Rocky Gerung Sentil Perpajakan dan Kritik Pemerintahan Jokowi

Rocky Gerung dalam kuliah umum Unibos, Selasa (7/3/2023)- foto by Darsil Yahya

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Pengamat Politik, Rocky Gerung menilai masyarakat cemas dengan keadaan republik saat ini. Sebab akhir-akhir ini Indonesia dilanda berbagai isu.

Hal itu diungkapkan, saat membawakan kuliah umum Universitas Bosowa (Unibos) dengan tema 'Kampus dan Republik' di Menara Bosowa, Selasa (7/3/2023).

"Setiap kali kita buka media kita bertemu isu kekayaan dirjen pajak, petugas pajak Eselon III yang luar biasa dan itu bertentangan dengan ide republik karena  ide republik adalah kesetaraan bukan kesenjangan," ucapnya.

Rocky Gerung pun meminta masyarkat harus peka dan fokus melihat isu yang terjadi saat ini dibandingkan menunggu kinerja pemerintah.

"Konstitusi kita mewajibkan presiden untuk melaksanakan 2 hal saja. Satu cerdaskan kehidupan bangsa dan kedua pelihara fakir miskin," tuturnya.

Tapi menurut Alumni Ilmu Filsafat Universitas Indonesia (UI) ini, dua hal tersebut tidak ditemukan di republik ini.

"Tidak ada fakir miskin yang dipelihara oleh negara. Hanya yang dipelihara adalah para koruptor yang menimbun hartanya," tandasnya.

Seharusnya, kata Rocky Gerung, sangat masuk akal kalau ada argumen bahwa tugas dari korporasi adalah mengakumulasi. Sebab harta itu digali dari republik ini. 

"Itu prinsip dasar dari korporasi," bebernya.

Ia juga menyentil perpajakan Indonesia. Pinsip dasar dari negara adalah mensdistribusi melalui sistem pajak. Sehingga menurutnya sangat berutung ada korporasi untuk mengakumulasi ekonomi.

"Kita tunggu ketegasan pemerintah untuk mendistribusikan hasil akumulasi itu dan itu yang disebut social walfare atau kesejahteraan publik itu yang tidak terjadi sekarang,"sebutnya.

"Bayangkan seorang pejabat pajak punya penghasilan 36 miliar pertahun, pernah jadi komisaris. Itu penghasilan resmi yang dia punya belum yang tidak resmi yang diambil dari tempat-tempat lain," sambungnya.

Dia juga menjelaskan petugas pajak hidup kaya raya sementara hakim yang ada di pelosok Sulsel gajinya Rp7 juta. Tanpa  asuransi, pendidikan.

"Petugas pajak seharusnya menghasilkan keadilan tapi dia merampok uang kita, hakim yang justru menghasilkan keadilan dibayar sepersekian ribu persen dari gaji petugas pajak disitu kita lihat bahwa  ada ide republik yang gagal dipelihara oleh bangsa ini. Contoh Presiden Jokowi," tandasnya.

Pria kelahiran Manado, 20 Januari 1959 ini juga menjelaskan kampus fungsinya adalah mengaudit aturan publik yang menghasilkan kesenjangan, menghasilkan kemiskinan.

Ditambah lagi IQ bangsa ini cuman 70 basis poin dibandaingkan Singapura dan Vietnam diatas 100. Sehingga menurutnya pemerintah gagal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Jadi Presiden Jokowi tidak berhasil menjalankan aturan publik. IQ bangsa ini hanya 70 dibawah standar 110. Setara dengan simpanse itu bukan data saya tapi data dunia," tutupnya.

Laporan : Darsil Yahya