CATATAN MUANNAS : Menyeruput Kopi Surgawi

WARUNG kopi–akrab digelari warkop, tumbuh pesat di kota Makassar. Ia berjejal menawarkan orgasme kenikmatan. Kelasnya, mulai kopi seduhan hingga premium hasil racikan mesin coffee maker.
Sejatinya, bicara warkop bukan hanya soal tempat menyeruput kopi sebelum dingin menghampiri. Sebab, tak sedikit pengunjung warkop justru ogah minum kopi. Ke warkop, eh malah pesan teh atau bahkan minuman dingin.
Ada pula yang membangun argumentasi bahwa kalau minum kopi asam lambungnya naik. Yang lainnya bilang, dia susah tidur selepas minum kopi. Tapi anehnya, mereka tetap rajin menyambangi warung kopi. Pun betah berlama-lama di dalamnya.
Warkop menawarkan orgasme kenikmatan yang mengental jadi candu kebahagiaan. Namun daya pikatnya bukan melulu soal cita rasa racikan kopi americano, espresso, cappucino, black coffee atau racikan khas lainnya.
Lebih dari itu, warkop telah berubah jadi ruang pulik dan media komunikasi, tempat berinteraksinya gagasan secara setara. Maka tak salah joke yang menyatakan bahwa negara bisa diatur dari warkop. Apapun bisa dibicarakan, dari hal pribadi, bisnis hingga negara.
Bahkan soal-soal yang bersifat sensitif dan rahasia, bisa terbongkar lewat pembicaraan warung kopi. Seringkali pemenang sebuah kontestasi pemilihan, sudah diketahui lebih awal dari perbincangan di warkop sebelum prosesi pemilihan dimulai.
Cerminan demokrasi berpendapat tak ada yang melampui superioritas warkop, bahkan kampus perguruan tinggi sekali pun.
Para pembicara di warkop semua setara. Tak ada pemeringkatan antara pejabat dan bukan pejabat. Kecuali, soal siapa yang bertugas membayar kopi, biasanya terjadi pemeringkatan.
Kelakar pengunjung warkop, bicaranya bisnis milyaran, tapi giliran waktu bayar eh minta dibayarkan.
Potensi yang dimiliki warkop sungguh besar. Bukan saja karena jumlahnya yang mencapai ratusan dan selalu ramai sehingga omzetnya juga besar. Opini publik kerap dilahirkan dari obrolan di warkop.
Sebagai ruang publik favorit, warkop di Makassar membincangkan beragam diskursus. Seperti kata Sosiolog Jerman, Jurgen Habermas, bahwa ruang publik merupakan ranah kehidupan sosial dimana warga memiliki kebebasan mengemukakan pendapat yang tidak dibatasi.
Berarti warkop juga adalah sekeping surga dunia, ketika semua orang bebas berbicara tanpa dibatasi. Seharusnya tak berhenti dan puas di situ saja. Surga akhirat pun bisa diraih dari menyeruput kopi di warkop.
Kopi Surga
Gagasan ngopi sembari berinfaq dikembangkan sebuah warkop di Kompleks Masjid Al-Markaz Al-Islami Jend. M. Jusuf Makassar. Bila ngopi di D'Markaz Cafe, begitu nama warkopnya, maka jumlah yang dibayarkan sudah termasuk infaq buat masjid.
Tak perlu khawatir, sebab tak ada tambahan cas khusus infaq. Harga segelas kopi tetap normal, meski kualitasnya berstandar cafe.
Keuntungan dari penjualan D'Markaz, sebagian besarnya menjadi pemasukan tetap Masjid Al-Markaz Al-Islami. Inilah kopi surgawi, sajian kopi yang membahagiakan dunia akhirat.
Biji kopi dari jenis yang sama akan menghadirkan cita rasa berbeda, jika berada dii tangan barista yang berbeda.
Demikianlah halnya dengan warkop, memiliki jenis usaha yang sama, namun pastilah menyajikan kenikmatan yang berbeda. Ada yang menjanjikan kebahagiaan sementara saja, yang lain menawarkan kebahagiaan abadi.
Dalam berbagai kitabnya, ulama dan ahli filsafat Islam, Imam al-Ghazali, menggambarkan makna kebahagiaan berhubungan dengan dua dimensi yaitu dunia dan akhirat.
Para pengunjung warkop akan merasakan sebuah kebahagiaan tersendiri saat menyeruput kopi, tertawa girang, bercengkerama dengan sahabat-sahabat dan pengunjung warkop lainnya. Sesaat, tak ada beban, termasuk tak ingat utang.
Sayangnya, kebahagiaan itu bersifat sementara saja. Begitu melangkahkan kaki keluar warkop, boleh jadi berbagai beban hidup kembali datang menghampiri.
Masalah di rumah, di kantor, di jalan, dan sebagainya. Padahal ada peluang menganga untuk juga mendapatkan kebahagiaan hakiki.
Itulah makanya, Imam al-Ghazali mengingatkan bahwa kebahagiaan duniawi bersifat metaforis. Artinya hanya menjadi perantara untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Seperti halnya rasa pahitnya kopi dan manisnya gula hanyalah perantara untuk menghadirkan kehangatan kopi surgawi.
Muannas, Jurnalis, Penanggung Jawab Celebes TV, Celebes Radio, Celebesmedia.id.