Apa Itu Ittiba Al Hawa dan Dampaknya bagi Umat Muslim
CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Mengikuti hawa nafsu dan keinginan pribadi adalah perbuatan yang menghalangi ittiba dalam Islam, yang disebut ittiba al hawa dan dilarang oleh Allah SWT.
Ittiba berarti mengikuti. Menurut buku "Fiqh Dan Ushul Fiqh" karya Dr. Nurhayati, M.Ag., dan Dr. Ali Imran Sinaga, M.Ag., ittiba berarti mengikuti pendapat seseorang (seperti ulama atau fuqaha) dengan memahami dan mengetahui dalil atau hujjah yang digunakan dalam suatu perkara.
Ittiba juga bermakna mengikuti semua yang diperintahkan dan dibenarkan oleh Rasulullah serta menjauhi segala yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Namun, ittiba al hawa justru membuat seseorang melakukan sebaliknya.
Dalam jurnal "Zuhud dan Ittibaul Hawa" oleh Ihyaul Mawatdah, dijelaskan bahwa ittiba al hawa berasal dari dua kata: ittiba yang berarti mengikuti dan hawa yang berarti hawa nafsu. Jadi, ittiba al hawa berarti mengikuti hawa nafsu.
Ittiba al hawa adalah keinginan atau kecintaan yang berlebihan terhadap sesuatu.
Seseorang yang demikian akan mengikuti keinginannya tanpa mempertimbangkan akibatnya.
Allah memerintahkan hamba-Nya untuk tidak mengikuti hawa nafsu atau keinginan pribadi, melainkan menyesuaikan kehendak dan keinginan mereka dengan kehendak Allah SWT.
Menurut Dr. Budiman, M.A. dalam buku "Filsafat Pendidikan Islam (Landasan Filosofi Keilmuan dan Dimensi Spiritual)", melakukan ittiba al hawa sama dengan berbuat zalim kepada diri sendiri.
Sebab, mengikuti hawa nafsu bertentangan dengan kebenaran, keadilan, iman, dan kebaikan, serta menjerumuskan seseorang ke dalam kesesatan.
Tidak hanya itu, ittiba al hawa yang tidak terkendali akan membawa kebinasaan. Allah SWT berfirman:
"Dan andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebangaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebangaan itu." (QS. Al-Mu’minun: 71)
Al-Qur'an dan As-Sunnah diturunkan untuk mencegah hal ini terjadi. Kedua sumber hukum Islam ini diharapkan dapat mengendalikan hawa nafsu manusia dan mengingatkan setiap Muslim untuk menyesuaikan keinginannya dengan kehendak Allah SWT.