaraan dengan bangsa-bangsa lain. 

Rakyat harus bergembira karena ini pesta demokrasi. Hendaknya tidak ada rasa cemas, was-was, apalagi rasa takut. Kegembiraan rakyat adalah salah satu tolok ukur kesuksesan pesta demokrasi. Menerima kekalahan dan menghargai kemenangan juga inti dari kontestasi politik dalam berdemokrasi.

Para penjaga demokrasi, aparatur negara, sipil maupun militer, tentara dan polisi, haruslah memperkuat tekad untuk memastikan netralitasnya. Aparatur negara yang tidak netral, memihak, berarti mereka telah menghianati rakyat, bangsa dan negara sebagaimana sumpahnya.

Bertindaklah pada koridor menjaga keutuhan bangsa dan negara. NKRI secara keseluruhan, tidak boleh retak sedikit pun, apalagi pecah dan terbelah.