KOLOM ANDI SURUJI: PMI, Integritas dan Humanisme Jusuf Kalla
EMPAT belas tahun silam, tepatnya minggu kedua dan ketiga Oktober 2010, saya diajak Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla ikut rombonganya berkunjung ke Jordania, Israel, dan Palestina.
Sepanjang penerbangan, saya diliputi berbagai pertanyaan. Perjalanan ini akan memasuki wilayah konflik. Akan tetapi Pak JK yang mantan Wakil Presiden tanpa pengawalan Paspampres. Padahal sesuai aturan protokoler kenegaraan, Pak JK seharusnya dikawal Paspampres.
Meskipun Pak JK kita kenal sebagai tokoh sentral dalam berbagai penyelesaian konflik di Tanah Air, paling fenomenal solusi konflik dengan GAM di Aceh, tetapi ini tanah Palestina. Wilayah okupasi Israel yang merupakan arena konflik terpanas di dunia. Bisa tiba-tiba ada peluru nyasar, pikirku.
Rombongan PMI dipimpin langsung Pak JK. Ada juga Sekjen PMI Budi Adiputro, Wakil Sekjen Rapiuddin Hamarung, Staf PMI Irman Herman, relawan PMI Egy Massadiah, dan Adam Suryadi staf pribadi Pak JK. Pak Aksa Mahmud, mantan Wakil Ketua MPR juga termasuk delegasi kemanusiaan ini.
Delegasi pada waktu itu akan mengikuti acara 6th Annual Partnership Meeting Palestine Red Crescent Society (PRCS) di Albireh, Palestina. Acara ini diselenggarakan bulan sabit merah Palestina untuk mempertemukan pengurus organisasi sejenis dari berbagai negara yang selama ini memberikan dukungan bagi PRCS.
Ternyata, PMI sendiri baru pertama kalinya diundang. Undangan itu terkait bantuan PMI Rp 1 miliar kepada PRCS, ketika Chairman PRCS Younis Al Khatib berkunjung ke Indonesia dan bertemu JK di Jakarta sekitar dua bulan sebelumnya. Adanya donasi itu baru saya tahu setelah Younis mengumumkannya secara terbuka dalam forum.
Setelah dari Palestina, delegasi PMI juga menghadiri 8th Asia Pacific Conference - International Federation Red Cross and Red Crescent Societies, 17-20 Oktober di kawasan wisata Laut Mati, Jordan Valley, Amman, Jordania.
Kehadiran JK dalam forum ini, selain dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PMI, juga karena sekitar bulan Juli 2010 dalam pertemuan palang merah dan bulan sabit merah se-ASEAN di Jakarta, JK ditunjuk sebagai koordinator palang merah dan bulan sabit merah se-ASEAN, yang dituangkan dalam Deklarasi Jakarta.
Perjalanan dari Jordania ke Palestina lewat darat sangat dramatis dan mencekam. Terutama saya, yang baru pertama kali memasuki wilayah konflik. Berulang kali jadwal keberangkatan dari Wisma Indonesia, kediaman Dubes RI berubah. Sebentar-sebentar diundur, dimajukan, diundur lagi. Tidak ada kepastian. Staf Kedubes sibuk melakukan kontak dengan koleganya. Dan tibalah waktu yang fix.
Di check point perbatasan Jordania-Palestina-Israel kami disambut dua pihak, utusan PRCS dan perwakilan Magen David Adom (MDA) Israel, yaitu organisasi semacam palang merah dan bulan sabit merah.
Karena tujuan pertama ke Albireh, wilayah Palestina maka urusan PRCS lah yang menemani kami. Sepanjang perjalanan, berulang kali kami menjalani pemeriksaan oleh tentara Israel yang bersenjata laras panjang.
Semua anggota delegasi PMI, termasuk Pak JK menginap di wisma PRCS. Bukan di hotel. Mungkin memang lebih aman di wisma ini dibanding tempat lain. Apalagi Albireh kota kecil, tidak ada hotel mewah.
Usai acara PRCS, kami melanjutkan perjalanan ke Jerussalem dan Tel Aviv. Di salah satu hotel di Tel Aviv, Pak JK disambut Chairman Magen David Adom Israel, Noam Yfrach. Mereka hanya ngobrol di lobi. Ternyata Noam mengajak Pak JK kembali ke Jerussalem untuk mengunjungi fasilitas-fasilitas MDA yang canggih.
Mengunjungi fasilitas-fasilitas MDA, menurut Pak JK adalah salah satu cara dia mendapatkan informasi mengenai teknologi canggih yang ditetapkan MDA dalam mengelola organisasi dengan tugas kemanusiaan itu. Terutama bagaimana mengolah dan mengelola darah yang menjadi tugas utama dan tanggung jawab kemanusiaan PMI.
Usai pertemuan singkat itu, Pak JK mengajak shalat jumat di Masjid Aqsa. Juga mengunjungi Dome yang di dalamnya terdapat batu dan gua kecil yang diyakini umat Islam sebagai tempat start-nya Nabi Muhammad melakukan mi'raj untuk menerima perintah shalat.
Usai beberapa jam mengunjungi kompleks Masjid Al Aqsa, kami kembali ke Albireh. Tidak melewatkan kesempatan mampir ziarah ke pemakaman pejuang Palestina, pimpinan PLO Yasser Arafat.
Di Tanah Air berita kunjungan Pak JK ke Yerussalem dan pertemuan dengan Chairman MDA menjadi berita agak heboh di Jakarta. Informasinya sekelompok mahasiswa berunjuk rasa memprotes Pak JK karena Indonesia dan Israel tidak ada hubungan diplomatik. Apalagi Pak JK sebagai mantan Wapres.
Ketika informasi itu saya sampaikan, Pak JK senyum-senyum saja. "Oh begitu... Kau tulis berita lagi. Jauh sebelum mereka itu lahir, saya sudah memperjuangkan Palestina," katanya.
"Kita ini bukan kunjungan diplomatik atau kunjungan resmi kenegaraan. Tidak ada urusan politik. Ini kunjungan kemanusiaan".
Betul! Kunjungan Pak JK ke Palestina merupakan bentuk nyata support moral maupun materi kepada PRCS yang mengurusi masalah kemanusiaan di Palestina yang tercabik-cabik dengan okupasi bersenjata oleh Israel.
Perjalanan berisiko tinggi, semisal tiba-tiba ada serangan bersenjata, tanpa pengawalan Paspampres, tentu jiwa taruhannya. Tetapi rasa kemanusiaan (humanisme) Pak JK lebih transendental memicu keberaniannya ketimbang risiko pertaruhan nyawa itu. Itu semua karena keikhlasan mengurus PMI.
Selain ketulusan yang murni, integritas Pak JK mengurus PMI juga tak dapat diragukan secuil pun. Walau di sana ada potensi besar moral hazard untuk menangguk keuntungan pribadi yang amat menggiurkan.
Ketika rombongan menginap di hotel dan resort di pinggir Laut Mati, Amman, dimana kegiatan 8th Asia Pacific Conference - International Federation Red Cross and Red Crescent Societies digelar, Pak JK tak dapat menahan marah kepada jajaran Kedubes Jordania. Gara-garanya kamar hotel yang disediakan protokoler Kedubes untuknya terlalu besar dan luas.
Artinya mewah dan tentu saja mahal. Padahal sebagai mantan Wapres, ia sangat layak dan pantas mendapatkan pelayanan maksimal sebagai bentuk penghormatan.
"Ini PMI organisasi yang disumbang-sumbang orang. Tidak pantas kalau PMI disumbang orang, lalu kita menikmati fasilitas dan kemewahan seperti ini. Ganti kamar itu," katanya dengan nada marah di lobi hotel di hadapan jajaran kedubes.
Itulah Pak JK. Integritasnya tdk bisa ditawar. Jika ada segelintir orang yang berambisi mendongkelnya dari PMI, mereka harus punya track record integritas yang lebih tinggi dari Pak JK. Apalagi kalau dengan cara jorok dan politisasi tak bermartabat. PMI bisa didagangkan atau hanya akan menguras potensi sumber daya yang dimiliki PMI untuk kepentingan individu atau kelompok. Kemanusiaan transenden sebagai misi utama yang suci PMI terancam.