OJK Beberkan Modus Operandi Pembobolan Rekening
CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Kejahatan siber saat ini menjadi ancaman serius, apalagi menargetkan perbankan atau lembaga keuangan lainnya.
Tak hanya itu, kejahatan siber juga merupakan ancaman bagi masyarakat yang memiliki data pribadi di dunia digital.
Kepala OJK Regional 6 Sulawesi, Maluku dan Papua, Darwisman membeberkan beberapa kejatahan siber beserta modus operandinnya. Pertama phising, duplicate dan social engineering (Soceng).
Dia mengatakan phising adalah teknik kejahatan siber yang bertujuan untuk mencuri informasi pribadi konsumen/masyarakat melalui link atau aplikasi palsu.
Salah satu contohnya adalah penipuan berkedok link undangan pernikahan dan link pengriman paket. Jika di klik pelaku akan mempunyai akses mengintip dan mencuri data pentingmu.
"Akhir-akhir ini kejahatan jenis phising kembali marak dilakukan sebab minimnya tingkat literasi masyarakat tentang industri jasa keuangan," ucap Darwisman kepada CELEBESMEDIA.ID, Selasa (31/1/2023).
Duplicate lanjutnya, merupakan teknik pencurian data dengan melakukan duplikasi terhadap kartu fisik individu.
Hal ini sering dilakukan dengan memasukkan program atau perangkat kedalam mesin ATM atau Electronic Data Capture (EDC).
"Jika korban menggunakan mesin tersebut maka data informasi kartu yang dimiliki akan diserap dan dipalsukan oleh pelaku," bebernya.
Sedangkan social engineering (Soceng), merupakan salah satu jenis kejahatan siber yang terbaru dan merupakan ancaman serius. Soceng berbeda dengan penipuan ataupun kejahatan lainnya dimana pelaku mengambil data konsumen tanpa sepengetahuannya.
"Metode soceng seringkali konsumen secara sadar memberi tahu informasi pribadinya," tuturnya.
Dia mengungkapkan jika masyarakat terkena siber Soceng maka akan mempersulit korban untuk menuntut kembali hak-haknya.
"Soceng sendiri dapat diartikan sebagai tindakan memperoleh informasi nasabah seperti PIN, nomor baru, dan
informasi lain dengan cara menghubungi nasabah melalui telepon," ujarnya.
"Sms atau media lain untuk menyampaikan informasi tertentu agar nasabah menghubungi nomor tertentu atau membuka situs web tertentu," sambungnya.
Untuk mengantisipasi kejahatan siber tersebut, OJK menerapkan beberapa upaya agar masyarakat tidak menjadi korban.
Diantaranya OJK mendorong Bank untuk menerapkan manajemen risiko
keamanan siber yang secara awal dapat mengidentifikasi, melindungi, mendeteksi,
merespon, dan mengatasi ancaman risiko siber dengan lebih baik.
"Sehingga memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap ancaman risiko siber sebagai implementasi manajemen risiko operasional dan ketahanan operasional Bank," ungkapnya.
Serta pada tahun 2021 OJK telah meluncurkan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, yang memuat manajemen risiko teknologi informasi yang mencakup pula keamanan siber bank umum.
"Dalam hal ini bank juga harus menerapkan kebijakan risiko keamanan siber, misalnya memiliki program untuk meningkatkan kesadaran karyawan dan nasabah terkait kerentanan siber yang berkembang saat ini," ungkapnya.
OJK meminta Bank menetapkan proses penerimaan dan penanganan laporan kerentanan termasuk penyediaan sarana bagi nasabah untuk membuat laporan kepada Bank, serta melakukan evaluasi efektifitas program dimaksud.
"Dari sisi masyarakat atau nasabah OJK meminta untuk meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap penawaran yang disampaikan melalui media termasuk media sosial atau aplikasi perpesanan (WhatsApp, Facebook Messenger) lainnya," pungkasnya.
Laporan : Darsil Yahya