Keluarga Pelajar Korban Penganiayaan di Selayar Akan Laporkan Kinerja Jaksa ke Kejagung

CELEBESMEDIA.ID, Selayar - Keluarga pelajar korban penganiayaan di Desa Bontomalling, Kecamatan Pasimasunggu Timur, Selayar mengaku kecewa atas kinerja jaksa di Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar

Korban dan keluarganya menilai jaksa yang menangani perkara tersebut tidak profesional. Untuk mencari keadilan, keluarga korban mengaku akan bersurat ke Kejaksaan Agung.

"Kami akan mendesak Kejagung agar melakukan evaluasi terhadap Kejaksaan Negeri Selayar. Banyak hal yang kami anggap janggal, dan kami pribadi menilai jaksa tidak fair. Maka untuk mencari keadilan kami akan melapor ke Kejaksaan Agung," kata Ashari, salah satu keluarga korban, Rabu (29/12/2021).

Berdasarkan catatan pihak korban,  mereka telah beberapa kali merasa dirugikan. Pertama, sidang kedua kasus tersebut pada Senin, 22 November 2021 lalu dengan agenda pemeriksaan saksi korban digelar tanpa sepengetahuan saksi korban. 

Tidak ada surat pemberitahuan atau panggilan sidang dari JPU. Ironisnya, korban mengaku baru mengetahui bahwa kasusnya sudah di pengadilan dari seorang wartawan, bukan dari kejaksaan. 

"Tidak pernah ada infonya, Pak. Baik dalam bentuk surat, telpon ataupun WA (whatsApp). Saya malah baru tau dari kita (jurnalis, red) kalo sidangnya digelar kemarin," terang korban, SZM saat dihubungi wartawan, Selasa, 23 November 2021 silam. 

Kedua, setelah ramai pemberitaan tentang ada sidang di Pengadilan Negeri Selayar yang digelar tanpa sepengetahuan saksi korban, jaksa baru mengirim surat pemberitahuan sidang kepada korban. 

Namun, surat panggilan dari kejaksaan yang tertulis bahwa sidang pada 29 November 2021 tersebut tidak sesuai dengan jadwal di pengadilan. 

Pihak korban baru mengetahui itu setelah datang ke Pengadilan Negeri Selayar untuk memenuhi panggilan sidang tersebut. 

Faktanya, sidangnya baru akan digelar dua minggu kemudian. 

"Surat panggilan dari kejaksaan tertulis bahwa sidangnya 29 November 2021. Setelah kami datang ke pengadilan ternyata sidangnya baru akan digelar dua minggu kemudian. Saat itu kami terpaksa pulang dulu ke kampung di pulau karena adek (korban, red) juga sementara ujian di sekolahnya," kata Ashari waktu itu, Selasa 30 November 2021.

Ketiga, lagi-lagi pihak korban kembali dirugikan dengan surat panggilan sidang dari Kejaksaan Negeri Selayar. 

Sidang agenda pemeriksaan saksi korban yang baru akan digelar pada Rabu 15 Desember 2021 sesuai isi dari panggilan sidang dari kejaksaan, ternyata digelar di hari senin 13 Desember atau dua hari sebelum tanggal yang tertera di surat panggilan jaksa. 

"Kalau surat panggilan sidang dari kejaksaan itu jadwalnya nanti hari Rabu tapi setelah dicek langsung ke pengadilan, ternyata sidangnya hari ini," terang Ashari, Senin 13 Desember 2021 lalu.

Tak hanya sampai disitu, pihak korban juga merasa kecewa atas tuntutan jaksa yang dianggap meringankan terdakwa. Terlebih kata pihak keluarga korban, hingga saat ini terdakwa tidak pernah dilakukan penahanan. 

"Kami merasa kecewa karna adik kami (korban) hingga saat ini masih trauma ditambah tuntutan jaksa yang sangat rendah bagi kami," kata Ashari. 

Diketahui, terdakwa kasus tersebut dituntut oleh JPU hukuman 8 bulan penjara dengan penerapan pasal 80 ayat 1 undang-undang perlindungan anak. 

Kemudian, majelis hakim Pengadilan Negeri Selayar yang diketuai Bili Abi Putra menyidangkan perkara itu dan memvonis terdakwa selama dua bulan. 

Dalam pembacaan amar putusan, majelis hakim menetapkan, pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpida melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama delapan bulan. 

Sebelumnya, kasus penganiayaan seorang pelajar ini mendapat sorotan dari beberapa pakar hukum diantaranya Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Heri Tahir dan Guru Besar Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib. 

Prof Heri Tahir menilai, keterangan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Selayar, La Ode Fariadin tentang pemanggilan saksi yang biasanya melibatkan Penyidik merupakan hal yang tidak benar. 

"Semestinya Kejaksaan yang harus menyampaikan surat itu. Jangan lagi minta tolong kepada Penyidik untuk pemanggilan," kata Prof Heri. 

Sementara, Prof Hambali Thalib menduga ada fakta hukum yang dikaburkan oleh jaksa di Kejaksaan Negeri Selayar. 

"Saya takutkan ini bukan kelalaian. Ini saya tidak menuduh, tanda petik yah, bisa saja menjadi sebuah strategi untuk mengaburkan laporan koban sebagai korban dari suatu tindak pidana," terang Prof Hambali.