Mengenal Ragam Budaya Kota Makassar

Rumah Tongkonan. (Foto: google.com)

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Kota Makassar yang dihuni masyarakat multietnis menyimpan beragam warisan kebudayaan dari masa lampau. Mulai dari tarian, manuskrip, ritus, seni pertunjukan, hingga kuliner.

Sebagai generasi penerus, sudah sepatutnya kita mengakui dan menghargai keragaman budaya masyarakat. Kamu mungkin sudah familier dengan sebagian kebudayaan masyarakat Makassar. Namun ada juga yang sudah mulai jarang ditemui, kecuali pada acara adat.

Yuk mengenal lebih dekat sepuluh objek pemajuan budaya Makassar beserta uraiannya di bawah ini

1. Anyaman bambu

Anyaman bambu merupakan serat bambu yang dirangkaikan hingga membentuk benda yang kaku. Biasanya untuk membuat keranjang atau perabot. Anyaman bambu juga bisa digunakan untuk dinding rumah khas masyarakat Bugis-Makassar yang disebut gamacca.

Pembuatan anyaman bambu membutuhkan keterampilan, keuletan, dan kreativitas.

2. Tari Pakarena

Tari Pakarena merupakan salah satu jenis tarian tradisional dari Makassar. Pakarena berasal dari bahasa Makassar, yakni 'karena' yang berarti main. Dengan prefiks 'pa' yang menandakan pelaku, 'pakaraena' merujuk kepada pemainnnya.

Dalam pementasannya tarian tradisional ini dimainkan oleh empat penari yang memakai baju bodo dan lipa' sa'be (sarung) serta kipas. Tarian ini diiringi alat musik gandrang (gendang ) dan puik-puik (sejenis seruling).

Pada masa lalu jenis tari klasik dengan gerakan indah dan unik ini dipertunjukkan sebagai salah satu media pemujaan kepada para dewa. Namun lambat laun fungsinya berubah menjadi media hibruran.

Yang disampaikan melalui tarian tersebut adalah kisah legenda seorang manusia dengan penghuni langit. Entah dewa atau pun bidadari kayangan memberikan pelajaran kepada manusia tentang cara-cara bertahan hidup di muka bumi, mulai dari mencari makan di hutan hingga bercocok tanam. Dari legenda tersebut kemudian tumbuh kepercayaan bahwa gerakan-gerakan yang ditampilkan oleh para penari merupakan ungkapan terima kasih kepada para penghuni langit.

3. Permainan rakyat paraga

Permainan tradisional orang Bugis-Makassar ini, biasanya dimainkan kaum muda, berupa pertunjukan kepiawaian memainkan bola dari rotan. Permainan ini sebagai hiburan dan penarik perhatian orang pada berbagai acara.

Orang yang memainkan tarian ini disebut Pa'raga, sedangkan cara memainkannya disebut Ma'raga. Permainan ini pada dasarnya berangkat dari gerakan-gerakan dasar seni bela diri. Paraga merupakan pertunjukan permainan bola raga yang dipindahkan dengan suka cita dari kaki ke kaki, kepala, atau tangan. Pertunjukan ini dimainkan dengan suka cita.

Paraga dimainkan tidak untuk di pertandingkan, melainkan sebagai atraksi unjuk kebolehan. Umumnya dimainkan secara beregu dengan jumlah anggota minimal 6 orang.

4. Walasuji

Walasuji berasal dari kata 'wala' yang berarti pagar atau penjaga dan 'suji' yang artinya putri. Berupa sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang bermotif belahan ketupat.

Menurut kepercayaan klasik Bugis-Makassar, terdapat sulappa appa (empat sisi) yang menyimbolkan susunan semesta, yakni api, air, tanah, dan angin. Konsep segi empat pada Wala Suji ini berpangkal pada kebudayaan yang memandang alam raya sebagai sulappa appa.

Biasanya wala suji ditempatkan pada bagian gerbang di sebuah acara perkawinan. Wala Suji merupakan karya seni rupa anyaman yang kini turut menjadi sebuah karya seni rupa sebagai hiasan.

5. Putu cangkiri

Putu cangkiri merupakan penganan khas Makassar yang menjadi warisan kuliner masyarakat setempat. Kue ini memiliki bentuk mirip sepertiga dari ukuran cangkir, sehingga diberi nama dengan nama putu cangkiri.

Putu cangkiri merupakan camilan sederhana yang dibuat dari tepung beras sebagai bahan dasarnya dan dicampur dengan beras ketan. Ada juga yang menambahkan gula merah.

6. Angngaru

Angngaru, dalam bahasa Makassar berarti bersumpah. Ini merupakan tradisi lisan yang dulunya merupakan ikrak yang diucapkan orang-orang Gowa. Sebuah tradisi yang biasanya diucapkan oleh abdi kepada sang raja atau pun sebaliknya.

Biasanya, seorang tubarani yang angngaru akan berlutut dengan posisi badan yang tegap. Di tangan kanannya terhunus badik. Menghadapkan wajah ke depan, dengan kemantapan hati, sebagai tanda kesetiaan.

Dulu angngaru dilakukan sebelum prajurit berangkat ke medan perang. Para prajurit terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah untuk mempertahankan wilayah kerajaan, membela kebenaran, dan tak akan mundur selangkah pun sebelum mengalahkan musuh yang dihadapi. Tradisi angngaru ini dapat membakar semangat dan jiwa ksatria prajurit sebelum berlaga di medan perang.

Dalam pementasannya, pelaku angngaru juga memainkan badik, senjata khas Sulawesi Selatan. Badik dianggap sebagai simbol penjagaan dan perlindungan. Pada masa sekarang, angngaru sering dipertunjukkan dalam kegiatan adat, kegiatan pemerintahan, maupun dalam penyambutan tamu kehormatan.

7. Mappetu Ada

Ini merupakan tradisi dalam prosesi lamaran adat Bugis. 'Mappetu' artinya memutuskan, sedangkan 'ada' berarti perkataan. Jika digabung, Mappettu Ada punya makna sendiri, yakni pengambilan kesimpulan dari bahasan dalam prosesi lamaran antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan.

Pada prosesi ini dilangsungkan lamaran, yakni pernyataan formal keluarga pihak laki-laki yang datang kepada pihak perempuan. Juga ditetapkan diterimanya lamaran, penentuan hari pernikahan,serta mahar yang akan ditebus untuk mempelai perempuan.

Pada acara mapettu ada akan dihadiri oleh keluarga laki-laki yang datang, yang dipercayakannya sebagai juru bicara dan pengambil keputusan. Lalu di pihak perempuan telah menunggu orang yang menjadi wali nikah bagi si perempuan minimal satu orang yang hadir. 

8. Maccera ‘Tasi’

Upacara Maccera' Tasi' merupakan sebuah ritual melepas sesajian ke laut. Ritual ini dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya. Khususnya bagi kalangan nelayan. 

Ritual ini sebagai simbol rasa syukur kepada sang pencipta, karena telah memberikan limpahan rezeki berupa hasil tangkapan laut yang cukup berlimpah, serta permohonan agar diberi keselamatan dalam menghadapi segala tantangan di laut pada saat proses penangkapan ikan.

9. Rumah Tongkonan

Rumah Tongkonan adalah rumah adat bagi masyarakat suku Toraja dan telah ditetapkan sebagai rumah adat Sulawesi Selatan. Rumah adat ini sangat terkenal bahkan sampai ke penjuru dunia karena keunikan arsitektur serta nilai nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.

Bagian atap menjadi bagian yang paling unik dari rumah adat Sulawesi Selatan ini. Atap rumah tongkonan berbentuk seperti perahu terbaling lengkap dengan buritannya. Ada juga yang menganggap bentuk atap ini seperti tanduk kerbau. Atap rumah tongkonan sendiri dibuat dari bahan ijuk atau daun rumbia.

10. Lontara

Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Namanya begitu karena dulu ditulis pada daun tumbuhan lontar sebelum ditemukannya kertas.

Aksara Lontara terdiri dari 23 huruf untuk Lontara Bugis dan 19 huruf untuk Lontara Makassar. Perbedaan Lontara Bugis dengan Lontara Makassar yaitu pada Lontara Bugis dikenal huruf ngka’, mpa’ , nca’, dan nra’. sedangkan pada Lontara Makassar huruf tersebut tidak ada.