Antisipasi Pengesahan RKUHP di Indonesia, Australia Peringatkan Warganya

Ilustrasi : Turis asal Australia di Bali - (fotob by balicitizen)


CELEBESMEDIA.ID, Jakarta - Pemerintah Australia memperbarui imbauan perjalanan bagi warganya yang berada di Indonesia dengan memasukkan beberapa kemungkinan dampak dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Di awal imbauan yang dilansir pada Jumat (20/9/2019) tersebut, pemerintah Australia menjelaskan bahwa saat ini parlemen Indonesia sedang dalam proses meloloskan revisi KUHP. "Hukum itu belum akan diterapkan hingga dua tahun setelah diloloskan. Banyak hukum akan berubah dan bakal berlaku juga untuk warga asing dan pendatang, termasuk turis," demikian imbauan yang dilansir di situs resmi Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia seperti dilansir CELEBESMEDIA.ID dari CNNIndonesia.

Kemlu Australia kemudian menjabarkan sejumlah tindakan yang harus dihindari warganya selama berada di Indonesia setelah RKUHP tersebut disahkan. "Hubungan seks di luar nikah, menunjukkan relasi seksual sesama jenis, dengan tuntutan hanya jika ada aduan dari pasangan, anak, atau orang tua," tulis Kemlu Australia.

Setelah itu, Kemlu Australia juga menuliskan bahwa tinggal seatap tanpa hubungan pernikahan juga dapat terancam terjerat dakwaan jika ada keluhan dari pasangan, anak, atau orang tua.

Pemerintah Australia juga mengimbau warganya agar tidak melakukan "tindakan tidak senonoh" di depan publik, baik karena terpaksa atau dengan publikasi tertentu.

Daftar larangan itu dilanjutkan dengan imbauan agar tidak "menghina presiden, wakil presiden, agama, institusi negara, dan simbol (seperti bendera dan lagu kebangsaan), merusak ideologi nasional Pancasila."

Panitia Kerja (Panja) TKUHP memang sudah menyelesaikan pembahasan hukum tersebut pada awal pekan ini. RKUHP akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan pada 24 September 2019.

Salah satu pasal dalam RUKHP yang menjadi sorotan adalah soal perzinaan. Pembahasan itu terbagi di pasal 417, 418, 419, dan 420.

Pasal 417 RKUHP mengatur ancaman tindak pidana selama satu tahun terhadap orang yang melakukan seks di luar hubungan pernikahan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya bisa terancam pidana karena perzinaan. "Terancam pidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II," demikian bunyi pasal 147 ayat 1 dalam RKUHP.

Selain itu, pasal 419 RUKHP juga mengatur ancaman pidana terhadap orang yang melakukan kumpul kebo atau tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan. "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II," bunyi pasal 419 ayat 1 RKUHP.

Tak hanya terkait zina, pasal RKUHP yang menyangkut penghinaan terhadap presiden juga menjadi sorotan karena dianggap dapat mengekang kebebasan berpendapat.

Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden diatur dalam pasal 223 dan 224 draf RKUHP. Dua pasal itu mengancam orang yang menghina presiden dengan hukuman maksimal 3,5 tahun dan 4,5 tahun penjara.