Mengenal Klitih: Dari Makna Netral Hingga Bahaya Agresivitas Remaja

Ilustrasi Klitih (Foto: canva)

CELEBESMEDIA.ID: Makassar - Klitih atau perilaku agresif dengan sengaja untuk melukai seseorang, khususnya di kalangan remaja, semakin marak terjadi.

Menurut penelitian faktor yang menyebabkan perilaku ini terjadi antara lain keterikatan, komitmen, keterlibatan, dan nilai kepercayaan atau keagamaan.

Dalam konteks kenakalan remaja, klitih awalnya hanya diartikan sebagai kegiatan jalan-jalan atau keliling kota tanpa tujuan yang jelas. Namun, seiring berjalannya waktu, pengertian klitih mengalami pergeseran dari makna positif menjadi negatif.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr. Aroma Elmina Martha, S.H., M.H., mengatakan bahwa klitih dalam konteks 'punya waktu luang banyak' sering disalahgunakan sebagian orang, misalnya untuk merusak atau melukai orang lain.

Data menunjukkan bahwa pelaku klitih mayoritas usia remaja yang mengenyam pendidikan formal, sementara korbannya acak.

Aroma menjelaskan, faktor keterikatan dengan sekolah dan keluarga yang rendah membuat kegiatan di waktu luang tersangka seperti tidak terpantau.

Keadaan ini mendorong komitmen untuk menyadari bahwa menjalani waktu-waktu yang sebenarnya digunakan secara positif malah mendapat stigma.

Selain itu, keterlibatan pada sistem di sekolah, rumah, keaktifan di masjid atau kegiatan keagamaan, olahraga, dan kesenian, serta keterikatan dengan agama yang kurang, juga menjadi penyebab klitih terjadi.

Untuk mencegah terjadinya klitih, Aroma menyarankan agar masyarakat terlibat dalam kegiatan kampung seperti dalam hari besar agama, dan setiap minggu bisa mengadakan kegiatan sesuai dengan hobinya.

Hal ini dapat meningkatkan keterlibatan dan menghilangkan keterikatan pada kelompok yang cenderung menyebabkan perilaku negatif.

Selain itu, peningkatan kehadiran dan tindakan kepolisian, serta peningkatan razia senjata tajam dan pelibatan pelajar dengan ikatan erat di kegiatan warga juga perlu dilakukan.***