Sindrom Klinefelter: Gangguan Genetik yang Mempengaruhi Pria Kalau Kelebihan Kromosom X

Kelainan Genetik Jika Pria kromosom X (Foto: freepik.com/@kjpargeter)

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Pada umumnya, pria terlahir dengan susunan kromosom XY, sementara wanita memiliki kromosom XX.

Namun, terkadang terjadi gangguan dalam susunan kromosom tersebut yang menyebabkan pria memiliki kelebihan kromosom X di luar batas normal.

Apa yang akan terjadi jika kondisi seperti ini muncul?

Kondisi medis ini dikenal sebagai sindrom Klinefelter. Sindrom ini bukanlah kelainan yang diwariskan secara genetik, melainkan akibat cacat kromosom yang terjadi secara acak setelah pembuahan.

Namun, faktor lingkungan dan usia ibu saat kehamilan yang melebihi 35 tahun dapat memicu terjadinya sindrom ini.

Ciri-ciri dan Gejala yang Muncul

Sindrom Klinefelter sebenarnya dapat teridentifikasi sejak dini melalui gejala yang tampak. Namun, tanda dan gejala sindrom ini sangat bervariasi pada setiap individu yang terkena.

Beberapa penderita mengalami dampak besar pada pertumbuhan dan penampilan, sedangkan yang lain hampir tidak menunjukkan gejala fisik tertentu.

Hal ini tergantung pada sejauh mana kelebihan kromosom X yang dimiliki.

Pada sebagian besar kasus, sindrom Klinefelter baru dapat didiagnosis saat mencapai masa pubertas atau usia dewasa.

Berikut adalah tahapan gejala sindrom Klinefelter berdasarkan usia:

  • Bayi

Pada saat lahir, bayi yang menderita sindrom Klinefelter biasanya tidak menunjukkan gejala yang signifikan.

Namun, seiring bertambahnya usia, mereka mulai menunjukkan beberapa gejala fisik seperti otot yang lemah dan perkembangan motorik yang lambat.

Bayi dengan sindrom Klinefelter juga biasanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai fase duduk, merangkak, dan berjalan dibandingkan dengan bayi laki-laki lainnya.

  • Remaja

Ketika memasuki masa remaja, penderita sindrom Klinefelter akan memiliki postur yang lebih tinggi dengan ukuran kaki yang lebih panjang dibandingkan dengan remaja laki-laki lainnya.

Namun, masa pubertas mereka cenderung datang lebih lambat dengan perubahan fisik yang berbeda dari remaja laki-laki pada umumnya.

Pada masa pubertas, remaja laki-laki dengan sindrom Klinefelter memiliki tubuh yang kurang berotot, ukuran testis yang lebih kecil dan keras, serta tidak tumbuhnya bulu-bulu pada tubuh dan wajah.

Dalam beberapa kasus, kadar testosteron yang rendah dalam tubuh penderita sindrom Klinefelter dapat menyebabkan pembesaran jaringan payudara (ginekomastia) dan kerapuhan tulang.

  • Dewasa

Secara fisik, pada usia dewasa, penderita sindrom Klinefelter akan terlihat seperti pria normal.

Fungsi seksual pria dengan sindrom ini biasanya normal, tetapi mereka memiliki risiko infertilitas sehingga mungkin mengalami kesulitan dalam memiliki anak ketika menikah.

Jika tidak menjalani terapi testosteron, pria dengan sindrom Klinefelter juga berisiko mengalami osteoporosis karena tulang mereka cenderung rapuh.

Dalam pengelolaan sindrom Klinefelter, penting untuk melakukan diagnosis dini dan memberikan perawatan yang sesuai.

Terapi hormon testosteron dapat membantu mengatasi beberapa gejala dan mempromosikan perkembangan yang normal pada penderita.

Selain itu, pendekatan pendidikan dan dukungan psikososial juga penting untuk membantu individu dengan sindrom Klinefelter mencapai potensi penuh mereka.

Meskipun sindrom Klinefelter merupakan kondisi yang mempengaruhi pria, dengan perhatian dan dukungan yang tepat, individu yang terkena sindrom ini dapat hidup secara penuh dan membangun kehidupan yang berkualitas.***