CATATAN MUANNAS: Demam Latto-Latto, Kasih Tak Sampai

Jokowi mencoba main latto-latto - (tangkapan layar @ridwankamil/instagram)

Oleh: Muannas

Presiden RI Joko Widodo mencoba memainkan Latto-latto. Ah..masa. sih? Iya, video Presiden Jokowi yang tampak mencoba permainan Latto-latto dibagikan  Gubernur Barat Ridwan Kamil melalui akun Instagram @ridwankamil miliknya baru-baru Ini.

Aksi presiden menjajal permainan Latto-latto dilakukan di sela-sela kunjungannya di Subang Jawa Barat. Sat presiden akan mencoba permainan Latto-latto, Ridwan Kamil tampak menunjukkan cara memegang tali Latto-latto ke presiden.

Permainan Latto-latto adalah permainan membenturkan dua bola kecil menggunakan seutas tali membentuk bandulan. Kedua bola diikatkan pada masing-masing ujung tali bandul. Untuk memainkannya, pertengahan tali yang jadi sumbu diayunkan naik turun menggunakan jari tangan hingga kedua bola saling berbenturan dan menghasilkan bunyi berirama.

Barangkali masih jarang diketahui, kalau nama Latto-latto diberikan oleh orang Bugis Makassar. Penamaan itu diberikan lantaran bunyi latto (benturan)  yang dihasilkan mainan ini. Makna latto lainnya dalam bahasa Bugis-Makassar adalah jadian atau sepakat saling menerima. Seorang pemuda yang berjuang untuk mendapatkan cinta gadis idamannya, ketika cintanya diterima maka itu disebut latto (jadian). Karena itulah dalam permainan Latto-latto, kedua bola harus saling akad untuk dapat menghasikan bunyi.

Meski nama Latto-latto diserap dari bahasa Bugis-Makassar, namun permainan ini tidak berasal dari Bugis-Makassar. Di Indonesia, permainan ini memiliki penamaan berbeda di berbagai daerah, seperti tek-tek, nok-nok, katto-katto, dan toki-toki. Namun nama Latto-latto-lah yang paling tenar. Di luar Indonesia, permainan yang sama dikenal dengan nama clackers, click-clacks, knockers, ker-bangers, dan clankers.

Sejatinya, permainan ini sudah dimainkan sejak 1960-an, walau tidak diketahui pasti siapa yang menciptakannya. Konon, permainan Latto-latto terinspirasi dari sebuah senjata asal Argentina bernama bolas.  Bola Latto-latto mengadaptasi bentuk bolas tersebut. Senjata ini digunakan para koboi Argentina untuk menangkap hewan Guanaco.

Bagi Anda penggemar film anime, permainan Latto-latto sudah dimainkan dalam serial JoJo's Bizarre Adventure. Serial ini dikarang Hirohiko Araki dan pertama kali diterbitkan 1987. Dalam serial tersebut,  Latto-latto dijadikan senjata oleh Joseph Joestar. Ia memainkan Latto-latto dengan mengayunkannya dari segala arah sebagai sebuah serangan kejutan. Aksi Joseph Joestar memainkan Latto-latto tampak sangat jelas dalam episode episode 15 atau Bab 67 dalam manga Jojo's Bizarre Adventure Battle Tendency.

 Permainan Latto-latto  kembali populer di negeri ini. Siang malam anak-anak memainkannya dan tetiba menjadi core activity (aktifitas utama) mereka.. Bahkan, kalangan dewasa pun tak ketinggalan memainkannya. Bukan hanya di perkotaan, Latto-latto menyebar hingga ke pelosok desa. Tak lagi mengenal strata sosial. Seringkali bunyinya begitu mengganggu, misal saat dimainkan di malam hari waktu tidur atau di lingkungan masjid saat salat tengah berlangsung. Saking populernya, sehingga tak salah menyebutnya telah terjadi demam Latto-latto. Demam di sini bermakna permainan Latto-latto sedang hangat-hangatnya dimainkan oleh semua kalangan.

Jika salah memainkannya, Latto-latto bisa membahayakan. Dalam beberapa kasus, ada anak yang menjadi korban permainan Latto-latto seperti kepala benjol terkena bolanya. Permainan ini pernah dilarang di Amerika Serikat menyusul adanya empat korban cidera terkena Latto-latto. Di Indonesia, sudah berapa orang yang cidera?

Tapi, permainan ini telah mampu menjeda waktu anak-anak kita untuk terus bermain secara daring (game online). Game online dan juga tontonan lewat aplikasi android lainnya  telah menjadi candu yang membuat ketergantungan. Entah itu di Tiktok, YouTube, Instagram dan aplikasi serupa lainnya. Peringatan,  game online jika sudah jadi candu itu berbahaya. Lebih berbahaya dari cidera oleh Latto-latto. Idealnya bisa dikurangi, jika tak bisa disetop secara radikal.

Bermain secara online maupun offline, keduanya memang memproduksi kesenangan. Tapi, juga memiliki perbedaan mendasar yang tentunya memberi dampak berbeda pula.  Perbedaanya pada aspek gerak fisik.  Game online atau permainan yang memanfaatkan teknologi nyaris tak memberi ruang gerak fisik. Kebanyakan hanya terpaku menatap layar ponsel.

Sedangkan Latto-Latto dan permainan fisik lainnya menempatkan tubuh lebih banyak bergerak. Gerak fisik akan berdampak  pada perkembangan fisik anak,  perkembangan sosial, emosional dan juga mental anak. Sayangnya, kemajuan teknologi telah meminggirkan permainan-permainan tradisional (fisik). Dan kita, seperti membiarkannya menemui ajalnya begitu saja.

Sudah langka dan susah ditemukan permainan tradisional di Tanah Bugis Makassar seperti maccukke, maggasing, ma'santo, ma'benteng, maggale, makkaddaro dan seterusnya.  Pun demikian halnya di daerah lain. Jangankan di kota-kota besar, di pelosok desa pun amat susah dijumpai.  Padahal permainan tradisional banyak mengajarkan soal nilai-nilai interaksi sosial, kerjasama tim, empati, saling menghargai hingga pembelajaran dalam menaati aturan.

Andai saja, permainan-permainan tradisional itu bisa diadopsi dalam kurikulum pendidikan, minimal pada jenjang sekolah dasar, tentu belumlah akan dikenang bahwa pernah ada jenis permainan tradisional Bugis Makassar yang menyenangkan dan bermanfaat. MImpi tentang cerita kasih tak sampai.

Muannas, Wartawan, Penanggung Jawab Celebes TV, Celebes Radio, Celebesmedia.id.