Curhat Sopir Angkot di Makassar Soal Wacana Kenaikan Harga Pertalite
CELEBESMEDIA.ID, Makassar – Wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite semakin menguat setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat.
Sontak hal ini mendapat penolakan dari para sopir angkot di
Makassar. Mereka kecewa dengan adanya kebijakan tersebut. Pasalnya meski belum
pasti dinaikkan namun jikatelah diwacanakan artinya ada kemungkinan harga
pertalite benar akan dinaikkan.
Abdul Rahman, salah seorang sopir angkot mengatakan ada baiknay pemerintah lebih dulu mengkaji
sejauh mana dampak yang dapat dirasakan masyarakat jika harga pertalite
dinaikkan.
"Kondisi sekarang ini bagi sopir Pete-pete sangat sedih,
karena penghasilan semakin menurun bahkan apalagi kalau naik BBM apakah masih
ada yang mau naik angkot ?" ujarnya kepada CELEBESMEDIA.ID, Rabu
(24/8/2022).
Pria yang berprofesi menjadi sopir angkot kurang lebih 30
tahun bercerita sejauh ini penghasilan sebagai sopir angkot tidak menentu untuk
mendapatkan uang Rp200 ribu kotor butuh seharian penuh belum lagi pembeli
bensin dan makan.
"Misal kasian bawaka penumpang dari pettarani menuju
perintis biasa satu dua orang ji yang baik, terus bagaimana mi caranya ditutupi
kalau begitu, belum lagi untuk beli bensin dan makan, tidak menentu kasiang
pemasukan sebagai sopir angkot " tegasnya.
" Kalau naik betul menjadi Rp10.000 per liter bisa jadi
masyarakat malas mi naik angkot, sedangkan masih ada keluarga di rumah yang mau
ditanggung." tambahnya.
Senada dengan itu, Sarman sopir angkot lainnya jika
pertalite dinaikkan dampaknya akan luas sebab tentu tariff angkot juga harus
dinaikkan.
" Kalau saya sebagai sopir angkot biar naik Rp10.000 tidak
masalah ji, asalkan di sesuaikan dengan tarif nantinya oleh pemerintah, "
pungkasnya.
Ia menambahkan sebagai sopir angkot terlalu berat kalau dinaikkan
lagi, apalagi kondisi ekonomi saat ini yang serba sulit, dan penghasilan tidak
menentu.
"Seandainya
pendapatan menentu biar Rp100 ribu tidak ada masalah, tapi jangan sampai BBM
naik namun rakyat tidak diperhatikan, harus ditinjau juga berapa penghasilan
rakyat ( kecil) berapa per hari" tutupnya.