KOLOM ANDI SURUJI : Global Rem Stimulus, Gaskan Ekonomi Domestik

Ilustrasi mata uang Rupiah dan Dolar - (int)

BERBAGAI catatan penting dalam perekonomian nasional 2021 yang patut digarisbawahi sebagai pencapaian prestasi. Optimisme mewarnai ekonomi di tahun 2022, tetapi beberapa catatan patut diwaspadai. 

Pajak misalnya. Target setoran ke APBN dapat dipenuhi sebelum tahun fiskal berakhir. Kinerja aparat pajak dapat melampaui target. 

Per tanggal 26 Desember 2021, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mencatatkan jumlah neto penerimaan pajak Rp1.231,87 triliun. Dengan demikian, penerimaan pajak telah memenuhi target yang diamanatkan APBN 2021 sebesar Rp1.229,6 triliun.

Di sektor finansial, pasar modal tampaknya lebih berkilau. Hampir seluruh indikator pasar menunjukkan peningkatan yang signifikan. 

Sebagai gambaran, per 29 Desember 2021, IHSG berada di level 6.600,68 atau meningkat 10,40 persen secara year to date (Ytd) atau dari posisi awal tahun. Bahkan pada triwulan IV, tepatnya di 22 November 2021, IHSG sempat menembus rekor baru di level 6.723,39, melampaui IHSG sebelum terjadinya pandemi.

Sementara itu, kapitalisasi pasar saham per 29 Desember 2021 mencapai Rp8.275 triliun atau meningkat 18,72 persen secara Ytd. Aktivitas perdagangan juga mencatatkan rekor-rekor baru. 

Dari sisi suplai, melalui penawaran umum untuk 192 emisi mampu menghimpun dana sebesar Rp358,43 triliun.

Pada sisi lain sektor moneter, seperti inflasi tetap terjaga. Kurs rupiah terkendali. Suku bunga pun demikian. Kinerja ini memungkinkan perekonomian bergerak memacu pertumbuhannya. 

Pada sektor riil, ekspor Indonesia juga mencatat kinerja yang cukup baik dengan peningkatan signifikan. Bahkan pernah nilai ekspor bulanan mencatat tertinggi.

Kinerja itu membuka ruang bagi kita untuk optimistis menatap prospek perekonomian tahun depan. Akan tetapi tentu saja dengan beberapa catatan. Baik mengenai faktor internal domestik maupun faktor eksternal. Ekonomi dunia bak bejana yang saling berkorelasi dan berkolaborasi. Indonesia terkoneksi pula dalam bejana tersebut. 

Dengan pengurangan stimulus ekonomi global, khususnya negara-negara perekonomian maju, itu berpotensi melemahkan permintaan akan barang dari negara lain. 

Indonesia yang mengandalkan ekspor komoditas sebagai salah satu komponen mesin perekonomian pun tentu akan terpengaruh. Karena itu ekonomi domestik harus digenjot. 

Sektor-sektor ekonomi domestik yang dipandang berpotensi berkontribusi signifikan menyangga pertumbuhan ekonomi, antara lain pariwisata. Apalagi sektor ini menjadi lokomotif sejumlah bisnis di bawahnya.

Pemerintah di daerah perlu lebih kreatif dan inovatif mendandani obyek-obyek wisata unik di wilayahnya. Pemerintah pusat diharapkan menambah dosis insentif untuk keperluan tersebut. 

Pengembangan pariwisata daerah pasti akan mengungkit perekonomian daerah. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) akan bermunculan dan bertumbuh dengan segala kreativitas dan inovasi pelakunya. Terbukti selama pandemi Covid-19 UKM seperti jamur bertumbuhan di musim hujan. Kekuatan di balik kesulitan. 

Pemerintah pusat dan daerah perlu kerja lebih keras untuk mensinkronkan langkah-langkahnya. Ibarat pemerintah pusat (APBN) dan daerah (APBD) satu set roda gila yang menggerakkan mesin ekonomi, putarannya harus disetel terus-menerus supaya kian seirama. Sinkronisasi itu seperti fine tuning. 

Belanja APBN dan APBD harus dipercepat. Jangan terlambat sampai kehilangan momentum. Pada satu sisi pemerintah daerah mengeluh kucuran anggaran tersendat, sementara pemerintah pusat menuding daerah lambat mengeksekusi anggaran. 

Akibatnya, anggaran bertumpuk di akhir tahun. Digenjotlah belanja menjelang finis. Tak jarang dilakukan secara ngawur dan asal-asalan. Bahkan sering manipulatif.

Ekonomi domestik 2022 berpotensi menggelinding kencang jika pandemi Covid-19 semakin terkendali. Meski varian baru terus bermunculan, pengendalian dan mitigasi dampak pandemi tak boleh kendor. Namun jangan juga terlampau mengekang sampai ruang gerak pelaku ekonomi menjadi sempit dan kelewat ketat. 

Pada sisi lain lagi, otoritas moneter (BI) otoritas fiskal (Kemenkeu) dan otoritas keuangan  (OJK) dan otoritas sektor riil, perlu terus menyalakan seluruh instrumen detektor gerak pasar global dan domestik. Gerak dinamis perekonomian global dengan segala macam tantangan, termasuk ancamannya, dapat dengan cepat meronrong perekonomian regoinal dan nasional.

Sinkronisasi gerak (fine tuning) kebijakan sektoral menjadi gerak bersama, selaras dan seirama akan banyak membantu daya ungkit perekonomian mencapai performa yang lebih baik. 

Kita menghadapi realitas-realitas baru dalam perekonomian, juga dalam hal masalah kesehatan. Cara, pola, dan gaya hidup baru warga dunia pun terus berubah secara cepat dan masif. 

Karena itu, kebijakan perekonomian untuk kesejahteraan rakyat berhadapan dengan persoalan mengutamakan keselamatan jiwa rakyat menghadapi pandemi Covid-19 yang masih belum pasti ujungnya.