Mengandung Unsur Babi, Vaksin AstraZeneca Tidak Digunakan di Sulsel
CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulawesi Selatan memastikan tidak ada penggunaan vaksin AstraZeneca di Sulsel. Sebelumnya AstraZeneca dinilai haram oleh MUI namun bisa digunakan dalam kondisi darurat seperti pandemi Covid-19.
Kepala Bidang Pencegahan Penyakit, Dinas Kesehatan Sulsel, Nurul AR mengatakan pihaknya sudah berkomuniksi dengan pemerintah pusat untuk penggunaan vaksin tersebut.
Seluruh vaksin menggunakan jenis Sinovac. Sementara AstraZeneca, kata dia, memang tak dipakai di Sulsel. Melainkan fokus untuk beberapa daerah di pulau Jawa saja.
"Kita sudah minta ke pusat agar (vaksin) yang disalurkan Sinovac saja," kata Nurul, Kamis (25/3/2021).
Untuk vaksinasi tahap berikutnya yang meliputi ulama serta mubalig, akan menggunakan vaksin Sinovac. Pihaknya juga memastikan baik untuk penggunaan vaksin tahap II kali ini belum masuk masa kedaluwarsa.
"Berbeda dengan tahap I, memang akan kedaluwarsa segera, tetapi masih ada waktu. Tetapi yang tahap II ini belum masih lama. Jadi tidak perlu khawatir soal kedaluwarsa itu," bebernya.
Kemudian untuk vaksinasi tahap I bagi SDM kesehatan juga sudah hampir rampung. Menyisakan dosis II yang sudah mencapai 92,98 persen atau sebanyak 54.726 nakes. Sedangkan jumlah petugas dan pelayan publik yang sudah divaksin sebanyak 99.281 orang (dosis I).
Namun dari total tersebut, baru 17.148 orang yang sudah divaksin dosis II. Kemudian lansia ada sebanyak 9.349 orang yang sudah divaksin dosis I. Kemudian dari total itu hanya 125 orang yang sudah divaksin.
"Ini masih data sementara hingga Selasa kemarin. Kita target pekan ini Mubalig, ulama, dan tokoh agama bisa selesai," jelasnya.
Vaksin Covid-19 merk AstraZeneca sempat menuai polemik usai BPOM dan MUI menemukan tripsi babi dalam proses pembuatan vaksin tersebut.
Sejumlah pihak juga meragukan keamanan vaksin tersebut setelah beberapa negara menangguhkan izin penggunaannya.
Ketua Bidang fatwa MUI, Asrorun Niam mengatakan, AztraZeneca tak boleh digunakan dalam kondisi normal. Kondisi tersebut merujuk saat pemerintah memiliki alternatif lain dalam penggunaan vaksin.
Syarat serupa juga berlaku terhadap Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan vaksin dalam keadaan darurat yang diterbitkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terhadap vaksin asal Inggris tersebut.
Pemerintah saat ini telah menetapkan kondisi darurat sebagai syarat penggunaan AstraZeneca. Kondisi tersebut, kata Nurul telah mengizinkan sesuatu yang asalnya terlarang.
Izin penggunaan vaksin yang mengandung bahan terlarang juga bukan kali pertama bagi MUI. Sebelumnya, MUI juga pernah mengeluarkan izin penggunaan terhadap vaksin polio yang diketahui mengandung unsur yang tidak dibolehkan pada tahun 2000.