KOLOM ANDI SURUJI: Adakah 'Api dalam Sekam' Birokrasi Sulsel...

Kantor Gubernur Sulsel - (foto by sulselprov.go.id)

ADA apa di birokrasi Sulawesi Selatan? Dalam waktu yang berdekatan, dua pejabat teras dengan jabatan strategis di pemprov Sulsel mengundurkan diri. 

Padahal keberadaannya menurut hemat kita, justru dibutuhkan di saat transisi kepemimpinan. 

Kepala Dinas Ketahanan Pangan yang juga mantan Pj Sekretaris Provinsi, Andi Asrjad Bahtiar mengundurkan diri. Beberapa hari sebelumnya, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah, Salehuddin, juga mengundurkan diri dari jabatannya. 

Dua jabatan dan organ vital dalam struktur organisasi pemerintahan ini sangat strategis. BAKD strategis untuk mengatur keuangan daerah yang mengalami pemangkasan anggaran dan eksekusi program efisiensi anggaran yang ada. 

Dinas Ketahanan Pangan pun demikian. Perannya strategis dalam perekonomian Sulsel yang berbasis pertanian. Apalagi ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama program Presiden Prabowo.

Data terakhir menunjukkan tantangan besar dan berat sektor pertanian, khususnya tanaman pangan, dan lebih mikro lagi produksi beras. Luas panen, produksi gabah dan beras terus menurun, setidaknya dalam dua tahun terakhir. Dengan pemangkasan anggaran, apakah pemerintahan baru Sudirman-Fatmawati dapat melakukan terobosan mengatrol kembali kinerja perberasan Sulsel? Sebuah masalah yang menantang... 

Peristiwa kemunduran dua pejabat teras ini bisa dilihat dari dua sisi obyektif. Pertama, karena tantangan berat yang akan dihadapi ke depan, maka mereka memilih mundur untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang lebih kompeten.

Bukan berarti mereka tidak kompeten dalam jabatan itu. Sebab mereka menduduki jabatan yang kemudian ditinggalkan itu tentu telah melalui proses penilaian yang mendalam dan akurat. 

Apalagi keduanya merupakan birokrat senior. Pengalaman cukup memadai. Ya, fit and proper tentu saja.

Kedua, bisa juga sebagai bentuk penolakan terhadap kepemimpinan gubernur-wakil gubernur yang baru Andi Sudirman-Fatmawati Rusdi. Faktor ini bisa besar namun bisa kecil pengaruhnya dalam keputusan mundur itu. 

Tentu saja faktor ini tidak mungkin terekspos secara gamblang. Dalam prinsip manusia Bugis, adab tidak mempermalukan orang lain masih dipegang erat.

Dalam prinsip hidup manusia Bugis ada beberapa alasan mendasar sehingga seseorang meninggalkan kampung halamannya. Dalam konteks pengunduran diri dari jabatan oleh birokrat itu, dapat dianalogikan dengan meninggalkan kampung halaman. 

Pertama, yang bersangkutan malu dengan kondisinya atau dipermalukan oleh orang lain. Kedua, meninggalkan kampung halaman karena ingin mengubah nasib. Ketiga, ia pergi karena tidak dapat mengubah keadaan. Keempat karena tidak suka pemimpinnya.

Kita tidak dapat memastikan alasan mana yang mendasari meninggalkan kampung halaman (pergi meninggalkan jabatan dan komunitasnya yaitu birokrasi). Tetapi tidak mungkin di luar keempat alasan mendasar tersebut.

Jika masalah mundur dari jabatan ini diperluas, juga terjadi di kabupaten Bone. Ade Fariq Ashar juga mundur dari jabatan Kepala Dinas Bappeda. Sebagai informasi, Bupati Bone yang baru adalah saudara kandung gubernur Sulsel. Berkorelasi antara mundurnya pejabat provinsi dan kabupaten Bone atau tidak, perlu dicatat... 

Dengan mundurnya Salehuddin dan Andi Asrjad, memperpanjang daftar jabatan lowong di lingkungan pemprov menjadi 13.

Beberapa "orang dalam" birokrasi pemerintahan mengatakan, sebenarnya masih ada beberapa orang yang berniat mundur dari jabatannya. Atau tidak bersedia mengisi jabatan lowong.

Kalau informasi ini akurat, itu berarti ada sesuatu yang krusial dalam birokrasi Sulsel. Tidak mungkin birokrat mundur atau tidak bersedia menduduki jabatan tanpa alasan kuat yang mendasarinya. Adakah "bara api dalam sekam" Birokrasi pemerintahan di Sulsel? 

Tetapi pada sisi lain, kondisi itu juga menjadi tantangan bagi Sudirman-Fatma dalam memilih pejabat sesuai kapasitas dan kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan program kerja gubernur dan presiden.

Jika niatnya membawa Sulsel ke kondisi yang lebih baik, masyarakat lebih sejahtera dari sebelumnya, maka pilihan pejabat mau tak mau harus kompeten dan punya kapasitas untuk melaksanakan, tugas, fungsi dan tanggung jawabnya.

Stop menempatkan pejabat atas dasar kedekatan (nepotisme primordialisme) semata, demi mencapai tujuan besar kemakmuran dan kesejahteraan. Tidak mempertaruhkan dan mepertukarkan nasib daerah dan 9,3 juta rakyat Sulsel dengan segelintir "orang dekat" demi tujuan sempit kepentingan pribadi dan keluarga.

Tugas warga adalah mengingatkan dan mendoakan pemimpin agar amanah dalam menjalankan sumpah jabatannya.