KOLOM ANDI SURUJI: Pesan Moral Hari Lahir Pancasila
DENGAN Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016, pemerintah menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional.
Penetapan tersebut bertujuan agar pemerintah, masyarakat, dan seluruh komponen bangsa memperingati Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Kita garis bawahi kata ideologi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ideologi merupakan kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Lima sila yang terkandung dalam Pancasila, merupakan suatu kosep berbangsa, yang dikokohkan sebagai dasar negara.
Indonesia lahir lebih dulu sebagai suatu bangsa, baru sebagai negara. Sebagai bangsa, Indonesia lahir pada 28 Oktober 1928 ketika Sumpah Pemuda diikrarkan. Berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia.
Indonesia sebagai negara, baru lahir 17 Agustus 1945, saat Soekarno dan Muhammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Sebelum proklamasi kemerdekaan, dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI).
Sidang perdana BPUPKI digelar pada 29 Mei 1945 di Gedung Chuo Sangi In (sekarang Gedung Pancasila).
Dalam sidang itu para anggota membahas mengenai tema dasar negara. Puncaknya, pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan gagasannya yang dinamakan 'Pancasila’. Pada saat bersamaan, Soekarno juga menyebutkan lima dasar untuk negara Indonesia.
Jadi, Pancasila merupakan ideologi berbangsa sekaligus sebagai dasar bernegara. Bagai jiwa dan raga, tak boleh terpisah dan terpilah.
Sebagai dasar negara, rumusan Pancasila sudah sangat komprehensif, sistematis dan terkonsep secara sempurna dan paripurna. Pancasila menjadi pondasi permanen yang kuat untuk menopang kekokohan bangunan bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bangunan NKRI boleh mengalami desain dan corak yang termodifikasi sesuai tuntutan perkembangan zaman. Akan tetapi harus tetap menyatu secara utuh dengan pondasinya. Hanya dengan begitu kelangsungan hidup bangsa dan negara dapat terjamin.
Adapun Pancasila sebagai ideologi bangsa, berarti segala aktivitas dalam merancang bangun Indonesia harus berdasarkan ideologi tersebut. Lahir dan batin, pikir dan rasa. Ideologi itu harus utuh, tidak boleh retak sedikit pun.
Aktivitas berdemokrasi, berpolitik, berbisnis, berpemerintahan, mengelola negara dengan segala isi yang terkandung di dalamnya, semua harus berlandaskan Pancasila dengan penghayatan dan pengejawantahan kelima sila Pancasila.
Menghayati narasi lima sila Pancasila, kata adil dua kali ditulis. Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila kelima: Ke-adil-an sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain kata "yang" hanya kata "adil" itu yang berulang dituliskan.
Begitu pentingnya menciptakan rasa adil bagi seluruh rakyat dalam penyelenggaraan bernegara. Adil antara wilayah timur dan barat, antara si miskin dan si kaya.
Bahkan adil itu harus dimulai sejak penyelenggara negara memikirkan suatu keputusan, kebijakan. Adil sejak pikiran. Hakim adil memutus perkara di pengadilan. Legislator adil dalam membuat undang-undang.
Tanpa rasa adil yang dirasakan rakyat, konflik akan terus terjadi. Dalam hal apa pun. Hukum, politik, birokrasi, pemerintahan, ekonomi, pengelolaan sumber daya alam dan sebagainya.
Rasa adil adalah hak dasar rakyat. Ketika keadilan terasakan, maka rakyat mudah bergerak berpartisipasi membangun. Memudahkan bermusyawarah, bersatu. Mengeliminir potensi perilaku yang mengoyak kemanusiaan. Meredam potensi konflik atas nama ketuhanan (agama).
Diskursus rasa adil ini semakin nyaring terdengar di mana-mana. Apa yang dipidatokan, dan yang dilihat kasat mata, dirasakan rakyat seolah jauh panggang dari api. Ketika koruptor dihukum ringan dibanding pencuri ayam, terkoyaklah keadilan itu.
Saat rakyat susah cari pekerjaan, tenaga kerja asing mengalir masuk mengeruk kekayaan alamnya. Saat rumah sakit mewah semakin banyak, rakyat antre menunggu giliran berobat berfasilitas BPJS.
Bagaimana rakyat diharapkan lantang berteriak "saya Indonesia, saya Pancasila" ketika penyelenggara negara dan wakil rakyat hidup kekenyangan, sementara bantuan sosial pun dirampok ramai-ramai.
Maka dari itu, pesan moral paling substansial pada momentum memeringati Hari Lahirnya Pancasila ini ialah ciptakanlah rasa adil sejak pikiran. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang tercermin dari sikap dan perilaku, sebagai karakter warga bangsa Indonesia.