KOLOM ANDI SURUJI: The Dreamers Morocco Make It Happen

Sofiane Boufal bersama sang ibu - (foto by @fifaworldcup/instagram)

LOOK who we are

We are the dreamers

We make it happen

'Cause we believe it... 

Lihat siapa kita

Kita adalah para pemimpi

Kita membuatnya terjadi

Sebab kita meyakininya... 

Ya rasanya seperti syair lagu Piala Dunia itulah performa anak-anak Maroko. Seolah lagu itu mengiringi setiap tarikan nafas mereka di lapangan. Walau ditelan gemuruh suara puluhan ribu suporter. 

Dalam setiap langkah, sepakan, sundulan. Juga dalam jatuh bangunnya di lapangan. Ketika akhirnya mereka membuktikan dapat meruntuhkan kebesaran Portugal. Menumbangkan nama besar megabintang Cristiano Ronaldo.

Dan lihatlah Sofiane Boufal berdansa bersama sang ibu. Juga Singa Atlas lainnya, yang terlebih dahulu sujud ke tanah lapang. Merendahkan diri dan bersyukur. Bersama ribuan suporter, merayakan kemenangan para pemimpi. Bersalawat, melantunkan puja-puji bagi Nabi Muhammad. 

Ronaldo pun menangis. Membawa luka hati, duka lara yang menyesakkan dada. Merasakan pahitnya kekalahan. Tak ada lagi selebrasi dan teriakan siuuuuu.... 

Dalam pasar taruhan, Maroko tim underdog. Banyak pengamat, pencinta bola menjagokan Portugal. Di atas kertas memang demikian. Singa Atlas terancam pembantaian. 

Tetapi Maroko "on fire", setelah berhasil memulangkan Spanyol, juara dunia satu kali. Justru merekalah yang membuat frustrasi Ronaldo cs. Betapa solid pertahanan yang mereka bangun. Sulit ditembus.

Penjaga gawang Maroko, Yassine Bounou pun seperti menggenggam Surah Yasin, bacaan Alquran pelindung diri bagi orang muslim. Ia selalu dalam posisi tepat menangkap bola. Sontekan berbahaya Ronaldo dalam kemelut di mulut gawang, ditangkapnya dengan baik. Dipeluknya erat bola itu. Tak ubahnya menjaga Alquran dalam pelukan dan cinta. 

Malaikat pun seolah turut menjaga Bounou dan gawang Maroko. Satu serangan krusial Portugal kandas. Bola membentur mistar gawang. Menyelamatkan Maroko dari kebobolan. 

Cuma dua itu serangan Portugal yang mengancam gawang Yassine Bounou. Yassine pun mengundang simpati. Senyum seperti selalu menghias wajahnya. 

Seperti itu kita lihat. Manakala ia setiap kali menangkap bola, dan disorot close up kamera. Seolah mengirim pesan, memberi motivasi dan kepercayaan diri yang tinggi. Bagi dirinya sendiri, maupun teman-temannya. Sekaligus pesan psikologis bagi lawan, bahwa Bounou tidak gentar menghadapi dan menghalau seranganmu. Serangan maut megabintang sekelas Ronaldo sekalipun. 

Juru-juru kamera canggih pun senantiasa sigap menyorot dekat anak-anak yang mengangkat tangan, mulut komat-kamit. Berdoa sebelum memasuki lapangan, mengganti pasukan gurun yang kewalahan mengatasi serangan Portugal.

Unggul satu gol, lewat sundulan Youssef En-Nesyri yang memenangkan perebutan bola di udara, Maroko memilih bertahan. Sesekali membangun serangan balik, yang cukup efektif mengancam gawang Portugal. 

Memang, tidak ada pilihan lain bagi Portugal, kecuali menyerang habis-habisan. Butuh dua gol untuk mematahkan langkah Maroko melaju ke semifinal. 

Ronaldo dimasukkan memperkuat daya serang Portugal di babak kedua. Tetapi Maroko bertahan total. Serangan Portugal semakin gencar. Mengurung area pertahanan Maroko. Namun tidak ada yang efektif terkonversi menjadi gol.

Maroko bernasib baik saja? Ya, okelah disebut begitu. Itu kata kunci para pencinta Portugal yang kecewa dan frustrasi. 

Tetapi bukankah nasib baik juga memang harus disertai usaha dan doa. Tidak ada kemenangan tanpa perjuangan. Sesuatu yang ingin dimenangkan haruslah diperjuangkan. Dengan keras, disiplin ketat, dan motivasi tinggi serta keyakinan kuat. 

Kecuali berikhtiar habis-habisan memperjuangkan kemenangan dan mempertahankan setiap jengkal wilayah pertahanan di lapangan, doa-doa ibu Maroko di tribun penonton pun tak putus-putusnya dipanjatkan. Menembus langit, membuktikan di atas langit masih ada langit. 

Betapa tidak, Maroko harus bertarung dengan 10 pemain sejak menit ke-90+2 setelah Walid Cheddira mendapat kartu kuning kedua. Unggul jumlah pemain, Portugal terus membombardir pertahanan Portugal. 

Weh, justru Maroko yang nyaris mencetak gol kedua di menit ke-90+5. Mereka semakin disiplin menjaga area pertahanannya. Setiap serangan dihalau dengan baik. 

Sementara ibu-ibu mengiringi doa-doa tulus buat anak-anak mereka yang berjuang di lapangan. Habis-habisan menegakkan harga diri mereka. Mengangkat harkat Afrika di panggung sepakbola dunia. 

Jangan remehkan doa ibu.... Pelatih Maroko Walid Redragui, bersama anak-anak Singa Atlas menunjukkan sikap dan perilaku Islaminya. Menciumi keluarga, terutama ibu-ibu mereka selepas pertandingan. Menjunjung tinggi harkat kaum ibu dan perempuan, di tengah mencuatnya isu LGBT yang diusung tim-tim Barat. 

Maroko digelari Singa Atlas. Maka di atas atlas (peta) sepakbola dunia, singa-singa gurun itu menancapkan prestasi terbaiknya. Mengubah catatan sejarah. Maroko, mengukir abadi, tim negara Afrika pertama yang mencapai babak semifinal Piala Dunia. 

Di Stadion Al Thumama, Doha, Qatar, Sabtu malam, sejarah itu diukir manis. Disaksikan langsung puluhan ribu pasang mata, dan jutaan bahkan hitungan miliar di seluruh dunia. 

Ya, itu sejarah besar. Baru terjadi, sejak Piala Dunia FIFA dimulai di Uruguay tahun 1930  atas prakarsa Presiden FIFA saat itu, Jules Rimet.

Esok, Maroko akan menghadapi Perancis di babak semifinal. Juara dan peraih Piala Dunia dua kali. Di grup sebelah, Kroasia akan menantang juara dunia dua kali Argentina. 

Akankah Maroko dan Kroasia masih akan berlanjut mempertontonkan keajaiban dan menyuguhkan kejutan. Akan lahirkah juara dunia baru antara Maroko dan Kroasia. Atau, masih milik sang juara, antara Argentina dan Perancis. 

We are the dreamers, we make it happen. 'Cause we believe it.... 

Para pemimpi akan membuktikan impiannya karena keyakinannya... 

Karena itulah, Piala Dunia Qatar 2022 memang penuh kejutan.