Merawat Kemabruran Puasa (25): Dari Syari'ah ke Hakikat
Oleh: Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA
DALAM kitab-kitab tasawuf sering kita temukan istilah: Man
tashawwaf wa lam yatafaqqaha faqad tafassaq, wa man tafaqqaha wa lam
yatashawwafa faqad tazandaq, wa man jama’a baina huma faqad tahaqqaqah
(Barangsiapa yang bertasawuf (hakikat) tanpa berfikih (syari'ah) maka ia fasik.
Barangsiapa yang berfikih tanpa bertasawuf maka ia zindiq, dan barangsiapa yang
menggabungkan keduanya maka ia mencapai puncak kebenaran).
Pernyataan ini mengisyaratkan betapa pentingnya penyerasian
antara syari'ah dan hakikat. Menurut Al-Qusyairi, syari'ah merupakan perintah
yang harus dilaksanakan dalam bentuk ibadah, dan hakekat merupakan kesaksian
akan kehadiran peran serta ketuhanan dalam setiap kehidupan. Syaria'h lebih
merupakan konsep merambah jalan Tuhan, sedangkan hakikat keabadian di dalam
melihat-Nya.
Kita masih mengenal satu istilah lain, yaitu tarekat, yang
merupakan perjalanan hamba di dalam meniti jalan syari'ah. Dengan alasan
apapun, tidak ada jalan lain para ahli hakikat untuk meninggalkan syari'ah.
Namun idealnya pengamalan syari'ah disemangati oleh hakekat.
Wadah untuk menyinergikan antara syari'ah dan hakekat ialah
tarekat. Orang yang menuntun jamaah unruk melakukan sinerji syari'ah dan
hakekat biasanya disebut musrsyid. Sedangkan mursyid adalah representasi atau
perpanjangan syekh, yang merupakan pendiri dan penganjur suatu tarekat.
Kehadiran syari'ah yang tidak diikat dengan hakikat tidak
dapat diterima. Sebaliknya kehadiran hakikat tidak dilandasi syari'ah tidak
akan berhasil. Bahkan kemungkinannya bisa mengakibatkan penyesatan. Siapapun
yang hendak memasuki dunia hakekat lebih jauh sebaiknya memilki mursyid yang
akan membimbing mereka.
Syari'ah berisi beban hukum dari Allah Swt kepada para
hamba, sedangkan hakikat lebih merupakan dominasi kreatif Al-Haq dan merupakan
kesaksian terhadap sesuatu yang telah ditentukan pada diri hamba. Al-Qusyairi
mencontohkan: Iyyaka na'budu adalah manifestasi syari'ah, sedangkan iyyaka
nasta'in adalah manifestasi hakikat.
Sesungguhnya seseorang tidak mesti harus bertarekat. Tidak
mesti juga seseorang memiliki syekh atau mursyid dalam arti pemimpin tarekat.
Seseoarang bisa mendapatkan bimbingan dari ulama atau ustas yang mendasarkan
ajarannya pada Alquran dan hadis. Hanya saja bimbingan mereka sering dianggap
bersifat generik dan uumum. Bimbingan khusus secara intensif banyak dirasakan
orang melalui tarekat, yang di dalamnya ada tatakrama tertentu yang mesti
diamalkan.
Namun kita juga harus hati-hati karena banyak aliran
tertentu yang cenderung dipertanyakan keabsahan dan kemuktabarahannya
menggunakan istilah tarekat. Jika ingin bertarekat, kita dianjurkan untuk
memilih tarekat yang betul-betul ajarannya bersumber dari Al-Qur'an dan hadis.
Tarekat seperti ini biasa disebut dengan tarekat mu'tabarah, suatu tarekat yang
tidak diragukan ajarannya.
Tareka yang tidak populer (gair mu'tabarah) belum tentu
salah atau sesat. Namun kita harus hati-hati. Kita harus melihat secara kritis
dan memastikan substansi ajarannya tidak bertentangan dengan ajaran Alquran dan
Hadis.
Artikel ini telah ditayangkan Tribun Timur, Edisi 25 Maret
2025