Soal Kenaikan Harga BBM, Sri Rahmi: Banyak Opsi Efisiensi APBN
CELEBESMEDIA.ID, Makassar – Wacana kenaikan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) masih bergulir. Informasi terbaru PKS dan Demokrat menolak
rencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Alasannya jelas, karena kenaikan harga
tersbeut akan menimbulkan efek domina yang menyulitkan rakyat.
Legislator Sulsel fraksi PKS, Sri Rahmi menegaskan kenaikan
harga BBM ini tentu akan berdampak pada semua sektor yang pada akhirnya akan
menyesangarakan masyarakat kecil.
“Jangakan rakyat kecil. Kita saja tidak setuju jika BBM naik
. Pasti semua ikut naik. Semua biaya produksi pasti naik. Ketika biaya produksi
meningkat produknya juga naik,” jelasnya dalam Blak-blakan Seru, Senin (29/8/2022).
“Tarif ojek online naik, kemudian makanan di kaki lima pasti
naik karena salah satu variabel dari menentukan harga produk yaitu transportasi,”
lanjutnya.
Sri Rahmi menjelaskan banyak opsi lain yang dapat dilakuakn
untuk efisiensi APBN, bukan hanya dnegan menarik subsidi BBM yang pada akhirnya
memicu kenaikan harga komoditas pangan dan juga berdampak luas pada banyak
sektor.
“PKS tidak serta merta menolak kenaikan BBM tanpa solusi,
banyak sektor-sektor lain yang bisa kita maksimalkan untuk menutupi kekurangan
pos-pos APBN kita. Banyak opsi untuk efisensi APBN. Misalnya mengurangi
kebocoran dari praktek-praktek korupsi. Masih banyak hal lain yang bisa dilakukan,
termasuk optimalisasi pemungutan pajak kelas atas,” tuturnya.
Ia pun meminta masyarakat untuk tidak panik dan juga tidak
melakukan penimbunan sebab hal tersbeut hanya akan memperburuk keadaan.
“Kepada masyarakat jangan lakukan panik buying. Termasuk salah staunya mereka pengecer yang panik dengan isu ini kemudian
tiba-tiba menumpuk barang. Dengan sengaja menimbun untuk mendapatkan banyak
selisih,” tegasnya.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu Menteri Keuangan, Sri
Mulyani Indrawati menerangkan alokasi anggaran subsidi BBM tahun 2022 naik 3
kali lipat dari tahun 2021 menjadi Rp 502 triliun. Terdiri dari subsidi energi
sebesar Rp 208,9 triliun dan Rp 293,5 triliun.
kenaikan kompensasi dan subsidi tersebut dipicu kenaikan harga minyak dunia yang saat ini sudah dari USD 100 per barelnya. Tak hanya itu, pemerintah juga harus membayarkan sisa utang kompensasi tahun 2021 yang belum dibayarkan tahun lalu.