Merawat Kemabruran Puasa (18): Dari Tahmid ke Syukur

Oleh: Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA
TAHMID ialah ungkapan spontanitas seseorang yang baru saja merasakan nikmat dan karunia Allah SWT dengan mengucapkan kata Alhamdulillah. Kata ini berasal dari akar kata hamida-yahmadu berarti segala puji hanya tertuju kepada Allah SWT.
Sedangkan syukur lebih dari sekedar bertahmid. Syukur berasal dari kata syakara-yasykuru berarti bersyukur, berterima kasih.
Sedangkan menurut istilah oleh sebagian ulama dikatakan mengeluarkan hak-hak orang lain dari nikmat Allah yang kita peroleh, misalnya mengeluarkan zakat minimal 2,5 % sebagai zakat ditambah dengan sadaqah dan berbagai bentuk pemberian lainnya kepada mereka yang berhak.
Menurut para ahli hakekat syukur adalah menyandarkan segala nikmat kepada pemberi nikmat dengan sikap rendah diri. Atas dasar pengertian inilah Allah SWT mempunyai sifat asy-syakûr, syukur yang sangat luas.
Allah SWT memberikan balasan kepada para hamba-Nya atas kesyukurannya. Al-Junaid mengatakan, syukur ialah engkau tidak memandang dirimu sebagai pemilik nikmat.
Syâkir adalah orang yang mensyukuri atas adanya pemberian, sedang syakûr mensyukuri atas penolakan. Ada juga yang mengatakan, syâkir adalah orang yang mensyukuri atas nikmat, sedangkan syakûr adalah mensyukuri atas musibah yang menimpanya.
Menurut Al-Syiblî syukur ialah melihat kepada pemberi nikmat dan bukan kepada nikmatnya. Pernyataan ini diperkuat dengan ucapan nabi Ayyub AS yang bersikap sabar terhadap musibah yang menimpanya, sehingga ia disebut sebagai hamba yang sebaik-baiknya.
Demikian juga nabi Sulaiman AS yang bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya sehingga ia disebut juga sebagai hamba yang sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan karena keduanya konsentrasi pada pemberi nikmat dan bukan pada musibah dan nikmat itu, sehingga dengan demikian keduanya tidak merasakan sama sekali rasa sakit dan nyaman.
Syukur ada tiga macam. Syukur dengan lisan, inilah yang populer, syukur dengan hati, yaitu menyadari sepenuhnya atas segala apa yang saksikan di bumi yang luas dan tetap konsisten menjaga kehormatan, serta syukur dengan aktualisasi diri.
Syukur kedua mata, adalah menahan dan menghindari dari segala yang diharamkan Allah atas keduanya dan dari segala aib orang. Syukur kedua telinga, adalah menyumbat keduanya dari segala aib orang dan yang tidak halal didengarnya. Syukur kedua tangan, adalah menahan untuk tidak mengambil hak orang lain. Syukur kedua kaki, adalah tidak menjalankannya pada arah yang menuju kemaksiatan
Abu Utsman al-Maghribî mengatakan, syukurnya masarakat awam adalah terhadap makanan dan minuman dan sejenisnya, dan syukurnya kaum khawash adalah mendatangkan dalam hatinya makna ke-Tuhanan (Rabbaniyyah). Ada yang mengatakan bahwa syukur terhadap syukur adalah syukur yang paling sempurna.
Syukur seseorang itu adalah karena milik Allah dengan taufik Allah juga. Oleh karena itu, seseorang harus meyakini bahwa bersyukur dengan taufik itulah yang merupakan syukur yang paling sempurna. Mensyukuri taufik itulah syukur yang utama.
Harapan kita, tentu ingin meningkatkan kualitas kesyukuran kita. Tidak hanya sekedar mengucap tahmid dan pujian kepada Allah SWT. Bagaimana mengaktualkan rasa syukur kita sehingga, selain kita memperoleh kepuasan batin kita juga menjadi rahmat bagi semesta alam. Itulah wujud pribadi yang bersyukur.
Artikel ini telah ditayangkan Tribun Timur, Edisi 18 Maret 2025.