Cerita Kuli Panggul Mengangkat Kehidupan di Bulan Ramadan

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Puluhan kuli panggul di Pelabuhan Paotere Makassar tampak silih berganti memikul 3 hingga 4 karung terigu di pundaknya. Terigu itu nantinya akan dibawa ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menggunakan KLM Berkah Buana Indah.

Sementara sekitar 7 mobil truk yang membawa terigu masih berjejer rapi menunggu giliran untuk bongkar muat ke atas kapal berwarna putih itu. Kapal itu baru akan berangkat jika memuat 10 ribu karung terigu ukuran 25 Kg.

Salah satu kuli panggul, Amran (50) mengaku baru 3 tahun melakoni profesinya di Pelabuhan Paotere. Awalnya, ia mencari nafkah sebagai penjual ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Paotere. 

Akan tetapi lama kelamaan beban hidup di Makassar mulai terasa berat, dan kebutuhan semakin meningkat sehingga memaksa Amran mencari sampingan dan bekerja sebagai buruh di sana.

Bersama puluhan rekannya. Amran pun terus bergeliat dengan tenaganya untuk memikul karung terigu ke atas kapal. Saat bongkar muat Amran dan rekan-rekannya berbagi peran.

Ada yang berada di atas mobil truk. Tugasnya menurunkan terigu. Jumlahnya sekitar 6 orang. Sementara Amran dan 10 rekannya berada di bawah menunggu giliran untuk memanggul terigu ke atas kapal. Empat rekannya yang lain berada di lambung kapal tugasnya mengatur dengan rapi terigu tersebut.

Warga Makassar yang tinggal di kelurahan Cambaya ini mengaku setiap harinya membawa uang sekitar 80 hingga 100 ribu rupiah. Uang itu merupakan upahnya memikul terigu. 

"Satu mobil truk diupah Rp360 ribu. Tapi kan kita borong 1 kapal jadi ada sekitar 17 mobil (truk) nanti kita bongkar (angkat muatannya). Sekarang ada 20 orang teman saya yang kerja jadi setelah habis 1 mobil kadang masing-masing hanya dapat 10 atau 15 ribu," kata Amran ditemui CELEBESMEDIA.ID, Sabtu (8/4/2023).

Amran yang mengenakan koas hitam jaket putih dan celana jeans biru sesekali terlihat istirihat dan berteduh di samping kapal yang sandar di dermaga. Ia menghela nafasnya sambil membersihkan keringatnya yang mulai bercucuran.

Sesekali ia terlihat menghampiri sebuah galon di samping kapal. Sambil duduk ia mengambil gelas minum kemasan kemudian menuangkan air putih dari dalam galon itu. Terlihat setiap tegukannya, dahaga di lehernya sedikit membuat tenaganya kembali. 

Bahkan ia terlihat membakar sebatang rokok kemudian menghisapnya perlahan. Seketika terik mentari dan rasa capek ditubuhnya perlahan menghilang, walaupun tak lama rasa lelah itu kembali menghampiri.

Dirinya sadar, saat ini bulan nan suci yakni bulan Ramadan. Namun karena tak tahan teriknya mentari, puasanya dibatalkan. Padahal katanya, awal Ramadan masih menjalankan puasa hingga azan maghrib tiba. 

"Pertama puasa lancar, hari kedua sampai hari ini (17 Ramadan) buka (puasa) jam 2 (Pukul 14.00 Wita) karena matahari menyengat sekali," ujarnya.

Pria yang telah memiliki seorang cucu perempuan ini mengaku untuk hari ini ia bersama rekannya mulai bekerja sejak Pukul 08.30 Wita. Sekali bongkar untuk mobil truk ukuran kecil memakan waktu 30 menit. Jika mobil besar bisa sampai 1 Jam 30 menit. 

"Kadang sampai 4 hari baru selesai 1 kapal. Tapi saya dan teman-teman tidak memaksa cepat selesai, kalau capek yah kita istirahat. Tapi ada juga teman yang lanjut biar cepat selesai. Kita tidak paksakan begitupun yang mau istirahat, saling mengerti saja," ucapnya.

Amran juga mengaku kerja sebagai kuli panggul harus punya tenaga yang kuat. Jika tidak, mandor tak akan memakai jasanya. Olehnya itu ia menjual tenaganya demi tetap bisa membuat asap dapur terus mengepul.

"Di sini yang penting kita punya tenaga. Angkat barang pasti dapat uang, hanya yang punya tenaga yang bisa kerja di sini," bebernya.

Sebagai umat muslim, Amran mengaku sedih sebab Ramadan baru hari ke-3 puasanya sudah 2 yang bolong. Kendati demikan ia juga tak mau memaksa terus berpuasa sebab tuntutan pekerjaannya yang memaksanya untuk membatalkan puasa.

"Sebenarnya kalau mau jujur, saya ingin sekali puasa full sebulan tapi apa mau dikata, kerja sebagai buruh di sini sangat berat," imbuhnya.

Dirinya pun berharap, sang pencipta memaafkannya karena ia tak puasa demi menghidupi keluarganya. Apalagi di momen bulan Ramadan hingga jelang lebaran Amran mengaku harus mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi kebutuhan di hari raya.

"Mau tidak mau, batal puasaku karena bulan ini bulan banyak pemakaian uang. Bayar zakat, Asuro maca (membaca doa secara bersama untuk keluarga yang telah meninggal) dan beli baju lebaran untuk keluarga," tandasnya.

Laporan : Darsil Yahya