Rektor UIN Alauddin Kritik Metode Ceramah Agama
CELEBESMEDIA.ID, Makassar – Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Alauddin Makassar, Prof, Hamdan Juhannis, MA, Ph.D melontarkan kritik atas
metode dakwah (ceramah agama) yang kerap dijumpainya. Ia menilai, tidak
tepatnya metode ceramah menyebabkan jamaah mengantuk sehingga tidak memetik
manfaat dari materi yang disampaikan pendakwah.
Kritik Prof Hamdan disampaikan di depan sekitar 500 peserta
Musyawarah Nasional (Munas) Forum Dekan Dakwah dan Komunikasi (Fordakom) ke-2
di Kampus UIN Alauddin, (16/6/2022). Munas tersebut juga dirangkaikan dengan
Seminar Internasional bertajuk Literasi Dakwah Syekh Yusuf Al Makassary dengan
pembicara dari lima Negara yaitu Indonesia, Thailand, Iran, Afrika Selatan, dan
Brunei Darussalam.
“Dari kompleksitas keilmuan Fordakom harus mampu merumuskan
respon atas tuntutan dan kebutuhan bagi lahirnya alumni fakultas dakwah dan
komunikasi yang bisa tampil dengan membawakan dakwah yang disenangi
masyarakat,” tandasnya saat menyampaikan pidato pembukaan munas.
Sepanjang pidatonya, Prof Hamdan tampak memukau hadirin.
Beberapa kali, tepuk tangan meriah menyambut penghujung-penghujung kalimat yang
dilontarkannya. Bahkan gelak tawa berulang kali bergemuruh dari para hadirin. Selain dekan-dekan, ketua program studi
dakwah dan komunikasi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, serta
mahasiswa, juga tampak hadir Syekh Sayyid Abdul Rahim Assegaf Puang Makka,
Musryid Tarekat Khalwatiah Syekh Yusuf Al-Makassari.
Dengan berkelakar, Prof Hamdan menuturkan sebuah cerita di
akherat nanti ada pendakwah yang protes malaikat lantaran lebih dahulu sopir
pete-pete masuk surga ketimbang dirinya. Malaikat lalu memberi klarifikasinya
bahwa sopir pete-pete karena sering ugal-ugalan sehingga penumpangnya semua
terdorong mengucapkan Astagfirullah mengingat Allah. Sedangkan ada pendakwah
yang justru membuat jamaahnya hanya
mengantuk.
Ia melanjutkan, pentingnya menghadirkan metode dakwah yang
menarik merupakan persoalan serius. Prof Hamdan mengaku, telah merenungkan
solusi dakwah yang tidak membuat jamaah mengantuk.
“Saya pernah ceramah ramadan tidak lebih 7 menit. Begitu
selesai, para jamaah menyerbu dan mengucapkan bagus ceramahnya. Saya tanya
apanya yang bagus. Mereka kompak menjawab karena pendek ceramahnya,” ujarnya
disambut ledakan tawa hadirin.
Menurut Hamdan, beberapa pendakwah tidak sadar telah melakukan penjajahan
kognitif. Semua hal mau disampaikan, yang pada akhirnya tidak ada yang diterima
baik oleh jamaahnya.
“Inilah yang menjadi tantangan metodologi dakwah kekinian.
Apalagi, ketika kita berbicara tentang fakultas dakwah dan komunikasi maka
persepsi orang pasti alumni jago ceramah,” tandasnya.