Selebrasi pemain Arab Saudi usai membobol gawang Argentina - (foto by @fifaworldcup/instagram)

BOLA itu bundar. Memang. Kalau dia kotak, susah disepak dalam permainan sepak bola. Tak keruan arahnya.

Ungkapan bola itu bundar, populer, sering saya dengar, ketika saya belajar meliput dan menulis pertandingan sepak bola, 35 tahun silam. 

Ungkapan itu biasa digunakan untuk menggambarkan bahwa segala sesuatu dapat terjadi di lapangan. Di luar prediksi, di luar dugaan. 

Kita bisa melakukan analisis, lalu membuat prediksi, menentukan unggulan atau underdog. Tim mana yang berpeluang menang, tim mana yang berpotensi kalah.

Biasanya, analisis itu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor teknis, catatan masa lalu, dan kondisi tim menjelang tanding.

Bola itu bundar, menjadi faktor unpredictable. Bisa merobek, memporak-perandakan segala macam analisis teknikal.

Sama halnya di ajang Piala Dunia Qatar, yang sedang berlangsung saat ini. Sebulan ke depan akan menjadi waktu-waktu yang membuat kita sering mengucapkan atau mendengar kata-kata tersebut. 

Baru enam hari pertandingan sepakbola di ajang putaran final Piala Dunia FIFA, Qatar, kejutan lahir hampir setiap hari. Bola itu bundar, seolah hidup kembali. Keluar sendiri dalam mesin pencarian kosa kata kita, manakala kita berdiskusi, berdebat, bertengkar. Di kantor, sampai di warkop. 

Sebelum upacara pembukaan pun, yang juga menyuguhkan banyak kejutan, Piala Dunia Qatar sudah mencatat banyak sejarah dan megukir rekor. Di antaranya, Piala Dunia yang pertama digelar di Timur Tengah, pertama di negara muslim. Dan banyak lagi. 

Hal itu membuat Piala Dunia kali ini semakin menarik ditonton. Apalagi waktu Qatar dan Indonesia, tidak selisih jauh. Kita tidak perlu begadang larut malam sampai dinihari. Yang terganggu mungkin kerjaan. Ada saja pertandingan berlangsung saat kita masih dalam zona jam kerja.

Kontroversi banyak. Dimulai dengan isu penyogokan pemain Ekuador bernilai fantastis, agar mengalah dan memenangkan tuan rumah. Tujuan penyogokan, menurut pelempar isu, agar "tradisi" tuan rumah tak kalah di pertandingan perdana, pembukaan Piala Dunia, dapat dipertahankan.  

Kenyataannya, Qatar toh kalah. Bahkan tuan rumah Qatar, tim pertama yang tersingkir dari lapangan pertandingan. Tradisi dan isu sogok, terpatahkan.

Berikutnya, juara dunia dua kali, Argentina, harus takluk di hadapan pasukan Arab Saudi. Kejutan, karena mungkin semua orang menganggap Arab Saudi tim underdog. 

Bola itu bundar, melintir dari kepala dan kaki pasukan gurun Arab Saudi, merobek pertahanan Argentina. Sang Maestro, Lionel Messi terpana. Tertunduk lesu, lunglai. 

Berikutnya, Jerman. Juga jadi korban "bola itu bundar". Bernasib sama dengan Argentina, Jerman yang sudah empat kali juara Piala Dunia pun ditekuk Jepang, juga dengan skor 2-1.

Argentina dan Jerman serupa nasib buruknya. Sama-sama unggul di babak pertama. Namun keadaan berbalik, mereka justru menjadi pecundang di babak kedua. 

Bagi Arab Saudi, kemenangan itu sudah serasa juara Piala Dunia. Betapa tidak, catatan terbaik Arab Saudi di ajang Piala Dunia, hanya sampai 16 besar. Tiba-tiba mampu mengalahkan sang juara dunia. 

Begitupula Jepang. Kemenangan itu luar biasa. Orang Osaka, Jepang, bilang "mecca suge".... Luar biasa bangetlah... 

Soalnya, prestasi tertinggi Jepang di arena Piala Dunia hanya sebatas 16 besar tiga kali yaitu pada tahun 2002, 2010, 2018. Lalu di luar dugaan, menaklukkan Tim Panser. Kejutan, kan. 

Iran juga menggetarkan dunia dengan mengalahkan Wales 2-0. Bahkan di babak terakhir permainan. 

Korea Selatan pun seolah tak mau ketinggalan unjuk gigi bersama sebangsa Asia-nya. Tim negeri ginseng itu bermain imbang 0-0 dengan juara dunia dua kali, Uruguay. 

Kekalahan tim juara dunia itu, Argentina dan Jerman, juga Uruguay, memang bukanlah kiamat. Masih ada waktu untuk memperbaiki catatan buruk itu. Masih ada peluang membalikkan keadaan. Pameo bola itu bundar, tetap masih berlaku. 

Ya bola itu bundar, juga adalah kata kunci yang pas bagi para pengamat sepakbola, manakala hasil amatannya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Karena dirobek faktor "bola itu bundar".