Belajar Malu dari Utsman bin Affan, Sahabat Rasulullah yang Disegani Para Malaikat

Ilustrasi : Utsman bin Affan - (design by int)

KEADILAN dan kesejahteraan adalah dua hal yang sangat diinginkan umat. Baik itu dalam berwarga negara ataupun dari hal bermasyarakat. Dua hal itu terwujud jika nilai-nilai kepribadian seseorang sudah benar dan sesuai dengan tuntunan yang diajarkan agama. 

Pembenaran kepribadian atau akhlak harus dimulai dari hal terkecil salah satunya mempunyai rasa malu. Mengapa rasa malu harus ditimbulkan?  Karena dari rasa malu itulah bisa mencegah seseorang berbuat ketidakadilan. 

Dalam hal ini banyak kejadian dan peristiwa yang sering terjadi. Ketidakadilan yang menjalar ke masyarakat luas akibat dari sekelompok masyarakat yang tidak mempunyai rasa malu. Tidak punya rasa malu atas apa yang telah diperbuat dan seakan-akan menutup mata dengan aib yang ia timbulkan.

Bicara tentang hal malu, kita bisa merujuk dan mengambil pelajaran dari sahabat Rasulullah Nabi Muhammad SAW, Utsman bin Affan yang sekaligus sebagai Khalifah ar-Rasyidin. Beliau merupakan khalifah yang ketiga menggantikan khalifah Umar bin Khattab. 

Khalifah Ustman dikenal banyak memiliki keutamaan dan kemuliaan di antaranya lemah lembut, budi pekerti yang baik. Beliau juga termasuk sahabat Rasulullah yang diunggulkan dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan diberi anugerah kekayaan yang berlimpah, menjadikan Utsman sebagai salah satu penyokong dakwah Nabi Muhammad SAW.

Ketakwaannya kepada Allah menjadikan kepribadiannya senang berinfaq dan beramal tanpa hitungan. Dan sahabat Nabi Muhammad SAW yang satu ini dikenal selalu menghabiskan siangnya untuk berpuasa dan malam harinya dengan menegakkan shalat. Namun yang paling dikenal dari tabiatnya yaitu pemalu atau lebih tepatnya memiliki rasa malu yang paling besar. Kemuliaan itu hingga membuat Allah dan Rasul terkesima kepadanya.

Dalam sebuah riwayat Imam Muslim diceritakan, bahwa suatu ketika Rasulullah sedang tidur terlentang, kemudian datang Abu Bakar dan Ustman bertamu ke rumah beliau. Ketika Ustman meminta izin untuk masuk, Rasulullah segera menutup betisnya dan berkata “Bagaimana aku tidak merasa malu dengan orang yang malaikat pun malu kepadanya.” 

Dari sumber lain juga mengatakan bahwa Ustman ibn Affan dan ‘Aisyah, keduanya menceritakan, “Suatu ketika Abu Bakar meminta izin untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam- ketika itu beliau sedang berbaring di tempat tidur ‘Aisyah sambil memakai kain panjang istrinya. Beliau mengizinkan Abu Bakar dan beliau tetap dalam keadaan semula. Abu Bakar lalu mengutarakan keperluannya lalu pergi. 

Setelah itu datanglah Umar ibn Khattab r.a meminta izin dan beliau mengizinkannya masuk sedang beliau masih dalam kondisi semula. Umar mengutarakan keperluannya lalu setelah itu ia pun pergi. Ustman ibn Affan berkata: “Lalu saya meminta izin, beliau lalu duduk”. Lalu kuutarakan keperluanku lalu saya pergi. “Aisyah lalu berkata: “Wahai Rasulullah, tindakanmu terhadap Abu Bakar dan Umar radhiallahu “anhuma kok tidak seperti tindakanmu pada Utsman? Rasulullah SAW lalu menjawab: Sesungguhnya Ustman adalah seorang orang yang pemalu dan saya khawatir jika dia kuizinkan dan saya dalam keadaan demikian, dia lalu tidak mengutarakan keperluannya.

 

Ditulis oleh: Ahmad Qori, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tulisan ini telah dimuat di https://www.kiblat.net