CATATAN MUANNAS : Musim Gugur dan Masa Depan Jurnalisme

Ilustrasi koran - (foto by Pexels)

GEMPURAN media digital bertubi-tubi. Serangannya amat merepotkan. Tak pelak, kuda-kuda si Papa Tua– istilah penulis untuk media-media lama (konvensional) mulai goyah. Dikepung dari berbagai arah, dibombardir kecepatan membuat ruang geraknya semakin terbatas. Tak sedikit, harus menerima nasib gugur sebagai syuhada informasi.  

Ini sebuah cerita pendek dari sejarah panjang peradaban media massa. Ya, tak berlebihan menyebutnya si Papa Tua lantaran sejarah media komunikasi massa adalah sejarah media konvensional itu sendiri, khususnya koran (pers). Ia lahir sejak zaman kekaisaran Romawi Kuno dibawah pemerintahan Julius Caesar sekitar tahun 59 SM. Namanya, “Acta Diuma” yang selanjutnya bertranformasi menjadi journal dan journalistic (jurnalistik).  

Ketika arah jam menunjuk penghujung tahun 2022 lalu, kita disuguhi berbagai kabar tentang detak jantung terakhir sejumlah media konvensional berformat cetakan. Ada koran Republika, Tabloid Nova, dan Majalah Bobo. Sebelumnya, berderet media cetak yang memutuskan berhenti terbit. Mereka di antaranya Sinar Harapan, Tabolid Cek & Ricek, Tabloid Bola, Jakarta Globe dan masih banyak lagi. Nama-nama tersebut bukanlah media kaleng-kaleng. Mereka punya nama besar dan reputasi besar selama puluhan tahun.

Bukan hanya media cetak, awan hitam juga menyelimuti media elektronik. Betapa sedih kita menyaksikan video siaran terakhir Radio BBC News Indonesia yang dibagikan di media sosial. Penyiarnya, Heyder Affan, dan editor BBC Indonesia Jerome Wirawan menyampaikan salam perpisahan dengan suara tertekan menahan sedih.

Siaran BBC Indonesia sudah mengudara selama 73 tahun, hanya terpaut 4 tahun dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dia bukan hanya senior dari bilangan umur. Bisa dibilang Radio BBC juga telah menjadi kiblat jurnalisme radio. Tak bisa menolak takdir, mereka harus meregang nyawa. Nafas BBC Indonesia di gelombang udara, baik dari London Inggris maupun Jakarta, terdengar terakhir  30 Desember 2022 lalu. Setelah itu, pada gelombang elektromagnetiknya hanya terdengar bunyi berdesir sssstttt!... 

Ini zaman disrupsi. Media-media konvensional terdesak keluar dari ladang garapannya selama puluhan tahun. Sebagai pemegang rincik, ia sangat mahir, lincah di cekatan di dunia itu. Namun teknologi informasi dan komunikasi datang menawarkan ladang baru yang serba digital, mudah dan murah. Dunia media konvensional memang lebih mahal. Tak pelak, koran-koran yang bertahan harus melakukan efisiensi di sana sini, mulai pengurangan jumlah halaman, tiras, ukuran kertas, hingga pengurangan karyawan. 

Kini, adalah era Internet of Things (IoT). Internet adalah segalanya. Disrupsi digital mengubah peradaban manusia, tak terkecuali peradaban komunikasi dan peradaban media komunikasi. Tapi tunggu dulu, sebab disrupsi digital itu bukanlah sebuah pekuburan massal jurnalisme. Disrupsi hanyalah melakukan perubahan dari tatanan lama ke tatanan baru. 

Media-media yang menutup ladang garapan konvensional, bukan berarti telah mengubur jurnalisme yang begitu lama dijaganya siang malam. Namun mereka hijrah untuk menggarap medium digital sebagai ladang baru. Adaptasi terhadap perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi sebagian besar penduduk dunia juga sudah hijrah ke ladang digital itu. Berdasarkan laporan We Are Social dan Hootsuite, hingga Oktober 2022, sudah 5,07 miliar penduduk dunia terkoneksi dengan internet atau 63,45% dari populasi global yang totalnya 7,99 miliar orang.

Penduduk digital bebas berselancar untuk memproduksi hingga menyebarkan informasi dengan menunggangi berbagai media sosial. Berkat teknologi internet, informasi apapun bisa didapatkan. Kelahiran media sosial telah menjadi panggung raksasa bagi informasi. Sekarang memang eranya user generated content atau siapapun bisa membuat konten. Produsen-produsen informasi tumbuh subur. Dampaknya, tidak hanya terjadi banjir informasi, bahkan juga tsunami informasi. 

Informasi menjadi melimpah ruah, meluberi anak-anak hingga kaum lanjut usia. Informasi benar dan bohong berbaur dan mengalir deras masuk ke ruang-ruang pribadi kita, melalui gadget setiap saat. Kadang kita sulit membedakan, mana informasi benar dan mana hoaks (informasi bohong). Hoaks sering kali tampil begitu seksi menggoda, memesona dan sangat menyakinkan. Padahal, informasi yang benar dan kredibellah yang menjadi hak publik. Bukan informasi toxic yang berwujud hoaks dan penipuan digital.

Di sinilah, kehadiran jurnalisme sangat dibutuhkan untuk melayani hak publik. Lewat mesin jurnalsitik-lah, informasi kredibel dan terpercaya dapat dihasilkan. Jurnalisme dapat mengambil peran sebagai rujukan di antara informasi yang mengandung kebenaran dan kebohongan, yang haq dan batil. Sebab, jurnalisme memiliki standar, prinsip, mekanisme, dan etika yang ketat dalam menghasilkan sebuah produk informasi. Konsistensi dengan informasi yang kredibel akan menumbuhkan kepercayaan publik (public trust). Inilah kunci utama eksistensi media arus utama (mainstream) dalam era digital.

Merebut hati publik memang tak segampang mudah dalam era media digital. Karena di dalamnya sudah tercampur baur dengan cara berpikir dan bekerjanya mesin (teknologi). Jurnalisme di era di digital berhadapan langsung dengan kekuatan sistem algoritma, viral, trending topic, hashtag, traffic, klik dan views. Itulah makanya konten-konten berkualitas bagus dalam sudut pandang jurnalistik, sering kali kalah bersaing dengan konten-konten receh.

Rupanya tingkat penerimaan publik tidak hanya ditentukan isi konten, melainkan juga ditentukan mediumnya. Dalam bahasa ilmuwan komunikasi asal Kanada, Herbert Marshall McLuhan, medium is the message. Media adalah pesan itu sendiri. Media menentukan substansi dari pesan komunikasi. McLuhan sendiri dikenal sebagai Bapak Desa Digital (global village).    

Tantangan jurnalisme di era digital memang tak ringan. Tidak cukup hanya dengan melakukan hijrah dari konvensional ke digital dengan membawal produk jurnalisme yang berkualitas saja. Lebih dari itu, diperlukan adaptasi terhadap medium digital itu sendiri dengan segala keragaman sifat sanak familinya.

 Muannas, Wartawan, Penanggung Jawab Celebes TV, Celebes Radio, Celebesmedia.id