KOLOM ANDI SURUJI : Ilmu Bikin Pintar, Pengalaman Membuat Bijak

KELUARGA besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin merayakan hari jadi ke-74, Sabtu (22/10/2022) di komplek fakultas Kampus Tamalanrea, Makassar.

Alumni dari seluruh angkatan hampir semuanya terwakili. Berbaur dalam acara yang dikemas santai dengan suasana kekeluargaan. 

Tak ubahnya reuni akbar. Ada pejabat negara, politisi, pengusaha, pejabat BUMN, profesional berbagai bidang profesi. Para alumni tergabung dalam Ikatan Keluarga Fakultas Ekonomi (Ikafe) Unhas.

Dulu memang bernama Fakultas Ekonomi. Belakangan, menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Sesuai kebutuhan dan tuntutan stakeholder. 

Fakultas Ekonomi Unhas punya cerita dan sejarah sendiri. Awalnya merupakan filial dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 

Proklamator dan Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta, pernah bolak balik mengajar mahasiswa ekonomi di sini. Salah satu mahasiswanya, era itu, ialah Muhammad Jusuf Kalla, yang kemudian berhasil menjadi pengusaha, menteri, lalu Wakil Presiden dua kali dengan Presiden yang berbeda dan periode yang berbeda pula.

Jusuf Kalla dalam buku "JK Ensiklopedia" yang saya termasuk penulisnya (2012) menceritakan, dia menjadi semacam sekretaris Bung Hatta. Menjemput dan mengantar kalau Bung Hatta datang mengajar. Mencatat dan membuat resume kuliah.

Boleh jadi faktor kedekatan dengan Bung Hatta itu yang membentuk watak JK menjadi sosok yang senantiasa lebih mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan. 

Salah satu agenda Dies Natalies ke-74 ialah peresmian ruangan senat Prof Dr Kustiah Kristanto. Ibu Kustiah, begitu dosen dan kami mahasiswa memanggilnya, merupakan dekan fakultas perempuan pertama di Unhas dan bahkan di Indonesia. 

Waktu itu, Ibu Kustiah masih bergelar Doktor. Ia memimpin Fakultas Ekonomi dari tahun 1981 sampai 1988.

Di ruangan itulah saya dan sejumlah teman mahasiswa (sekarang alumni) berbagai angkatan, yang dulu dekat dengan Ibu Kustiah berfoto dengan latar belakang foto Ibu Kustiah mengenakan toga, yang terpajang pada dinding ruangan.

Silih berganti kami mengenang ibu Kustiah. Bagi kami, Ibu Kustiah adalah sosok pemimpin yang sangat keibuan, guru yang demokratis, dan figur motivator. 

Era Prof Kustiah dekan, lahir sebuah organisasi mahasiswa ekonomi tanpa bentuk. Setidaknya tidak mengikuti bentuk dan struktur organisasi resmi mahasiswa, seperti organisasi senat mahasiswa, organisasi mahasiswa sejurusan. 

Namanya Ec' Spirit. Tak lebih dari organisasi paguyuban, yang menghimpun semua angkatan. Dari angkatan 1979 hingga 1980-an.

Muncul suara sumbang, menilai Ec' Spirit adalah kelompok mahasiswa borjuis, himpunan anak pejabat, orang kaya. Golongan The Have. Padahal, itu sama sekali tak mendasar. Hanya saja satu visi, satu misi, satu jiwa. Buktinya, saya juga diterima dan diberi peran, walaupun saya dari keluarga sederhana dari kampung yang jauh dari Makassar. 

Kecemburuan aktivis mahasiswa terhadap Ec' Spirit tak terelakkan. Betapa tidak, Ec' Spirit sangat dinamis, berbagai kegiatan dilakukan. Tanpa pernah meminta dana dari Fakultas. Paling tinggi minta piala, kalau ada kegiatan lomba. 

Ec' Spirit mandiri, membiayai kegiatan dari pendanaan swadana dan swadaya, saweran. Kami bisa studi komparatif ke Jakarta, Padang, Medan, sampai Aceh dengan swadana. 

Kami mencari dana kegiatan dengan membuat kegiatan yang menghasilkan uang. Bukan menyodorkan proposal untuk meminta uang tunai. Contohnya, membuat bazaar berjalan, jual kupon makanan kepada keluarga dan kenalan. Pada hari H, kami sendiri yang mengantarkan orderan itu. Kami dapat untung. 

Boleh jadi kemandirian itulah yang membuat Ibu Kustiah membiarkan Ec' Spirit tetap eksis di Fakultas Ekonomi. Kegiatan kemahasiswaan yang produktif makin beragam. Senat dan himpunan jurusan juga memiliki agenda kegiatan yang banyak. 

Ibu Kustiah demokratis, membiarkan Ec' Spirit eksis, memberi ruang kreativitas mahasiswa yang bermanfaat bagi bekal perjalanan hidupnya kelak. 

Mahasiswa angkatan tahun 1979, Rini Riatika Djauhari, salah satu pendiri Ec' Spirit, mengenang cerita antara dia dan ibu Kustiah. 

"Bu, saya mau bawa teman-teman ini pergi studi komparatif," ujar Rini minta izin. 

"Kamu mau bawa ke mana teman-temanmu?" kata Ibu Kustiah. 

"Kami mau ke Padang, Universitas Andalas," ujar Rini.

"Bagus itu. Di sini kalian menuntut ilmu. Ilmu itu membuat kalian pintar. Kalau kalian pergi ke luar sana, kalian melihat, meminum air di kampung orang, itu akan memberimu pengalaman. Pengalaman itu, itu membuat kita bijak," ungkap Rini menirukan nasihat Ibu Kustiah.

"Lantas apa modalmu?" 

"Modal saya semangat Bu," ujar Rini spontan. 

"Saya suka itu. Semangat," katanya. 

Di akhir perjumpaan itu, Ibu Kustiah berpesan kepada Rini : itu ada honor Saya, kamu ambil pakai untuk kegiatan mencari uang," 

Begitulah anak-anak Ec' Spirit. Penuh semangat, mandiri, kreatif, membentuk watak mahasiswa yang tidak berpikir instan. Anak-anak Ec' Spirit umumnya berhasil dalam karier yang dipilihnya selepas kuliah. 

Terngiang pesan Ibu Kustiah. Ilmu membuatmu pintar, pengalaman membuatmu bijak. Semoga pesan itu berwujud amal jariah bagi Prof Dr Kustiah Kristanto.