Mengenal Lebih Dekat 'Societeit de Harmonie' yang Sarat Sejarah

Gedung Kesenian Sulsel -Societeit de Harmonie / foto: Achmad

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Societeit de Harmonie yang familiar dengan nama Gedung Kesenian ini dibangun pada tahun 1896. Gedung yang berada di Jalan Riburena ini hadir dengan nuansa arsitektur Eropa abad XIX yang kemudian menjadi saksi bagaimana kehidupan seni dan budaya di kota Daeng.

Awalnya gedung ini merupakan tempat bertemunya bagi perkumpulan dagang yang datang dari Belanda pada masa Kolonial. Tempat ini juga digunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu  pemerintah Belanda yang saat itu menjajah Indonesia. Tamu yang datang kemudian berdansa sebagai wujud kebahagiaan akan jamuan yang disajikan kala itu.

Pada masa pendudukan Jepang (1942 - 1945), tempat ini kemudian dipakai sebagai pertujukan seni. Sepeninggal pendudukan Jepang, tidak lantas membuat grup-grup kesenian lokal leluasa untuk menampilkan seni di tempat ini.

Pasalnya, Gedung Kesenian ini dikuasai oleh golongan tertentu yang mempunyai pengaruh di Makassar. Prihatin dengan keadaan seniman kala itu, Gubernur Sulawesi saa itu, Andi Pangerang Pettarani, memberikan perhatian serius dan alhasil berhasil mengambil alih gedung ini.

Setelah kemerdekaan, gedung ini mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai kantor dan tempat pertunjukan. Namun, penggiat seni nampaknya menginginkan gedung ini sepenuhnya untuk pertunjukan seni yang tentunya dengan penambahan sarana pendukung.

Gedung yang mempunyai luas 55,7 x 42,5 meter ini telah mengalami beberapa kali tahap renovasi tanpa menghilangkan kekhasannya jika dilihat dari luar. Namun tampilan dalamnya yang sekarang berbeda dari sebelumnya. Sekarang telah dilengkapi ruang pertunjukan lengkap dengan lighting, sound system, serta set panggung dan 204 kursi berjejer layaknya biokop.

Sayangnya, tempat ini sangat jarang menjadi tujuan edukasi untuk mengenal sejarah karena sudah kental sebagai gedung pertunjukan. Berbeda dengan benteng Fort Rotterdam yang menyediakan guide terhadap pengunjung untuk mengenal sejarahnya lebih dalam.

"Kalau guide belumpi ada, ini saja berdua ja yang kelola langsung di lapangan," ucap Alam (38), pengelola yang ditemui di ruangannya, Jumat (30/11/2018).

Bunga (20), warga Makassar, mengaku baru pertama mendatangi tempat ini. Ia mengaku datang bersama rekannya untuk menyewa gedung itu.

“Baru pertemaka ke sini, mauka sewa gedung untuk inaugurasi," katanya.

Saat ditanyai perihal sejarah gedung ini, dia geleng kepala. “Kalau sejarahnya tidak saya tahu. Setauku ini gedung untuk seniman menampilkan karyanya," ucapnya.

Kurangnya pemahaman atas sejarah bangunan ini menjadikan pengguna gedung acuh terhadap kebersihan dari Societeit de Harmonie yang seharusnya dirawat dan dijaga bersama.

Affandi (31), yang juga pengelola, menambahkan. “Kalau sudah acara di sini banyakmi itu sampah. Perilaku seperti itu miris apalagi ini tempat bersejarah, sudah adami tempat sampah disediakan baru tidak nakasi di situji sampahnya."


Salah satu pengelola Gedung Kesenian Sulsel, Affandi.

Edukasi akan situs sejarah seharusnya mendapat perhatian yang serius dari pihak terkait agar paradigma masyarakat tidak berubah terhadap situs sejarah Societeit de Harmonie yang lebih dikenal dengan fungsinya sebagai gedung pertunjukan. Pengguna gedung diharapkan bisa menggunakan fasilitas yang ada tanpa mengesampingkan bahwa bangunan ini sebagai situs bersejarah yang dilindungi dalam UU No 11 tahun 2010 dan Perda kota Makassar No 2 tahun 2013.(*/ Andi Achmad Khalid)