Bahaya Mengintai, Pekerja Informal di Sulsel Kian Membengkak

Buruh di Pelabuhan Paotere, Makassar - (Dok. CELEBESMEDIA.ID)

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Risiko ketenagakerjaan di Sulawesi Selatan semakin tinggi. Salah satu indikator penyebabnya, semakin besarnya jumlah pekerja sektor informal ketimbang pekerja formal.

Menurut penelusuran CELEBESMEDIA dari data ketenagakerjaan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 2.631.086 orang (63,24 persen) pada Agustus 2021, bekerja pada kegiatan informal.

Jumlah itu merepresentasikan sebesar 63,24 persen dari jumlah total penduduk yang bekerja sebanyak 4,16 juta orang.

Pada posisi Agustus 2020, pekerja di sektor informal berjumlah 2.573.173. Angka itu mengambil porsi 64,22 persen dari total 4.006.620 orang yang bekerja.

Data komparasi itu menunjukkan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal semakin membesar, walaupun persentasinya menurun.

Kondisi itu berisiko tinggi karena jika terjadi sedikit saja gangguan dalam perekonomian, dengan sangat mudah mereka jatuh miskin. Seketika mereka masuk kategori setengah menganggur.

Jika durasi gangguan perekonomian berlangsung agak lama, tidak tertutup kemungkinan mereka masuk dalam barisan panjang kaum pengangguran. Risko lanjutan, angka kemiskinan membengkak pula.

Menurut terminologi dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, pekerja di sektor kegiatan informal ialah mereka yang bekerja tanpa tanpa relasi kerja. Artinya, tidak ada perjanjian kerja yang mengatur elemen-elemen kerja, upah, dan kekuasaan.

Pada satu sisi, kondisi ketenagakerjaan itu ada baiknya. Ia menjadi katup pengaman kemiskinan di tengah sulitnya lapangan kerja formal. Akan tetapi, di sisi lain cukup besar risikonya, seperti disebutkan di atas.

Contohnya, ketika serangan virus Covid-19 meluas jadi pandemi. Perekonomian terhempas ke dalam jurang resesi.

Bagaimana korelasinya? Data terakhir BPS menunjukkan, terdapat 565.541 orang (8,30 persen penduduk usia kerja) yang terdampak Covid-19. Dari jumlah itu, paling banyak dari kalangan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19, yakni 455.299 orang.

Mereka yang jatuh ke dalam status pengangguran karena Covid-19 sebanyak 50.028 orang. Tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 38.915 orang. Sementara kategori Bukan Angkatan Kerja (BAK) hanya 21.299 orang.

Pada Agustus 2020, enam bulan setelah Covid-19 merebak, terdapat 801.276 orang yang terdampak Covid-19 atau 11,88 persen. Terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (61.148 orang), BAK karena Covid-19 (21.289 orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (61.309 orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (657.530 orang).

Kalaupun kondisi ketenagakerjaan, terutama sektor informal yang berisiko relatif tinggi, sudah mulai pulih seiring membaiknya perekonomian, tetapi ia telah meninggalkan luka kemakmuran yang masih menganga. Perlu waktu lama memulihkan sepenuhnya.