OPINI: Ketidakpastian

Oleh: Anas Iswanto Anwar Makatutu
CELEBESMEDIA.ID - Ketidakpastian (uncertainty) adalah sebuah kata yang akhir-akhir ini
sering dikemukakan, baik yang berkaitan isu-isu politik maupun ekonomi.
Ada sementara orang yang berpendapat, jika keadaan ekonomi
membaik, perbaikan itu akan berdampak positif bagi kondisi politik. Perbaikan
politik justru menunggu terjadinya perbaikan ekonomi.
Ada juga pendapat yang berseberangan. Dari pembenahan
dalam bidang politiklah akan dihasilkan pengaturan-pengaturan baru di bidang:
hukum, pertahanan-keamanan, ekonomi, pendidikan, sosial-budaya dan
sebagainya.
Dengan demikian, usaha-usaha pengembangan ekonomi tergantung
dan ditentukan oleh keluaran-keluaran yang dihasilkan perubahan politik. Dari
segi politik, sering dikatakan bahwa apa yang akan terjadi pada kondisi politik
adalah ketidakpastian, atau politik sangat erat kaitannya dengan
ketidakpastian.
Dalam dunia investasi/bisnis kita sudah sering mendengar
istilah kepastian, risiko, dan ketidakpastian.
Secara visual istilah kepastian, risiko, dan ketidakpastian
tersebut diilustrasikan oleh John R. Canada, William G Sullivan, dan John A
White dalam bukunya “Capital Investment Analysis for Engineering and
Management“.
Kepastian diilustrasikan oleh probabilitas 100 persen
keberhasilan dari sebuah proyek/investasi. Risiko diilustrasikan oleh sebuah
distribusi frekuensi yang menggambarkan probabilitas atas berbagai kemungkinan
hasil yang akan diperoleh dari sebuah proyek/investasi. Sedangkan
ketidakpastian diilustraikan oleh ketidakjelasan distribusi frekuensi yang
menggambarkan probabilitas atas berbagai kemungkinan hasil yang akan diperoleh
dari sebuah proyek/investasi.
Masalah utama dari ekonomi biaya transaksi dan teori ekonomi
konvensional adalah perlakuan terhadap masalah ketidakpastian, karena dengan
adanya ketidakpastian, mungkin akan sulit untuk memilih struktur biaya
transaksi secara rasional.
Jika kemungkinan akan kejadian-kejadian yang akan datang
(probabilitas) dapat dihitung, baik secara objektif maupun secara subjektif,
maka seorang pelaku ekonomi dapat memaksimalkan utilitas atau keuntungannya,
atau mengambil keputusan yang optimal.
Sebaliknya jika tidak ada dasar untuk menghitung
probabilitas, yaitu ketika pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi yang penuh
ketidakpastian, maka tindakan yang optimal tidak akan dilakukan.
Sebagai ilustrasi, banyak produsen untuk pertama kalinya
akan berhadapan dengan ketidakpastian permintaan yang cukup tinggi. Karena
produksi tidak terjadi seketika, sebuah perusahaan harus membuat keputusan
produksinya dahulu sebelum mengamati permintaan pasar. Ini berarti keputusan
produksi diambil atas ketidakpastian. Perusahaan menanggung risiko memproduksi
terlalu banyak (permintaan terlalu rendah) atau terlalu sedikit (permintaan
terlalu tinggi).
Setelah bersusah-payah untuk melakukan stabilisasi perekonomian,
semenjak dilanda krisis, kini Indonesia kembali dihadapkan kondisi yang cukup
sulit. Pasalnya sejumlah ketidakpastian, baik dari dalam dan luar negeri kini
tengah menghadang.
Dari luar, faktor ekonomi global seperti perang dagang
antara Amerika Serikat dan Tiongkok dan semakin perkasanya nilai dolar AS
terhadap mata uang lain di penjuru dunia.
Kita belum mampu menyelesaikan berbagai persoalan
"klasik" di bidang investasi, terutama hambatan perizinan untuk
menarik minat investor, berbagai pungutan, baik itu berupa pajak maupun
retribusi yang semakin menambah beban bagi kalangan usaha. Jangan lagi ditambah
dengan persoalan persoalan yang kita ciptakan sendiri yang akan menambah
ketidakpastian di negara ini.
Ketidakpastian usaha yang semakin tinggi tentu akan memicu
tingkat spekulasi yang tinggi pula pada dunia usaha. Iklim usaha menjadi kian
tidak kondusif dan akan berdampak buruk terhadap laju pertumbuhan ekonomi
nasional dan terus menurunkan daya saing usaha.*
(Anas Iswanto Anwar Makatutu, Dosen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Unhas).